Setelah membaca pesan dari Siwi, Brian langsung membalasnya dan mengatakan untuk tetap tenang. Dia juga segera menghubungi Rafa agar berhati-hati karena Aldo tengah mencari informasi tentang dirinya. Saat mengetahui hal tersebut, sang asisten menyikapinya dengan santai.
"Don't worry, Bos... I'm okay," ujarnya sambil cengegesan.
Rafa merasa tidak bersalah atas apa yang telah dia lakukan, jadi untuk apa dia takut.
"Iya, saya tahu, Fa ... tapi kamu juga tetap harus waspada." Brian mengingatkan.
"Siap, Bos. Makasih banyak udah mengkhawatirkan saya," ujarnya jumawa karena merasa diperhatikan sang atasan.
Brian hanya tertawa menanggapi ucapannya itu. Kemudian, sambungan telpon pun terputus.
"Udah, sekarang lo istirahat, Kak," titah Aiko.
Brian mengangguk, lalu mematikan ponselnya sesuai saran Brisa. Kedua gadis itu pun keluar dan kembali ke kamarnya. Mereka bersyukur karena bisa melewati malam itu dengan damai.
Keesokan harinya, Brian dan Aiko sibuk membantu Brisa mencari tempat tinggal baru. Pak Amir dan Bu Mila ternyata sudah berpulang ke rahmatullah saat Brisa masih duduk di bangku kuliah. Jadi sekarang, dia sebatang kara karena satu-satunya kerabat yang dia punya hanyalah Bu Latifah yang masih berada di Qatar.
Kehadiran Brian dan Aiko menjadi penghiburan tersendiri untuk Brisa. Apartemen barunya pun dipilih yang dekat dengan rumah kakak beradik ini, hanya berjarak sekitar 5 menit berkendara atau kalau berjalan kaki cukup 10 menit saja.
Setelah selesai mengurus kepindahannya, Brisa langsung berangkat ke Surakarta untuk menemui seorang pengusaha batik yang akan dijadikan partner project-nya bersama Brian.
Sedangkan untuk menolong permasalahan Iccha, Brian meminta bantuan Siwi sesuai saran dari adiknya dan Brisa. Dengan pertimbangan bahwa Siwi sama-sama sudah menikah sehingga lebih memahami situasinya. Termasuk pemberian saran terkait bantuan lembaga yang berwenang, seandainya Iccha ingin membawa permasalahan yang dihadapinya ke ranah hukum.
Sepekan berlalu, Brisa sudah kembali dari Surakarta membawa proposal yang akan diajukan Brian pada perusahaannya untuk memperoleh persetujuan. Tak perlu memberikan penjelasan panjang, ternyata sang pimpinan langsung memberikan Acc-nya.
Sebelumnya, project ini memang sudah pernah dibahas dalam rapat perusahaan dan kali ini hanya menambahkan detail pada saat penyelenggaraan acaranya nanti. Terutama terkait penyajian kegiatan membatik yang akan dicoba oleh setiap pengunjung ketika festival sedang berlangsung.
Selanjutnya, Brian mengajukan plan project tersebut pada pihak Mr. Ahmed. Mereka langsung menyetujui dan meminta waktu pelaksanaannya itu bulan depan. Tentu saja hal ini membuat Brian dan Brisa benar-benar sibuk. Keduanya tak ingin ada kesalahan dalam kerja sama perdana ini sehingga harus sangat teliti mempersiapkannya.
"Jadi, kalian berangkat ke Turki akhir pekan ini?" tanya Aiko saat makan malam di apartemen Brisa untuk merayakan selesainya semua persiapan.
"Iya, lo mau ikut?" tanya Brian.
"Boleh?" Aiko terlihat antusias.
"Bolehlah, yang penting nggak pakai dana perusahaan," jawab Brian sambil menuangkan nasi goreng hasil masakannya ke atas piring.
"Yuk, Ai ... beneran ikut, biar aku ada temennya," timpal Brisa sembari menyusun potongan ketimun dan tomat di atas piring.
"Yakin mau ditemenin? Yang ada entar gue malah jadi nyamuk di antara kalian," sindir Aiko sembari melirik sang kakak yang lagi asyik menata ketimun dan tomat hasil irisan Brisa barusan ke piring berisi nasi gorengnya.
Brian tertawa. "Oh, ya udah ... kalau gitu mending nggak usah! Daripada entar gue gatal-gatal," balasnya sembari memberikan sentuhan terakhir dari masakannya, yakni menambahkan telur ceplok pada setiap piring.
Brisa terkikik geli mendengar candaan kakak beradik ini.
"Udah, ah ... mending makan dulu!" ujar Brian sambil membawa dua piring nasi goreng ke meja makan yang disusul Brisa di belakangnya membawa satu piring yang tersisa.
Aiko pun berjalan menuju meja makan. Dan dia senyum-senyum sendiri melihat kelakuan kakaknya ini. Saat itu, Brian meletakkan dua piring bersebelahan. Aiko pikir, itu untuk dirinya dan sang kakak, tapi pas Brisa meletakkan satu piring di tempat yang berlawanan, dengan cepat Brian menarik kursi dan duduk di sana.
Brisa pun sedikit terkejut, keduanya hampir saja bertabrakan karena berebut kursi. Gadis itu hanya geleng-geleng kepala sambil mesem-mesem melihat tingkah lelaki yang dia cintai dalam diam.
"Emang beda rasanya, ya ... kalau makan di piring yang dibawain Brisa?" tanya Aiko meledek sang kakak.
Brian hanya menanggapi dengan senyuman sambil menaikkan sebelah alisnya. "Kenapa, iri?" balasnya seraya melihat ke arah Aiko sambil memasukkan sesendok nasi goreng ke mulutnya.
"Idih, ngapain iri? Yang pasti rasanya sama, orang yang masaknya juga lo!" Aiko mencebik.
Brisa kembali geleng-geleng kepala melihat tingkah mereka berdua. "Udah, udah, kok jadi berantem."
Aiko mendelik pada Brisa dengan bibir cemberut, sengaja pura-pura ngambek untuk menggoda sang calon kakak ipar idamannya itu.
"Eh, udah lama aku penasaran sama kalian berdua," ujar Brisa mengalihkan topik.
Aiko menoleh. "Soal?" tanyanya dengan mulut penuh makanan.