Arum yang paling malang di antara kami bertiga, ditinggalkan mama saat usianya masih 4. Tak ada memori apapun yang bisa dia ingat di umur segitu. Beberapa foto almarhumah yang tersimpan cukup sebagai pengingat bahwa dia juga pernah punya ibu, kebanyakan foto-fotonya tersimpan di album rumah nenek.
Begitu mama meninggal, aku dan Arum dibawa ke rumah nenek, berada dalam pengasuhan nenek sedari kecil membuatku hidup mandiri. Kelas 4 SD sudah bisa cuci baju sendiri. Hal-hal yang paling kuhindari dulu ketika mama masih ada.
“Harusnya Pipit juga ikut, takut cuma tinggal berdua sama bapak kalian.” Kata-kata nenek dulu, aku tak terlalu memahami apa maksudnya dulu, dewasa kini aku paham kekhawatiran nenek.
Kak Pipit memang tidak ikut pindah, karena sekolahnya sudah masuk tahun ketiga, ujian menanti depan mata.
Begitu Kak Pipit bekerja dan berpenghasilan sendiri, aku dijemput, pulang kembali ke rumah masa kecil, tempat aku dilahirkan. Tepat setelah lulus SMP.
Saat itu Arum dibawa Kak Esti tinggal bersama. Walau begitu, Arum cukup beruntung. Kebutuhannya selama sekolah selalu tercukupi, dia menjadi pribadi yang ceria, pergaulannya luas, dan berprestasi di sekolah. Setidaknya nilainya selalu berada di 3 besar di sekolah.
Sekarang begitu kelulusan SMA, Arum tak berani bermimpi menginjak bangku perkuliahan. Kak Esti kecelakaan di perantauannya, aku sibuk dengan pekerjaanku dan mengurusi bapak, dan Kak Pipit dengan keluarga kecilnya sebagai ibu rumah tangga.
Satu bulan penantian kepulangan Kak Esti berujung kekecewaan, belum ada kabar. dua bulan berlalu, masih nihil. Tiga bulan kemudian, tak ada kemajuan.
Sejujurnya, aku masih sangsi, apa kakak benar-benar kecelakaan, semuanya bisa saja rekayasa. Hatiku gundah mengingat kemungkinan lain itu. Mengingat belum ada bukti pasti berupa foto kakak di rumah sakit atau apapun untuk menghilangkan kecurigaanku.
***
Paskal mengirim sebuah video yang karenanya, buyar semua kekhawatiranku selama ini. Bukti nyata jika Kak Esti seperti mereka ucapkan selama ini.
Kak Esti tengah berbaring tak berdaya di ranjang pesakitan rumah sakit.
Paskal meminta bantuan dari tetangga di desanya yang sama-sama bekerja di Arab. Dia meminta tolong untuk menjenguk istrinya yang sedang dirawat.
Dalam video kakak masih tak sadarkan diri, selang tertanam di mulutnya, dan berbagai peralatan medis tertancap di tangan. Video diarahkan ke kepala, tangan, kaki, tampak tubuh Kak Esti menyusut, bukan seperti kakak yang terakhir kami lihat.
Di sisi lain aku merasa lega, ketakutanku selama ini tak berdasar, dan sisi lain aku tak bisa membayangkan kecelakaan hebat ini sampai membuat kakak koma berbulan-bulan.
***