Brian tersenyum mendapat pertanyaan seperti itu. "Nantilah, gue belum seberani itu. Lagipula, gue juga belum yakin 100% apakah pilihan gue ini benar atau tidak?"
Biantara langsung menoleh ke arah sahabatnya ini. "Pilihan tentang apa? Antara Iccha dan Brisa?"
Brian terkejut sendiri mendapat pertanyaan balik begitu. "Eh, bukan! Maksud gue, pilihan untuk melanjutkan mengejar cintanya Brisa atau tidak?"
"Hah? Kok, gitu mikirnya? Masih belum yakin Brisa cewek yang tepat buat lo?" Biantara makin penasaran.
"Ck, bukanlah. Justru masalahnya ada di gue. Apa pantas laki-laki macam gue ini untuk Brisa? Gue insecure, Bro." Brian sedikit menundukkan kepalanya.
Biantara mengernyitkan kening sembari menatap Brian. "Yang bikin lo insecure, apa?" Kemudian, dia bangkit dan berjalan menuju meja kerjanya.
"Entahlah, takut gagal lagi. Padahal gue pengin banget bisa sampai ke pernikahan," jawab Brian terdengar pesimis.
"Lo tahu? Salah satu kunci keberhasilan sebuah pernikahan itu apa?" tanyanya lagi saat dia sudah duduk di kursi kerjanya.
Brian kembali menggelengkan kepalanya. "Apa tuh, gue belum tahu."
Posisi kepala Biantara yang sedikit tertunduk menatap laptop yang terletak di atas meja, terangkat perlahan. Dia melihat Brian sedang serius memandang dirinya, menunggu jawaban. "Sekufu," jawab Biantara singkat.
Kini, giliran Brian yang kembali tertegun memikirkan kalimat sang CEO. "Bro, asli gue malu," ucapnya dengan wajah memerah.
"Apa, sih, lo? Tadi, insecure ... sekarang, malu. Lo kenapa, sih?" Biantara sedikit sewot, tak habis pikir dengan cara kerja otak sahabatnya ini. "Memangnya untuk seorang Brian Yasuhiro Dewandra, kurang apa lagi?" sindrinya dengan mata melotot.
"Ck, Bro ... sejak gue kenal lo, terus gue mulai ikut kajian di komunitas kalian, rasanya banyak hal yang udah gue lewatkan dalam hidup ini. Terutama urusan ilmu agama, duh ... gue jauh tertinggal, bahkan lo barusan ngomong kata 'sekufu' aja gue nggak paham," tuturnya seraya menghela napas dengan mata menatap ke arah Biantara yang tengah membuka laptopnya.
Biantara mulai paham kegundahan sahabatnya ini. Dia pun tersenyum, meskipun matanya tetap fokus pada layar monitor. "Lo tuh, harusnya bersyukur, bukan malu! Nggak semua orang dikasih keinginan untuk belajar lebih tentang pemahaman akan agamanya." Lelaki itu berujar dengan jemari tangannya tetap lincah menari di atas keyboard. "Sekufu itu arti sederhananya sama dengan setara," sambungnya.
"Setara dalam hal apa? Harta?" sambar Brian.
Biantara tersenyum, lalu menghentikan ketikannya. Dia sedikit menegakkan posisi tubuh untuk menunjukkan apa yang akan disampaikannya ini penting sehingga harus disikapi dengan serius..
"Rasulullah mengatakan bahwa wanita itu dinikahi karena 4 hal, cantiknya, keturunannya, hartanya, dan agamanya ...."
Biantara belum selesai mengucapkan kalimatnya sudah terpotong lagi oleh komentar Brian. "Wah, berat sekali kalau harus nyari yang setara dari keempat kategori itu."
"Ck, nggak sabaran banget, sih. Kan, kalimat gue belom kelar," protesnya.
"Oh, sorry, sorry ... oke, lanjut!" tanggap Brian sembari nyengir.
"Tapi agamanya lebih utama dibandingkan tiga lainnya. Jadi, buat gue pribadi, sekufu dalam hal pemahaman akan agama lebih gue prioritaskan."
Brian manggut-manggut, berusaha memahami penjelasan sobatnya itu. "Berarti, gue nggak perlu takut dipandang sebelah mata, ketika berharap punya istri seperti Brisa, ya? Hanya karena ilmu agama gue masih cetek."
"Iyalah, nggak usah mikirin apa kata orang! Yang penting lo menyadari bahwa memahami ilmu agama itu sangat penting. Lo fokus aja untuk terus memperbaiki dan memantaskan diri agar setara dengannya. Mintalah petunjuk kepada Allah untuk jalan hidup lo ke depannya seperti apa. That's it! Cuma itu kok, poin pentingnya." Biantara menegaskan pernyataannya. "Kalaupun nanti, dalam perjalanannya ternyata lo jauh melampaui Brisa ... bisa jadi, jodoh lo pun lebih dari dia. Allah akan pertemukan dengan orang yang tepat sesuai dengan kondisi lo saat itu. Seperti yang pernah gue bilang, 'Apa yang baik menurut kita, belum tentu baik di mata Allah. Begitu juga sebaliknya', percaya, deh!"
Brian menatap Biantara tanpa kedip. Ada sorot kekaguman yang terpancar dari matanya.
"Woi, ngapain lihatin gue kayak gitu? Serem tahu!" candanya sembari kembali melanjutkan gerakan jemarinya menelusuri deretan huruf di atas keyboard.
"Thanks, ya. Berarti quote yang pernah gue denger itu benar adanya. Gue datang ke orang yang tepat." Brian mengatakannya dengan bibir tersenyum lebar.
Biantara merasa terusik dengan ucapan Brian hingga membuatnya kembali berhenti mengetik dan mendelikkan mata padanya. "Quote apaan?"
"Quote-nya bilang gini, 'If you share to right people then you try to solve the problem. If you share to lot of people, you look attention'." Brian mengucapkannya masih dengan senyuman.
"Wuih, thanks, ya ... gue anggap itu sebagai sebuah pujian yang harus disyukuri karena bisa jadi bagian dari solusi yang lo cari," ujarnya sambil mesem-mesem.
Brian mengacungkan jempolnya. Lelaki ini pun bersiap untuk beranjak dari ruangan tersebut, tapi suara notifikasi di ponselnya menghentikan langkah dia.
0857xxxxxxxx:
[ Kak Ian, please ... balas chat aku. ]