Forget Me Not

Reni Haerani Supriadi
Chapter #30

I Know

Melihat Brisa tertegun begitu, membuat Brian ikut gelisah. Jangan-jangan selama ini dia sudah salah mengartikan sikap gadis itu padanya.

"Jadi gimana, kamu mau terima permintaanku?" 

Brisa menatap kain yang ada dalam kotak rose gold itu cukup lama. "Mas Ian yakin, kain ini untukku?" 

"Iya, tentu saja," tegasnya. 

Gadis itu memejamkan mata, memikirkan jawaban apa pada lelaki di hadapannya ini. Benarkah semua ini atau sekadar lelucon sebagai sebuah hiburan. Ada ketakutan menyelimuti hatinya. Brisa menginginkannya, tapi dirinya juga tak siap jika harus terluka.

"Apa yang harus aku lakukan untuk meyakinkanmu, Mei?" Suara Brian terdengar putus asa.

Ketegangan di antara keduanya teralihkan kala mendengar teriakan dari Aiko. "Woi, ngapain kalian pada bengong di depan pintu gitu?" 

"Oh, hei, nggak kok, ini Kak Ian baru datang juga. Dia cerita katanya nyuruh kamu belanja." Brisa beralasan sembari cepat-cepat menutup kotak kain pemberian Brian tadi.

"Ooh, iya, nih, mana jalanan macet lagi. Dari rumah ke sini deket, tapi masalahnya harus belanja dulu. Dari super market-nya itu lho, yang bikin lama." Aiko mengeluhkan keterlambatannya.

"Ayo, masuk!" ajak Brisa akhirnya.

Brisa menggandeng Aiko masuk diikuti Brian dari belakang. Lelaki itu tampak murung karena kejadiannya tidak sesuai ekspektasi.

"Eh, itu kotak apaan?" tanya Aiko penasaran.

"Oh, ini, kain dari ...." Brisa bingung harus jawab apa.

"Titipan dari Mbak Lastri," sahut Brian membantu menjawab.

"Jadi itu, yang tadi mau lo bawa dulu ke apart?" tanya Aiko yang dijawab Brian hanya dengan anggukan.

"Kenapa lo? Kok, lemes gitu? Tadi pas pergi girangnya minta ampun, kenapa sekarang, jadi sedih gitu mukanya?" selidik Aiko.

"Nggak kenapa-kenapa. Gue tetiba inget ayah aja, makanya sedih." ucap Brian sambil meraih kantong belanjaan dari tangan Aiko. Dia berjalan menuju dapur.

Aiko memandang Brisa. Gadis itu hanya mengangkat bahunya sambil menggeleng. Karena aku, Ai ... kakakmu jadi sedih, jawab Brisa dalam hati.

"Bri, sini! Temenin aku ngobrol," ajak Aiko menarik lengan Brisa untuk duduk di sofa.

Gadis itu menurut saja. Seakan semua baik-baik saja, padahal dalam hatinya tetap gelisah. Dia memandang Brian yang sedang sibuk di dapur. Maafkan aku, Mas ... aku belum siap dapat pertanyaan tiba-tib dari kamu seperti ini.

"Ai, nggak bantuin Kak Ian?" tanya Brisa memotong ocehan Aiko yang lagi semangat 45 menceritakan perjalanan mereka di Turki kemarin.

"Iih, nggak usah! Nanti kalau butuh bakalan manggil dia."

Brisa pasrah, dia mengikuti kata-kata Aiko untuk tetap berdiam diri. Meskipun tak bisa dibohongi, dia tetap curi-curi pandang memprihatinkan Brian yang sudah memulai aksinya.

Brian memanaskan air dalam panci. Sambil menunggu mendidih, dia membuka kemejanya untuk ditukar dengan apron. Kemudian, lelaki ini pun mulai menyiapkan bumbu yang diperlukan seperti bawang putih cincang dan irisan cabe rawit merah, serta tomat ceri yang dibagi dua.

Tak lama kemudian, Brian memasukkan segenggam spaghetti mentah ke dalam panci air yang tadi dididihkan. Sambil menunggu spaghetti matang, Brian menyiapkan potongan filet ayam.

"Ai, bisa bantu cuci horenzo-nya nggak?" panggil Brian sambil mengacungkan seikat bayam Jepang.

"Bri, mau bantu nggak, tuh?" tawar Aiko.

"Boleh, deh, daripada diem. Nggak enak aku," sahut Brisa antusias.

Aiko senyum-senyum sendiri. Lalu dia iseng membuka kotak yang tadi dibawa kakaknya itu. Gadis itu langsung menutup mulutnya. Hoh, apa karena ini Kak Ian sedih? Apa dia ditolak? Aiko mulai menerka-nerka dalam hati.

Kemudian, dia cepat-cepat menutup kembali kotak tersebut dan pura-pura tidak tahu. Aiko kembali asyik memilih beberapa buku yang ada di rak untuk dibaca sambil menunggu masakannya matang.

"Masak apa, Mas?" tanya Brisa sekedar membuka obrolan sambil mulai mencuci horenzo-nya.

"Spaghetti aglio e olio with chicken and horenzo," jawab Brian singkat. 

"Wah, itu kan, pasta favorite aku," celetuk Brisa spontan.

"Ya, I know." Suara Brian nyaris tak terdengar.

Brisa terdiam. Dari mana dia tahu? Apa dia masak ini dimaksudkan untuk merayakan pengakuan cintanya? Makanya sengaja masak makanan favoritku?

"Udah bersih, tuh, horenzo-nya!" tegur Brian yang melihat Brisa bengong di depan wastafel cuci piring dengan keran yang tetap menyala.

Lihat selengkapnya