Forget Me Not

Reni Haerani Supriadi
Chapter #28

Bee

"Cha, besok Ian sama Aiko pulang. Bukan Ibu bermaksud mengusirmu, tapi demi kebaikan semua orang ...."

"Iya, Bu, aku ngerti." Iccha menyela ucapan Bu Indira.

"Nggak apa-apa, ya, kamu kembali dulu ke kontrakan." Bu Indira masih memastikan perasaan wanita di hadapannya.

Iccha mengangguk. Dia sudah menyiapkan diri menghadapi kondisi seperti ini, lagipula memang belum saatnya menemui Brian secara langsung.

"Ini, kamu pegang ATM Ibu aja. Pakai untuk kebutuhanmu sama Aina, ya. Kalau kurang atau ada kebutuhan lain, kabarin Ibu aja." Bu Indira menyerahkan salah satu kartu ATM miliknya.

Iccha kembali terkesima, tak menyangka akan mendapat keberuntungan lainnya. "Nggak usah, Bu ... aku nggak mau ngerepotin Ibu. Bisa tinggal di sini aja aku udah seneng banget." Dia pura-pura menolak.

Bu Indira menggeser duduknya, merangkul Iccha dari samping. "Iccha nggak usah mikir begitu, Ibu seneng kok, kamu sama Aina di sini. Jadi ada temennya, apalagi Aina itu lucu banget."

Iccha menundukkan kepala untuk menyembunyikan senyumnya. "Makasih banyak, Bu ...."

"Iyaa, nih, ambil!" ujarnya lagi sambil meletakkan kartu ATM-nya tangan Iccha.

Wanita muda ini menoleh ke samping, lalu memeluk erat Bu Indira. "Ibuu, aku nggak tahu harus ngomong apa lagi. Makasih, ya, Bu." Iccha mengatakannya dengan suara bergetar.

"Iya, Sayang ... dengan senang hati," balas Bu Indira sambil mengusap-usap punggung Iccha. Dia tidak menyadari di balik pundaknya ada seringai licik dari wanita itu.

Setelah Iccha kembali ke kontrakannya, Bu Indira langsung beres-beres. Dia harus menghilangkan jejak ibu satu anak itu di rumahnya. Dirinya tak ingin melukai hati Brian. Walaupun tahu sang putra masih sulit melupakan mantannya tersebut, tapi dia juga tidak bisa memastikan apakah Brian akan menerimanya kembali atau tidak.

Keesokan harinya, Brian beserta rombongan tiba di bandara Soekarno-Hatta pukul 19:45. 

"Terima kasih banyak atas kerja keras semuanya. Mohon maaf kami tidak bisa mengantar sampai Surakarta," ucap Brian pada rombongan karyawan Lastri yang akan berganti pesawat menuju bandara Adi Soemarmo, Solo.

Mereka senyum-senyum mendengar candaan Brian sambil bergantian saling berjabat tangan. 

"Hati-hati semua, sampai berjumpa lagi. Salam untuk Mbak Lastri dan keluarganya, ya!" teriak Brian melepas kepergian mereka sambil melambaikan tangan.

"Pak Bri mau saya antar ke mana?" tanya Rafa setelah rombongan itu menghilang di balik pintu masuk keberangkatan.

Brian tidak langsung menjawab, dia menoleh ke arah Brisa. "Kita antar Mei dulu, baru ke rumah Ibu."

Rafa senyum-senyum. Tanpa perlu banyak omong, dia langsung menghubungi sopir kantor yang sudah tiba di bandara dan sedang menunggu mereka di parkiran.

Brian dan Rafa duduk sebelahan, sementara Brisa dan Aiko di jok belakang. Model dengan model captain seat seperti ini membuat ruangan terasa lebih luas dan nyaman karena konfigurasi joknya dibuat terpisah. Posisi Aiko berada di belakang Brian sedangkan Brisa di belakang Rafa. Kondisi ini memungkinkan Brian untuk bisa melihat Brisa dengan jelas hanya dengan sedikit menoleh ke belakang.

Mobil pun melaju dengan kecepatan sedang, meninggalkan Soeta menuju apartemen Brisa di Jatinegara. Aiko masih merasa ngantuk karena sepanjang penerbangan tadi tidak berhenti bercerita. Bersyukur, Brisa mau menjadi pendengar yang baik. Alhasil, baru beberapa menit jalan, dia sudah tertidur.

Berbeda dengan Brisa, meskipun lelah, tapi rasa kantuk itu masih menjauh darinya. Dia memalingkan wajahnya, menatap pemandangan kota Jakarta di malam hari dengan segala hiruk pikuknya. Melihat itu, Brian meraih botol minum yang tersedia di mobil.

"Mei!" panggilnya setengah berbisik. Gadis itu pun menoleh. 

"Mau minum?" tanya Brian sembari tangan kirinya yang memegang botol air mineral terentang ke arahnya.

Brisa tersenyum. "Makasih, Mas."

Rafa yang saat itu pura-pura tidur, berusaha menahan senyumnya. Sejak satu pekan lebih mereka menghabiskan waktu di Turki, beberapa kali dirinya memergoki sang atasan tengah memandang gadis itu secara diam-diam.

"Mas besok langsung kerja?" tanya Brisa iseng karena bingung tak punya topik untuk dibicarakan.

Brian tersenyum. "Kenapa? Mau ikut?" Dia sengaja menggoda gadis bermata hazel ini.

"Iih ... apa, sih, Mas." Brisa mencebik.

Rafa pura-pura menggeliat, memiringkan posisi badannya ke arah jendela. Dia tidak kuat menahan senyum mendengar gombalan bosnya.

Lihat selengkapnya