Bu Indira tersenyum. "Masyaallah, cantik sekali," ujarnya sembari merentangkan tangan untuk memeluknya.
"Astaghfirullah, Ibu .... aku kira kenapa? Bikin kaget aja," lontar Brian seraya geleng-geleng kepala karena ibunya sudah membuat jantungnya deg-degan.
Pada awalnya Brisa sedikit ragu menyambut pelukannya, tapi ternyata malah merasakan kehangatan yang berbeda. Sebuah pelukan yang sudah lama dia rindukan hingga tanpa terasa membuat ujung matanya basah.
"Masyaallah, kamu nggak cuma cantik, Nak ...."
"Tapi juga wangi, ya, Bu?" Brian memotong ucapan ibunya.
Bu Indira tersenyum sembari melepas pelukannya. Dia masih menatap wajah Brisa sembari tangan kirinya di pundak gadis ini, sedangkan tangan kanannya mengelus lembut pipinya. "Iya, harum sekali aroma tubuhmu, Nak ... pasti ini salah satu yang bikin kamu jatuh cinta, ya, Ian?" terkanya sembari menoleh ke arah sang putra yang berdiri di sampingnya.
"Iya, tapi gara-gara Ibu ngomong gitu, aku jadi iri," sahutnya.
"Hei, iri kenapa?"
"Iri karena aku belum bisa meluk dia kayak Ibu barusan," ucapnya sembari mesem-mesem.
"Hais, kirain kenapa?" ujarnya sembari menepuk pundak putranya ini. "Eh, ayo duduk, duduk!" Bu Indira mempersilakan seraya menggandeng lengan Brisa untuk duduk di sofa.
"Terima kasih, Ibu," ucapnya lembut.
Wanita paruh baya itu tersenyum dan mengangguk, lalu kembali menatap wajah gadis yang sekarang duduk di sampingnya hingga membuat Brisa kikuk.
"Ibu, kasihan itu anak orang dilihatin melulu," celetuk Aiko yang tiba-tiba sudah ada di sana.
"Habisnya cantik amat, Ibu suka," sahutnya.
"Beuh, belum resmi jadi menantu aja udah berhasil geser posisi aku, gimana nanti? Gawat!" celetuk Aiko sembari bergayut manja di lengan kanan ibunya.
"Hush! Ya nggak gitulah ... justru Ibu bahagia karena punya dua anak perempuan yang cantik paras dan akhlaknya," tuturnya lembut.
"Terus aku punya siapa?" celetuk Brian yang masih berdiri di hadapan ketiga wanita paling berharga dalam hidupnya.
Bu Indira terkekeh. "Kamu itu putra kebanggaan Ibu yang akan selalu menjaga ibunya, adik dan juga istrinya kelak."
"Ih, aku nggak mau nanti-nanti, Bu. Boleh nggak kalau aku minta restu Ibu buat nikahin Brisa secepatnya?" Brian tanpa ragu mengutarakan keinginannya. Kemudian, dia duduk di hadapan ketiganya.
Bu Indira dan Aiko sampai terbengong-bengong mendengar ucapannya. Sedangkan Brisa, saat itu tengah menangani debaran di dadanya. Kalimat Brian membuat jantungnya berdegup kencang.
"Kamu serius, Ian? Pernikahan itu nggak main-main, lho," tutur Bu Indira lagi.
Brian mengangguk. "Insya Allah aku serius, Bu. Apalagi Brisa itu sebatang kara, aku pengin secepatnya memberikan kehangatan keluarga yang selama ini, nggak dia dapatkan." Dia mengucapkan itu seraya menatap lekat gadis yang tengah tertunduk di hadapannya.
Bu Indira pun menoleh ke samping, kemudian merangkul kembali Brisa dengan penuh kasih sayang. "Kalau memang sudah yakin, bismillah Ibu restui kalian berdua."
Brian membelalakan mata mendengar ucapan ibunya. Dia langsung bangkit dan bersimpuh di hadapannya. "Ibu serius?" tanyanya dengan kepala menengadah menatap sang bunda.
"Iya, Ian ... Ibu sangat bahagia mendengar niat baikmu itu. Memang sudah saatnya kamu mengejar kebahagiaanmu sendiri. Ibu lihat kamu itu sekarang berbeda dan Ibu yakin, seseorang yang bisa membuatmu seperti ini, pastilah dia sangat istimewa."
Brian mengangkat sedikit tubuhnya hingga kini bertumpu pada kedua lututnya, lalu memeluk sang bunda begitu erat. "Makasih banyak Ibu," ucapnya sampai menitikkan air mata.
Bu Indira mengusap-usap punggung sang putra. "Sama-sama, Sayang. Ibu bangga dan bahagia karena Allah takdirkan Ian jadi anak laki-laki Ibu."
Brian terisak di pelukan ibunya. Begitu juga Aiko dan Brisa yang ada di sisi kiri kanannya ikut menangis haru. Dalam hati Brisa sekarang, semakin yakin dengan sosok lelaki pilihannya ini. Seseorang yang sangat berbakti, menyayangi dan mencintai ibu beserta adiknya.
Setelah puas menangis di pelukan ibunya, Brian tidak kembali duduk di sofa, melainkan tetap lesehan di depan Bu Indira.
"Bu, kalau aku akad nikah dulu, boleh nggak?" tanya Brian.
"Ya ampun, Kak, sengebet itu lo pengin nikah?" ledek Aiko.
"Eit, ini bukan masalah ngebet, Ai ... tapi menyegerakan niat baik. Lagipula, tunggu apalagi? Insyaallah aku sama Brisa udah siap, iya, kan Bee?"