Pasti adikku yang mengambilnya.
Iya, siapa lagi kalau bukan dia, orang paling menyebalkan yang pernah ada di kehidupanku. Orang yang selalu seenaknya saja dalam berbuat. Entah apa alasan dia mengambil dua gambar milikku. Aku enggak pernah tanya. Malas berurusan sama dia. Malas bertanya macam-macam. Asalkan enggak dipakai untuk mempermalukanku, aku akan tenang dan diam.
Lalu, musim panas berlalu dengan sangat cepat. Pada akhirnya aku gagal menyaksikan kembang api secara langsung. Angin musim gugur menyapa, memberikan kesejukan yang menenangkan, dan sekolah mulai aktif kembali. Kemudian tahu-tahu saja tiga tahun terlewati. Jadwal terapiku semakin melonggar. Psikiater bilang, kondisi mentalku sudah semakin membaik. Mungkin karena umurku yang beranjak dewasa, pola pikir dan moodku juga menyesuaikan.
Sekarang umurku lima belas tahun. Tepat awal Februari. Aku sudah bisa merasakan apa yang kebanyakan remaja putri alami. Sebuah perasaan yang mengaduk-aduk kondisi hati dan bisa membuat senang terus-menerus. Perasaan itu dikenal dengan nama ‘cinta’. Iya, aku sedang jatuh cinta pada lawan jenis. Perasaan ini sangat berbeda dengan apa pun yang sebelumnya pernah kualami.
Berawal dari surat kaleng yang diam-diam muncul di kolong mejaku, kata-kata manis yang selalu dia buat …. Ah, aku senyum-senyum terus kalau membayangkannya. Zaman sekarang masih ada saja metode pendekatan dengan surat. Tapi dia ini siapa, ya? Karena tidak pernah tercantum nama di dalam suratnya, tidak pernah terlihat juga wujud si pengirimnya, makanya aku sebut ‘surat kaleng’.
Aku penasaran sekali. Sedari dulu, sedari aku masih kecil, enggak pernah ada tuh satu cowok pun yang mendekatiku. Makanya begitu ada cowok yang memperhatikanku begini aku jadi sangat senang. Tidak hanya memberikan kata-kata manis yang membuat hati berbunga-bunga. Dia juga selalu menyemangatiku, tepat saat aku sedang terpuruk. Meski hanya dengan kata-kata, itu sangat berarti bagiku. Seperti memberikan efek magis. Bahkan lebih magis daripada tuturan orangtuaku sendiri.
Di hari ulang tahunku, dia memberikan sebuah hadiah. Seperti biasa pemberiannya selalu tersembunyi di kolong meja. Sebuah penjepit rambut berwarna salem diletakkan tertelungkup di atas surat. Penjepit itu berbentuk kupu-kupu. Kupu-kupu yang cantik juga lucu. Aku gemas sekali melihatnya.
Kegemasan ini kusingkirkan dulu sementara. Aku ingin cepat-cepat membaca isi surat dari si cowok misterius.
Selamat ulang tahun, Mei-chan.
Satu kalimat pertama sebagai pembuka. Ucapan ini saja sudah membuatku senang. Dia orang pertama yang mengatakannya.
Maaf, ya, aku tidak bisa memberimu benda yang mahal. Aku juga tidak bisa memberi benda unik untuk dipamerkan pada teman-temanmu. Tapi, meskipun murah, aku yakin penjepit rambut ini jauh lebih berharga daripada benda-benda itu. Karena akan membuatmu terlihat lebih menawan daripada siapa pun. Kalau rambut panjangmu digelung sedikit saja, rupamu yang elok terpancar dengan jelas. Aku sangat suka melihatnya.