“Dia masih memilki alter ego. Tapi setidaknya untuk saat ini, kondisi psikologisnya sudah lebih membaik dari sebelumnya.”
Pintu kamar kututup pelan-pelan. Kuberikan sedikit celah agar dapat mendengar jelas percakapan kedua orangtuaku dengan psikolog. Tadi wanita tua itu, yang mukanya kebule-bulean tapi Bahasa jepangnya sangat fasih, menanyaiku macam-macam seperti yang selalu dilakukannya tiap satu bulan sekali. Dulu sih lebih sering lagi. Mungkin satu minggu sekali. Aku enggak mau ingat karena enggak peduli juga.
Kalau boleh jujur, sebenarnya agak risih juga dia bertanya-tanya hal aneh seolah aku memiliki gangguan kejiwaan. Atau gangguan mental. Dia bilang, dalam diriku ada alter ego. Kepribadian lain yang secara sadar aku ciptakan. Pada hakekatnya ini bukanlah kelainan psikologis. Karena banyak di antara si penderita yang memanfaatkannya untuk meningkatkan rasa percaya diri atau sifat-sifat impian mereka lainnya yang tak bisa diwujudkan oleh kepribadian utama.
Tapi, alter ego yang ada dalam diriku ini berbeda dari yang lain. Kepribadian ini muncul dari hasrat terpendamku untuk memberontak. Muncul karena adanya keinginan untuk menunjukkan bahwa aku lebih memiliki kuasa pada mental orang-orang yang sudah membuatku cemas dan ketakutan.
Itulah yang dijelaskan si psikolog saat pertama kali berkonsultasi. Aku sangat bingung jadi aku abaikan saja. Sangat tidak penting mengetahui maksudnya lebih jelas.
“Jadi psikoterapi ini masih harus terus dilanjutkan, ya?” Itu suara ibu. Aku mendengarkan sambil melangkah pelan-pelan ke nakas di dekat jendela.
“Betul. Masih harus dilanjutkan sampai benar-benar stabil. Ada baiknya dibantu dengan minum obat-obatan khusus dari psikiater.”
Ada keheningan setelahnya. Sepertinya kedua orangtuaku sedang menimbang-nimbang karena tahu aku enggak akan mau minum obat selayaknya orang yang berpenyakit mental.
“Sudah tiga tahun berlalu. Kalian harus mulai memberi pengertian pada Mei-chan. Ini demi kebaikannya sendiri. Juga demi kebaikan kalian sebagai orangtuanya. Mei-chan masih sangat muda dan perjalanannya masih sangat panjang. Jika tidak segera ditangani dengan maksimal, saya khawatir keadaan ini akan berlanjut sampai ia dewasa.”
Apa-apaan sih. Kan, dia sendiri yang bilang kalau alter ego itu bukan penyakit. Bukan kelainan. Pokoknya aku tidak mau. Aku enggak akan mau walaupun bapak dan ibu sampai mengemis sekalipun.