Setelah keributan yang terjadi dan perginya penyusup dengan paras mendiang Ratu, tak ada lagi yang berani menyebutkan perihal itu.
Sementara Putri Clementine belum tersadar dari efek racun selama sepuluh hari, Raja Adry tengah merutuki dirinya sendiri yang telah meremehkan tipu muslihat lawan. Walau tidak ada luka fisik yang berarti, bencana kali ini telah menghancurkan lubuk hati.
Pikiran Adry mengawang kembali pada saat itu, Adry hampir berhasil keluar dari pengaruh bubuk racun ilusi, namun bayangan Azalea yang mati mengacaukan segalanya.
Dahulu, Adry dan Azalea adalah teman sepermainan yang saling menjaga. Berbagi keluh kesah yang sama dan saling mengerti persoalan masing-masing.
Sampai pada suatu sore yang kelam, Azalea memberitahunya bahwa dialah yang akan menjadi Ratu tunggal. Tetapi ia tak percaya. Sepulang dari taman itu, Adry memberitahu ayahnya dan sikap sang ayah langsung berubah. Seperti dirinya yang disibukkan oleh pelajaran tingkat Raja, Azalea pun tak pernah ditemuinya lagi. Kediaman Jenderal perang pun seperti tidak menerima kunjungan.
Waktu berganti seperti menggulingkan cerita masa kecil mereka. Pada hari pemberkatan Adry, Azalea hadir di perjamuan kerajaan bersama ayahnya.
Adry sontak menoleh pada Raja yang duduk di takhta, memberi isyarat atas keheranannya, namun ayahnya hanya tersenyum senang.
Saat itu, Adry yakin bila ayahnya pasti berbicara dengan jenderal perang agar ia dapat bertemu dengan Azalea. Tetapi mengapa harus sekarang, di saat dirinya ingin melamar kekasih hati, Putri Clementine yang merupakan putri angkat jenderal perang.
Adry berniat menghampiri sang Ayahanda, tapi seseorang yang tak terduga muncul di aula istana dan menghadap Raja.
“Yang Mulia Raja, saya baru saja mendapat berita dewata tentang perjodohan.” Peramal agung yang dipanggil Tuan Malai itu menunjuk Adry dengan tajam dan beralih kepada Azalea di sudut aula.
“Katakan berita itu, wahai Peramal Agung. Biarkan semua tamu di sini mendengarnya,” titah Raja.
“Dewa-dewa telah memutuskan takdir perjodohan. Bintang-bintang dengan kehendak kuat akan merangkai rasi. Bangsawan dan jelata harus mendengar dan meyakininya. Putra Raja kita harus menikah dengan Putri Jenderal Perang agar makmur sejahtera kerajaan kita.”
Semua tamu di sana terkejut kecuali Raja dan Jenderal Perang yang saling melihat satu sama lain.
Perjamuan itu berlalu begitu saja bagi orang lain, namun tidak bagi Adry yang bimbang dengan perasaannya. Atas perintah sang ayah, Azalea diperuntukkan untuk tinggal di sini istana utama agar memperkuat hubungan Adry dan Azalea yang lama tak bertemu.
Seiring berjalannya waktu, Adry dapat menerima Azalea kembali ke hatinya. Bukan lagi cinta masa kecil yang kekanak-kanankan, melainkan komitmen untuk menerima Azalea seumur hidup.
Tetapi hal itu tak berlaku bagi Azalea. Sebab di suatu malam yang sepi, tanpa ada bintang-bintang yang bersaksi. Adry melihat dengan mata kepalanya sendiri saat Azalea menyamar menjadi pelayan dan menyusup keluar istana.
Selangkah bersembunyi, selangkah berlari, mereka sama-sama mengejar dan tak ingin ada yang mengetahui.
Bulan dilingkupi gemawan dan awan ditutupi bayang dedaunan, istana utama semakin jauh dan gelap tempat yang terpijak.
Sampai di bawah gua yang sunyi, tanpa ada makhluk nan berbisik, Azalea memijak lumut yang dengan hati-hati. Dalam gua tanpa penerangan, hanya kunang-kunang tangkapan Azalea yang dapat mengalahkan jalan.
Adry tetap mengikuti setapak demi setapak. Ia begitu hebat menghilangkan keberadaannya setiap kali Azalea curiga, menoleh kembali hanya untuk menemukan angin yang berusaha menyusup masuk ke dalam gua.
Sayangnya kesabaran Adry tak bertahan lama saat ia melihat seseorang yang ia kenal berpelukan dengan Azalea di ujung gua. Pria itu adalah Brigit, sahabat sekaligus saingan yang selalu ia kalahkan.
Tidak tahu lagi kesalahan apa yang dapat dia perbuat, Adry menggunakan seluruh kekuatannya untuk membuka portal menuju ruang penghukuman.
Keadaaan di ruang penghukuman teramat buruk. Bebatuan indah di sekitarnya hancur menyerupai pecahan kaca, lantai-lantai berjurang dan mengobarkan api, dinding-dinding berjarak oleh simpul pepohonan yang menjulang ke langit-langit. Api terus berkobar dan batang pepohonan terus tumbuh menerkam seperti lidah-lidah tajam.
Perselisihan mereka tak berakhir begitu saja. Saat Brigit tersudut, dia mengambil sebilah pedang dari inti kayu yang lebih kuat dibandingkan besi, bersiap membalikkan pertarungan sebelum Adry menyadari taktiknya.
Tetapi Adry sangat siap. Ia melompat mundur dan melayang di atas lantai yang pecah dan semak-semak berduri tumbuh di antaranya.
“Berhenti di sini, Brigit. Kau tidak akan pernah bisa menang melawanku yang telah menerima berkat dewata.” Adry memperingatkan degan wajah angkuh. Dengan api yang mengobar, ia menarik sebilah pedang yang hanya dimiliki oleh keturunan asli dewa.
“Aku tidak akan menyerahkannya pada pria brengsek sepertimu. Kau tanpa menanyakan pendapat, berani membawa dan mengurungnya dalam istana. Seharusnya kaulah yang menyerah, Adry. Dia mencintaiku dan kamu mencintai wanita lain,” tolak Brigit seraya mengarahkan ujung pedangnya ke arah Adry, bermaksud menantang.