Forget Me Not

Reni Haerani Supriadi
Chapter #9

Kurang Cukup Bukti

Setelah menempuh perjalanan 8.5 jam, Brian dan Rafa tiba di Doha sekitar jam 1 siang. Suasana di bandara internasional—yang pada tahun 2022 mendapat predikat sebagai bandara terbaik di dunia—ini sangat ramai. 

"Jadi, kita langsung ke lounge, nih?" tanya Rafa ketika mereka sudah mengambil koper dari bagian bagasi.

"Terserah kamu, saya ikut aja." Brian berdiri di dekat eskalator. Menurut informasi, lounge khusus untuk penumpang kelas bisnis itu berada di lantai 3.

Ketika itu, tiba-tiba ada seseorang berteriak. "Briii ...!"

Brian dan Rafa refleks menoleh ke arah suara. Dari kejauhan telihat seorang wanita berjilbab—seusia Bu Indira—tersenyum lebar dan melambaikan tangan ke arah mereka. 

"Pak Bri kenal?" tanya Rafa.

Dia menggeleng sambil terus mengamati dan mengingat-ingat, barangkali pernah bertemu di suatu tempat. Kini, wanita itu terus berjalan mendekat ke arah mereka, tapi Brian masih belum juga mengenalnya. 

Saat kebingungan inilah, seketika mata Brian terpejam, kepalanya bergerak mengikuti bau harum yang baru saja melintasi dirinya. Aroma yang terasa familiar, tapi entah di mana dia pernah menciumnya.

Ternyata saat itu, ada seorang perempuan berjilbab—setengah berlari, melintasi Brian dan Rafa—menghampiri wanita paruh baya tadi. Dari belakang postur tubuhnya mirip seperti Aiko. Mengenakan rok setengah klok berwarna abu-abu tua yang dipadukan dengan long coat warna merah muda dan jilbab senada. 

Sayangnya, Brian tidak bisa melihat wajah perempuan itu karena kedua orang tadi bergerak ke arah yang berlawanan. Tapi, dari gaya berpakaiannya, kemungkinan perempuan itu masih muda.

"Ternyata nama Pak Bri pasaran juga, ya." Rafa kembali meledek atasannya itu.

"Hahaha, iya juga. Mana perempuan lagi." Brian menimpali candaan Rafa.

"Apa dia secakep Bapak, ya?" Rafa menoleh ke arah kedua wanita tadi yang sudah nyaris menghilang di balik kerumunan orang. "Ah, sudahlah. Ayo, Pak ... kita langsung ke lantai 3 aja. Saya lapar."

Brian hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah asistennya ini. Meski begitu, dia tetap mengikuti permintaan Rafa sambil sesekali menoleh ke bawah, mencari jejak perempuan itu. Aroma yang tercium tadi, mengusik pikirannya. Dia terus mengingat-ingat di mana pernah mencium bau harum tersebut.

"Pak, kenapa, sih? Sejak pagi saya perhatikan, Bapak banyak melamun." Rafa akhirnya memberanikan diri bertanya ketika keduanya sudah duduk di kursi tunggu.

"Oh, gitu? Nggak kok, saya baik-baik aja. Tapi, tadi sempat kepikiran, sih ... soal projek kerjasam kita dengan perusahaan pariwisata di Turki nanti." tanggap Brian beralasan. Beruntungnya Rafa percaya saja dengan ucapannya itu. 

"Ooh, saya pikir Pak Bri lagi ada masalah lain, ternyata masih soal kerjaan. Tenang aja, Pak ... saya udah cek semua materi proposalnya, lengkap semua termasuk usulan Bapak terkait pengembangan wisata heritage kedua negara."

"It's dope!" Saya senang karena cara kerjamu cepat dan rapi."

Rafa pun tersenyum lebar mendapat pujian dari sang atasan. Tak sia-sia dia begadang semalaman demi menyiapkan itu semua kalau hasilnya bisa memuaskan seperti ini. Berharap, kerja sama nanti pun bisa terlaksana dengan baik.

Lihat selengkapnya