Brian sedikit gelisah, berulang kali dia melirik jam yang melingkar di tangannya. Waktu sudah menunjukkan pukul 16:45, tapi meeting bersama pimpinan perusahaan masih juga belum selesai.
"Ada janji lain, Pak?" bisik Rafa.
Brian menoleh ke samping. "Kok, tahu?" Dia ikut-ikutan berbisik.
"Itu, dari tadi lihatin jam melulu." Rafa menunjuk pakai bibirnya.
Brian refleks mengucapkan kata, "Oh" dengan ekspresi malu terciduk seperti itu. Sampai-sampai pimpinan perusahaannya langsung menutup rapat tersebut.
"Berhubung Pak Brian sudah gelisah dari tadi, kita akhiri saja pertemuan sore ini," ujar Pak Priyanto diikuti tawa peserta rapat lainnya.
Brian terkesiap mendengar sindiran atasannya ini. "Waduh, maaf, Pak, maaf ...," sesalnya sambil sedikit menganggukkan kepala.
"It's okay, Ian ... saya cuma heran aja. Baru kali ini lho, kamu gelisah saat meeting," tanggapnya. "Emang seistimewa apa, sih, orangnya? Sampai bikin kamu gelisah begitu?" goda sang pimpinan dan ucapannya ini menarik perhatian rekan kerja lainnya yang berada di ruangan tersebut.
Mereka ikut menunggu jawaban Brian dengan tatapan penasaran.
"Wah, wah, kenapa semua jadi kepo begini?" Brian terkekeh. "Yang jelas, ini menyangkut status kejombloan saya, Pak," candanya.
"Wuih, kalau itu, sih, perlu dukungan kita semua. Semangat, Ian!" Pak Priyanto mengepalkan sebelah tangan dan mengangkatnya ke atas sebagai bentuk dukungan. "Ayo, sudah, bubar-bubar!" titahnya kemudian sambil mengipas-ngipas tangannya memberi isyarat agar mereka semua keluar ruangan.
Peserta meeting itu pun terlihat ikut bahagia mendengar kabar tersebut. Beberapa di antara mereka sambil lewat menepuk bahu Brian sebagai bentuk dukungan kepadanya. Tidak banyak yang tahu tentang kehidupan pribadi sang GM ini, bahkan ketika dulu masih menjalin hubungan dengan Iccha. Sejauh ini, mereka tahunya kalau Brian masih singel.
"Wah, bisa jadi hot news di kantor, nih, Pak," celetuk Rafi saat keduanya sudah berada di ruangan Brian.
"Kamu, sih, yang mulai," protes Brian sembari siap-siap untuk pulang.
"Eh, saya hanya pencetus, Pak ... yang lain juga tahu, kok, bahkan Pak Priyanto beberapa kali melirik ke arah Pak Bri." Rafa membela diri.
"Oh, gitu? Wah, gawat, nih! Saya mulai nggak bisa mengendalikan diri," akunya.
Rafa tertegun memandang atasannya itu. Memang benar, ini bukan kebiasaan Brian. Dia dikenal sebagai laki-laki tenang, selalu pandai menempatkan diri dalam situasi apapun.
"Saya juga jadi ikut penasaran, Pak. Ada apa sebenernya?" Rafa akhirnya tak tahan lagi untuk tidak bertanya.
Brian tersenyum. "Entar aja saya ceritanya, udah telat, nih," ujarnya sembari bergegas meninggalkan ruangan.
Namun, dia berhenti sejenak sebelum mendorong pegangan pintunya. Brian menoleh ke belakang. "Kamu ingat cewek berjilbab yang dipanggil 'Bri' saat kita di Doha?"
Rafa berpikir sejenak. "Oh, yang di bandara itu?"
Brian mengangguk. "Saya mau ketemu dia sekarang," ujarnya sambil senyum-senyum, lalu menghilang di balik pintu meninggalkan Rafa yang masih melongo.
Bisa-bisanya itu sang atasan dengan sengaja membocorkan tujuan kepergiannya hari ini, tapi hanya secuil. Membuat Rafa penasaran tingkat dewa karena ini benar-benar bukan kebiasaan Brian. Baru kali ini sang GM menceritakan urusan pribadinya dengan sukarela.
Sedangkan Brian, tidak berhenti tersenyum sepanjang perjalanannya menuju parkiran. Dia sangat puas melihat wajah Rafa yang terkejut plus penasaran, tapi tidak bisa mencari tahu kelanjutan ceritanya. Sekali-kali emang itu anak harus dikasih pelajaran! Siapa suruh suka sok peduli sama urusan pribadi gue, gumamnya dalam hati.
Kemudian, Brian melajukan mobilnya menuju Dream Bean Cafe yang berada di kawasan Senayan, Kebayoran Baru. Dia hanya membutuhkan waktu kurang dari 15 menit untuk sampai di tempat tujuan. Saat itu, waktu sudah menunjukkan pukul 17:10.
Tujuannya kali ini, sebuah kafe yang mengusung tema "Tropis Garden" karena di sana selain ada area indoor juga tersedia area outdoor. Seperti namanya, ruangan bagian luarnya itu menyerupai sebuah taman yang dipenuhi pepohonan. Mata setiap pengunjung akan dimanjakan dengan nuansa hijau yang asri dan menyejukkan. Itulah salah satu alasan kenapa kafe ini menjadi tempat favorit Brian. Suasananya bisa mengalihkan stress selama berada di kantor.
Pada awalnya, Biantara yang mengenalkan kafe tersebut. Karena merasa cocok, Brian dan Aiko pun jadi sering datang ke sana untuk sekedar nongkrong atau janji ketemuan dengan seseorang seperti kali ini.
"Kak Ian, sini!" Aiko melambaikan tangan, memanggil Brian dari area outdoor yang letaknya jelas terlihat dari dinding kaca di samping meja barista.
Setelah melakukan pemesanan, Brian pun langsung menuju meja Aiko dan Brisa. Sore itu, gadis bermata hazel ini mengenakan rok panjang berbahan sifon putih berfuring dengan motif bunga-bunga berwana hitam. Untuk panduannya, Brisa memilih blus panjang model kelelawar berwarna hitam senada dengan jilbab segi empat yang dia kenakan. Sehingga parasnya kian terlihat cerah bersinar.
Seandainya Aiko tidak memanggil kembali namanya, mungkin Brian masih berdiri mematung menikmati salah satu keindahan ciptaan Tuhan yang satu ini.