Forgetting her

SZA
Chapter #4

Takdir

Kiky Anandita

Ada berbagai jenis pertemuan yang dapat dialami manusia. Tetapi mengapa hanya ada satu jenis perpisahan? KESAKITAN

*

SIAL. Hidupku memang penuh dengan kesialan. Sepertinya perjalanan kisah cintaku tidak akan pernah lancar seperti jalur tol. Apa aku tidak diizinkan merasakan keuwuan yang sepertinya dialami oleh semua orang. Bahkan adik laki-laki ku Dicky yang baru saja akan memulai kehidupan kuliahnya sudah memiliki lebih dari tujuh belas pengalaman berpacaran. Sedangkan aku baru memiliki satu, atau bahkan mungkin pengalaman itu tidak bisa diperhitungkan. Karena yang aku rasakan saat ini sangat berbeda dengan pengalaman dulu.

Sepanjang perjalan pulang waktu itu, Lina menceramahiku untuk menyerah pada kak Edwin. Bahkan kata-katanya yang menyebalkan meskipun benar masih terngiang di kepalaku. 'Kamu nggak boleh suka sama pacar orang' 'Pokoknya aku nggak mau punya teman yang jadi perebut pacar orang'. Padahal aku saja baru dua kali bertemu dan sedikit mengobrol dengan kak Edwin. Apa yang seperti ini aku sudah bisa dibilang perebut pacar orang?. Aku pun sadar diri, tapi kenapa hal ini tetap membuat ku jengkel. Rasanya sekarang ini aku sudah mencapai puncak amarahku dan ingin menghancurkan sesuatu.

"Kenapa sih teleponan mulu?! PACARAN LEBAY BANGET!!! Nyetir yang bener dong!"

Aku sudah tak tahan untuk mengeluarkan amarahku dan karena sekarang ini aku sedang bersama Dicky jadi aku melampiaskan amarahku padanya. Salah sendiri kenapa dia terus teleponan dengan pacarnya, kalau sedang menyetir kan seharusnya fokus menyetir saja. Dicky langsung kaget dan hampir menjatuhkan smartphone miliknya. Dia langsung melihat aku dengat tatapan membunuh.

"Ah, nggak papa kok sayang. Kayakanya dia sedang PMS. Yaudah aku tutup dulu ya. Dadah~~"

Aku tak percaya adikku bisa akting sebagus ini. Aku paling tau adikku Dicky, dia merupakan playboy akut yang bahkan pernah pacaran dengan teman ku dan tak lama kemudian mencampakkannya. Karena dialah aku diterpa banyak masalah saat SMA. Kelebihan yang dia punya cuma wajahnya saja. Sikap manisnya itu cuma kedok. Ya Tuhan, tolonglah hamba-hamba perempuanmu dari iblis bernama Dicky ini.

"Kenapa sih lo teriak. PMS lo?!"

"Aku cuma merasa kasihan dengan perempuan yang baru saja menghancurkan hidupnya sendiri karena bisa tertipu sikap manismu itu"

"Yah aku juga punya prinsip. Meskipun tidak pernah serius pacaran tapi aku tidak pernah selingkuh"

Melihat senyum main-main Dicky ini membuatku menghela nafas. Aku seperti berbicara dengan batu bukan manusia.

"Terus situ bener gitu?!. Sama aja namanya kamu cowok playboy. Cowok nggak bener yang bisanya nyakitin hati perempuan polos"

"Ini tu namanya cari pengalaman. Memilih dan memilah"

"Ah bodo amat. Ngomong sama kamu emang sama persis kaya ngomong sama batu"

"Yah.... terserah"

Aku kembali memfokuskan perhatianku pada jalanan kota di depan. Sekarang semuanya menjadi jelas dan aku tak bisa terus berharap. Katanya cinta perlu diperjuangkan, tapi sepertinya untuk kasus seperti diriku itu pengecualian. Karena kalau cintaku terus aku perjuangkan banyak orang yang akan terluka daripada berbahagia untukku. Yah kita harus meminimalkan korban. Cukup aku saja yang teluka, mungkin saja ini cuma perasaan sesaat. Meskipun aku mengakui aku tidak sering merasakan ini. Sekarang yang bisa ku lakukan cuma menghela nafas dan menerima kenyataan. MOVE ON.

Hari ini aku dan Dicky akan pindah ke apartemen baru. Karena Dicky melanjutkan kuliah di tempat yang sama dengan ku, akhirnya mama memutuskan kami untuk tinggal bersama agar bisa saling mengawasi. Lebih tepatnya aku yang mendapat tugas mengawasi perilaku adikku ini.

"Turun kita sudah sampai"

Aku memandang ke arah sekitar dan sedikit terkejut dengan pilihan apartemen adikku.

Lihat selengkapnya