Forget Me Not

Reni Haerani Supriadi
Chapter #8

Direm Tangan

"Pak, mau order makanan sekarang?" Rafa coba membangunkan Brian. "Saya lihat sejak pagi tadi, Pak Bri belum banyak makan." 

Brian membuka mata seolah baru terbangun, padahal sejak tadi sebenarnya tidak tidur. Dia hanya menghindari obrolan tentang masa lalunya yang masih menyisakan luka teramat dalam.

"Oh, iya, boleh Fa. Coba kamu bantu order, ya ..." Brian bangkit dari kursinya. "Saya izin ke toilet dulu." 

"Menunya terserah saya, Pak?" Rafa membolak-balik halaman buku menu.

Brian yang baru akan melangkah pun menoleh lagi. "Iya, kamu kan udah sering pesan makan untuk saya."

"Oke." Rafa pun memesan beberapa menu makanan. Enaknya naik pesawat kelas bisnis ini salah satunya bisa order makanan kapan saja— tak ada batasan waktu—sepuasnya.

Brian termasuk orang yang tidak pilih-pilih makanan. Sekarang ppun, dia bisa menikmati semua makanan yang dipesan asistennya itu. Menu pilihan Rafa kali ini untuk appetizer-nya traditional chicken soup dan roti manis yang bentuknya lucu—menyerupai mahkota—memiliki tiga rasa berbeda. Untuk main course, Rafa pilihkan mashed potatoes with salmon dengan tambahan broccoli with cheese sauce.

Saat sedang menikmati makanan, Brian disapa seorang pramugara di sana. Dia menanyakan bagaimana makanannya? Lelaki berhidung mancung itu tersenyum dan mengatakan semuanya bagus. "I like the soup."

Mata pramugara itu terlihat berbinar ketika mendengar ucapan Brian. "Oh, you like it? It's nice chicken soup."

"Ya, it's very light but perfect." Brian mengacungkan jempolnya.

Pramugara itu kemudian mengatakan kalau Brian ada perlu apapun beritahu saja, mereka akan dengan senang hati melayaninya.

Rafa memperhatikan percakapan itu sambil senyum-senyum. Tentu saja hal ini membuat Brian sedikit risih. 

"Ngapain kamu, lihatin saya sambil senyum-senyum gitu?"

Rafa terkekeh. "Saya hanya membayangkan saja ketika Pak Bri jadi pramugara pasti banyak disukai penumpang."

Brian sedikit menggerakkan kepalanya ke belakang sambil mengerutkan kening, melihat ke arah Rafa. "Maksud kamu?"

"Ya, itu, cara ngomong Pak Bri tuh, enak banget didengar. Kalau kata anak zaman sekarang soft spoken gitu, Pak." Rafa berkomentar sambil mesem-mesem. "Makanya nggak heran, meski baru 3 tahun di perusahaan, tapi sudah menduduki jabatan manajer. Pak Bri tuh, jago banget negosiasi, mediator yang handal. Good communicator, deh."

"Hahaha, lebay lo." Brian menanggapi ocehan Rafi sembari menyuap kembali mashed potatoes-nya.

"Saya serius, Pak ... pokoknya beruntung banget perempuan yang kelak jadi pendamping hidup Pak Bri, pasti dia nggak bisa berpaling ke lain hati."

Brian yang posisinya sedang sedikit membungkuk karena bersiap memasukkan sendok ke mulutnya langsung menoleh sambil tersenyum miring. "Apa iya begitu, Fa?" Sepertinya teori kamu itu perlu dikaji ulang karena pada kenyataannya nggak begitu."

Giliran Rafa yang mengerutkan kening. Dia tidak paham maksud ucapan atasannya ini. Sedang Brian malah kembali teringat pada Iccha. Bagaimana dulu, dirinya selalu berusaha mengomunikasikan segala sesuatu pada gadis itu dengan baik. 

Lihat selengkapnya