Forget Me Not

Reni Haerani Supriadi
Chapter #25

Plying Victim

Begitu membuka pintu, Iccha langsung dihadapkan pada kenyataan yang tidak bisa dia hindari.

"Siapa laki-laki itu?" bentak Aldo hingga membuat Aina terkejut dan menangis.

"Ya, ampun, Mas ... kenapa, sih, harus bentak-bentak begitu? Kasihan Aina." Iccha tidak menjawab pertanyaan suaminya. Dia bergegas masuk ke kamar dan menguncinya. Kemudian, dirinya fokus untuk menenangkan kembali Aina.

Aldo menggedor tanpa henti sambil berteriak minta istrinya untuk membuka pintu. "Iccha! Buka pintunya atau aku dobrak!"

"Iya, tunggu sebentar. Setelah Aina tidur lagi, aku akan keluar. Sekarang, Mas diem dulu, biar Ainanya cepet tidur," jawab Iccha ikut teriak demi mengimbangi suara berisik dari gedorannya pada pintu. Beruntung, sang suami masih mau menuruti perintahnya sehingga dia bisa lebih tenang menyusui Aina.

Namun, dugaan Iccha ternyata salah. Aldo diam bukan berarti emosinya sudah reda. Melainkan karena dia tidak ingin telinganya terganggu oleh tangisan Aina. Di depan pintu kamar lelaki itu mondar-mandir dengan wajah tegang, matanya penuh amarah. Dia pukul-pukulkan satu tangannya yang terkepal kuat pada telapak tangan satunya lagi. 

Setelah 15 menit berlalu, Iccha pun membuka pintunya dan keluar dari kamar. Dengan hati-hati, ditutuup kembali pintu itu agar Aina bisa lebih tenang tidurnya. Baru juga membalikkan badan, tiba-tiba ....

Plak! Telapak tangan Aldo kembali mendarat di pipinya. Iccha sampai terhuyung-huyung saking kerasnya pukulan tersebut. Kepalanya berdengung. Wanita beranak satu ini refleks memegangi pipinya yang terasa panas.

"Mas, kamu kenapa lagi, sih?" tanya Iccha dengan delikan mata tajam. 

"Heh, yang harusnya tanya-tanya itu, aku! Siapa laki-laki tadi?" Aldo kembali meninggikan susuara

Iccha masih menatap tajam Aldo sambil memegangi sebelah pipinya. Napasnya naik turun dengan cepat karena geram pada sang suami. "Yang jelas, dia orang baik ... bukan kayak kamu, suami tukang selingkuh yang tak tahu diri!" Tak kalah sengit, Iccha membalas ucapan suaminya dengan sinis.

Jawaban Iccha membuat Aldo kian naik pitam. Dia langsung menjambak rambut istrinya hingga perempuan itu meringis kesakitan. 

"Mas, ampun ... Mas, tolong lepasin, sakit," rengek Iccha sambil kedua tangan meronta-ronta agar Aldo melepaskan jambakannya. 

"Jangan playing victim kamu! Memutar balikkan fakta. Bukannya dulu, kamu juga pelaku? Mengkhianati cowok yang udah all out ngurusin hidupmu, bahkan keluargamu," ujarnya dengan senyum mengejek.

Iccha terdiam mendengar kata-kata Aldo. Sebuah fakta yang tak terbantahkan lagi kebenarannya. Dan dia pun baru menyadarinya sekarang bahwa pilihan untuk mengkhianati dan meninggalkan Brian itu merupakan kesalahan terbesar dalam hidupnya.

"Kenapa kamu tega sama aku, Mas? Bukankah dulu kamu yang janji bakal bahagiain aku? Makanya aku pilih untuk meninggalkan Kak Brian, tapi apa balasanmu sekarang?" Iccha ikut mengungkit masa lalu.

"Karena kamu yang memaksa aku melakukan itu!" teriak Adlo lagi sambil mencengkeram rambut Iccha lebih kuat.

"Apa maksud kamu, Mas? Memang aku sudah melakukan apa?" tanya Iccha sambil berusaha melepaskan tangan Aldo dari rambutnya.

"Siapa laki-laki tadi, hah? Sejak kapan kamu main gila sama dia?" sergahnya kian kasar.

"Mas, demi Tuhan aku nggak selingkuh. Tadi itu, orang suruhannya Mbak Siwi buat ngantar aku pulang." Iccha berusaha menjawab sambil menahan rasa sakitnya.

"Jangan bohong kamu!"

"Nggak, Mas... kalau nggak percaya, kamu telpon aja dia!"

"Dari mana dia tahu soal kamu ada di kafe itu? Siapa yang kasih tahu dia?" tanyanya sambil mendorong Iccha hingga kepalanya terantuk ke dinding.

Pelipisnya berdarah, Iccha pun mengaduh. Lukanya ini mengingatkan dia akan masa lalu. Bayangan peristiwa masa kecilnya dulu, mulai berputar ulang dalam benaknya. 

Melihat istrinya terluka tidak membuat Aldo khawatir. Dia masih kesal karena jawaban Iccha tidak memuaskan dirinya. Ditambah sekarang, sang istri malah menyebut-nyebut nama sekretaris perusahaan tempatnya bekerja.

Aldo berjalan bolak-balik di depan Iccha sambil memikirkan siapa kira-kira yang melaporkan kejadian ini? Apa mungkin ini ulahnya Brian? Aldo membatin. Sejujurnya, sampai hari ini, dia kerap merasakan kekhawatiran kalau lelaki itu akan kembali merebut Iccha dari sisinya.

Setelah beberapa saat, Iccha berusaha menenangkan diri dengan mengatur napasnya. Bagaimanapun semua telah terjadi, pilihan yang sudah diambilnya tak bisa dibatalkan. 

"Mas, apa yang aku katakan itu benar. Aku nggak selingkuh. Please ... percaya sama aku," ucap Iccha masih mencoba membangun komunikasi dengan suaminya. 

Aldo terdiam untuk beberapa saat. Kemudian, dia kembali buka suara. "Aku pikir, kamu bakal jadi istri yang bisa bikin aku happy. Sewaktu kita masih pacaran, kamu nggak banyak nuntut. Malahan dulu, kamu juga sering sekali beliin aku hadiah, tapi setelah menikah ... kenapa bikin pusing? Kebutuhan kamu terus bertambah, permintaanmu nggak ada habisnya," keluh Aldo seperti anak SD yang kebanyakan PR.

Iccha mengerutkan kening mendengar ucapan suaminya. "Mas, kamu nyadar nggak, sih, ngomong kayak gitu?"

Aldo menoleh dengan sorot mata tak suka. "Apa maksud kamu?"

Kini, giliran Iccha yang tersenyum meledek pada suaminya. "Tadi, kamu sendiri yang bilang kalau Kak Brian udah all out ngurusin aku, itu berarti termasuk kamu di dalamnya."

"Maksud kamu apa, hah? Jangan ngomong sembarangan!" Aldo kembali sewot.

Lihat selengkapnya