Brisa bangkit dari duduknya. Dia berjalan menuju kompor untuk mengecek masakannya.
"Kayaknya udah matang, nih, Mas," ujarnya sambil mematikan kompor. "Harusnya, bagian atas ini dibakar pakai flame gun torch biar ada gosong-gosongnya seperti hasil panggangan oven," ujar Brisa sambil mengambil piring untuk menyajikan ratatoullie buatannya.
"Oh, ya, udah ... bakar aja," tanggap Brian sambil berdiri dan berjalan menuju kabinet bagian atas pada kitchen set.
Dia mengambil flame gun torch—alat pembakar genggam yang menggunakan bahan bakar khusus untuk memanaskan suatu objek—beserta gas portable-nya. Setelah terpasang sempurna, Brian pun berdiri di samping Brisa. Dia mulai membakar bagian atas ratatoullie-nya. Aroma keju mozarella yang meleleh bercampur dengan harum origano semakin menggugah selera siapapun yang menciumnya.
"Kalian berdua kenapa nggak nikah aja, sih?"
Brian dan Brisa kembali terperanjat mendengar pertanyaan tersebut yang datang secara tiba-tiba. Rupanya, Aiko terbangun dan menyadari tidak ada Brisa di sampingnya, sehingga dia turun untuk mencari. Ternyata dirinya malah menemukan pemandangan yang indah.
"Lo ini, Ai ... datang-datang main tembak aja. Mana nyuruh-nyuruh nikah lagi," tanggap Brian. "Emang lo pikir bisa segampang itu nikah?"
Aiko senyum-senyum sambil datang menghampiri keduanya. "Habisnya kalian berdua tuh, gemesin banget. Suka aja lihat interaksi lo sama Brisa, masak berdua kayak gini. Gue berasa lagi nonton drama-drama romance gitu. Kan, biasanya si tokoh utama cowoknya itu jago masak," cerocos Aiko lancar bagai jalan tol bebas hambatan.
"Oh, Mas, eh ... Kak Ian beneran bisa masak?" tanya Brisa sambil mendongakkan kepala menoleh ke arah Brian.
Lelaki itu hanya tersenyum, menatapnya sejenak, lalu menoleh ke arah Aiko yang kini berdiri di hadapannya.
Adiknya itu ikut senyum-senyum. "Kayaknya kamu harus lebih lama nginep di sini, biar bisa membuktikan ucapanku tadi," ujarnya sambil melirik sang kakak. Dia dengan mudah bisa menebak isi kepala Brian.
Pipi Brisa kembali bersemu merah mendapat tawaran seperti itu. Dia masih belum percaya diri akan perasaannya saat ini. Mungkinkah Mas Ian punya rasa yang sama? tanyanya dalam hati.
Selanjutnya, mereka menikmati ratatoullie sambil ngobrol-ngobrol, melanjutkan kisah masa kecil Brisa sampai kemudian, dia terpaksa harus tinggal di panti asuhan.
"Jadi, demi membiayai hidupmu, Bu Latifah menerima tawaran jadi TKW?" tanya Aiko.
"Iya, karena katanya, itu pekerjaan paling memungkinkan untuk dikerjakan dengan gaji yang cukup besar. Terus, aku nggak punya kerabat yang bisa dititipi, makanya sebelum berangkat ke Qatar, Bu Latifah bawa aku ke Pak Amir dan Bu Mila. Mereka punya panti asuhan di daerah Cipinang, dekat tempat Bu Latifah kerja sebelumnya, sebagai kuli cuci baju. Waktu itu, aku baru masuk SMP."
"Cipinang? Deket sekolah kita dong?" tanya Brian.
"Iya, jaraknya kurang lebih 5 km dari SMA kita," jawab Brisa.
"Tapi kok, nggak pernah papasan, ya? Padahal waktu itu aku udah masuk tahun kedua di SMA," timbal Brian lagi.
"Ya, begitulah perjalanan hidup. Semua ada waktunya, sesuai dengan perencanaan Sang Pencipta," tanggap Brisa.
"Bener tuh, apa kata Brisa. Kalau ketemu sama dia duluan, nggak bakal ada ceritanya lo kenal sama cewek yang nggak tahu terima kasih itu!" Aiko kembali bersungut-sungut. "Oh, iya, tadi abis dari kafe, lo ada urusan urgen apa?" tanyanya sembari memandang tajam pada sang kakak.
Brian membalas tatapan adiknya untuk beberapa lama. Dia seakan berat untuk bercerita.
"Jangan bilang, kalau lo ketemu nenek sihir itu lagi?" tuduh Aiko dengan sorot mata penuh amarah.
Sang kakak masih terdiam.
"Jadi bener, lo ketemu Iccha lagi?" Aiko semakin meninggalkan suara.
Brisa mengernyitkan kening mendengar nama Iccha disebut. "Tunggu! Yang kamu maksud Iccha itu, Daniyah Iccha?"
Aiko langsung menoleh. "Kamu kenal sama dia?" Dia malah balik bertanya.
Brisa malah mengalihkan pandangan pada Brian. "Jadi, setelah pertemuan pertama itu, hubungan kalian terus berlanjut?" tanya Brisa.
Brian membalas tatapan Brisa, memandangnya cukup lama. Entah kenapa, ada perasaan bersalah yang tiba-tiba hadir menyelimuti hatinya. Akhirnya, dia hanya menjawab dengan anggukan.
"Eh, jadi kamu juga tahu kalau Kak Ian suka sama Iccha?" Aiko malah memperjelas sesuatu yang tak ingin Brisa dengar.