Perjalanan hidup selalu menjadi misteri bagi setiap diri manusia. Apa yang telah ditetapkan menjadi takdir kita, memang sudah tercatat di Lauhul Mahfudz jauh sebelum kita dilahirkan. Tepatnya, 50 ribu tahun sebelum Allah Swt menciptakan langit dan bumi.
"Kalau memang seperti itu, untuk apa kita berupaya? Toh, semua sudah ditentukan." Pertanyaan itu muncul saat Brian mengikuti sebuah kajian yang ditawarkan Aiko.
"Hais, kenapa lo nggak tanya pas kajian tadi?" Aiko protes karena Brian malah bertanya saat mereka sudah kembali ke rumah.
"Malu, entar ketahuan ilmu gue masih cetek." Hanya di depan adiknya dia bisa jujur seperti itu.
"Jaim lo! Malu bertanya, tersesat hidup lo, tahu!" Aiko menyindir kakaknya.
Brian hanya tekekeh. "Udah buruan, jelasin ke gue!"
Aiko pun setengah menjatuhkan diri di sebelah Brian, sampai-sampai sofanya ikut bergerak-gerak.
"Ish, yang benar coba duduknya. Bahaya tahu, jatuh terduduk begitu!" Brian menegur adiknya yang punya kebiasaan grasa-grusu. Terkadang duduk pun seperti sekarang, dia masih suka molompat ke atas kursi dengan tiba-tiba.
"Kan, sofanya empuk." Aiko tetap tak mau disalahkan.
Brian hanya menggeleng-geleng kepala. "Terserah lo, deh. Gue cuma ngingetin, khawatirnya ada benda tajam, atau benda yang keras. Bisa saja terjadi, iya, kan?" ujarnya. "Udahlah, ayo, jelasin!"
Aiko tersenyum. "Ini sebatas pemahaman gue aja, ya. Jadi, takdir itu memang sudah ditentukan. Tapi, untuk sampai di titik tersebut, kita tetap dikasih jalur-jalur pilihan yang banyak. Nah, tugas kitalah untuk memilih jalur itu. Baik buruknya kehidupan yang kita jalani, tergantung dari pilihan yang kita ambil. Gitu!"
"Ooh, jadi, kita bisa mengubah takdir?" Brian berkomentar.
"Ada yang bisa, tapi ada juga yang sudah mutlak ditetapkan, seperti kelahiran, kematian, gravitasi bumi, bencana, dan hari Kiamat. Itu udah nggak bisa diganggu gugat. Tapi, untuk hal-hal yang masih melibatkan ruang usaha dan doa kita, itu masih memungkinkan untuk berubah."
"Tahu dari mana?" Brian menatap adiknya, masih menunggu jawaban Aiko.
"Kan, ada ayatnya dalam Al-Qur'an, 'Dan seorang manusia tak akan mendapat selain apa yang telah diusahakannya, dan usaha itu kelak akan diperlihatkan. Kemudian, akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang setimpal pula', kalau nggak salah ini ada di surat An-Najm ayat 39-41. Entar, deh, gue cek lagi catatannya. Takut salah."
"Oh, jadi ada ya, penjelasannya dalam Al-Qur'an?" Brian manggut-manggut.
"Sebenarnya banyak, tapi gue nggak hafal. Dalam hadits juga ada, salah satunya ada di hadits yang diriwayatkan oleh Imam At-Tirmidzi. 'Tak ada sesuatu yang dapat menolak qadar kecuali doa'. Makanya, ikut kajian yang rajin, biar lo bisa langsung belajar sama ustadznya."
Brian tersenyum sambil mengelus kepala Aiko. "Keren banget adek gue."
Reaksi Aiko saat mendapatkan pujian itu bukan cengar-cengir seperti biasanya, dia malah menatap kakaknya sambil memicingkan mata.
"Kenapa lihatin gue kayak gitu?" Brian merentangkan sebelah tangannya menutupi mata Aiko, tapi gadis itu menipisnya.
"Kak, sebenarnya apa yang bikin lo tiba-tiba mau diajak ikut kajian?" Aiko masih menatapnya penuh selidik.
Brian langsung pura-pura membuka ponselnya. "Kenapa memangnya? Nggak boleh?" ujarnya sembari mata tetap fokus pada layar HP.
"Ish, pasti bolehlah. Malahan, gue senang banget. Cuma kepo aja, apa yang nge-trigger lo sampai memutuskan untuk datang ke kajian?"
Brian tidak menjawab, dia hanya menoleh dengan ekspresi mencurigakan. Ada senyum yang coba dia sembunyikan.
"Wah, wah, jangan-jangan karena cewek, ya?" tebak Aiko dengan mata terbelalak.
"Ck, apa, sih, lo! Nggak usah mancing-mancing, deh." Brian masih memilih tutup mulut.
"Eh, apa yang salah? Lo tuh, 28 tahun sekarang. Lagipula, udah setahun lebih lo jomlo. Memang nggak kepikiran cari calon istri?"
"Apa, sih, Ai ... kok, bahasannya jadi melebar ke mana-mana? Gue ikut kajian karena sadar diri aja, ternyata selama ini masih banyak yang gue nggak tahu. Terlebih urusannya dengan Sang Pencipta."
"Wuih, sejak kapan otak Abang gue jadi canggih begini? Jadi curiga, gue?" Aiko masih usaha untuk mengorek informasi.