Adry berpindah ke atas, memanggil para jenderal untuk mengikutinya mengejar pengkhianat yang baru saja kabur. Membawa pasukan yang setengahnya merupakan prajurit berkuda, para jenderal ikut bersama Adry ke barisan terdepan menuju arah perbatasan terang dan gelap. Beribu-ribu mil dalam hitungan detik, mereka tiba dengan senjata-senjata yang diperuntukkan untuk melenyapkan arwah.
Prajurit-prajurit yang berjaga di perbatasan segera melaporkan hal itu pada Brigit. Tetapi Brigit tidak memberikan perintah perang, malah meminta pasukannya mundur.
“Tuan, tidakkah ini menjadi saat yang tepat? Musuh telah berdiri di perbatasan dan membawa pasukan yang banyak. Jika kita mengangkat pedang sekarang, prajurit kita tidak akan kalah,” ujar pelayannya yang terheran-heran.
Brigit menurunkan tangan Ningrum yang kaku dengan kain putih membalut lehernya. Gadis itu belum tersadar sejak Brigit membawanya kemari.
“Seandainya kamu menurutiku, mungkin lukamu tak akan separah ini,” ucap Brigit, beranjak menuju pintu luar. “Jaga dia sampai aku kembali!” perintahnya sebelum meninggalkan istana gelap.
Di perbatasan, beberapa prajurit yang menyelinap masuk ke wilayah gelap telah menjadi santapan makhluk-makhluk kegelapan. Namun sejauh apa pun Adry masuk, tidak ada prajurit yang menahan atau melawan.
“Kepentingan apa yang membuat Raja bersedia memasuki wilayahku?” Ucapan itu berasal dari Brigit yang menunjukkan wujud aslinya di balik temaram pohon.
Adry menyalakan api dengan tangan kanannya dan membakar pohon di antara mereka. Agar cahaya dari batang pohon yang terbakar dapat menunjukkan wajah asli mereka, saling menatap dalam diamnya keremangan gelap dan kelip cahaya kuning membara.
“Serahkan manusia itu sekarang atau wilayahmu kujadikan rawa api, sama seperti pohon itu!” peringat Adry sambil menunjuk ke arah pohon dengan api yang berkobar dan akan menjalar sewaktu-waktu.
Brigit melirik sekilas dan terkekeh kecil. Dari balik jubah hitamnya, aura emas menyeruak, mengancam hingga ke prajurit-prajurit yang berjaga di perbatasan.
“Saat kau membakar wilayahku, mungkin istanamu telah rata dengan tanah,” balas Brigit. “termasuk penghuninya yang tidak berarti bagimu,” tambahnya demi memancing emosi.
Adry tertegun. Setelah sekian lama tidak menemui Brigit, pria itu telah berubah menjadi sosok yang berbeda. Energi yang dipancarkannya begitu gelap dan mengerikan.
“Aku tidak menginginkan pertarungan. Jika kau bersedia menyerahkan manusia itu, akan kubawa pasukanku kembali,” tawar Adry.
Brigit mengeluarkan botol racun kosong yang diberikannya pada Clementine dan melemparnya ke Adry.
“Dia tidak ada hubungannya dengan masalah meracuni Clement. Aku yang melakukannya,” ucap Brigit mengakui.
Adry enggan percaya. Dia tahu Clementine adalah pasangan yang ditakdirkan untuk Brigit. Seburuk apa pun dia, Brigit tidak akan mungkin membahayakan nyawa Clementine.
“Kau boleh tak percaya. Tapi racun itu memang berasal dariku. Aku ingin kau merasakan perasaan yang sama saat kau merenggut Azalea dari genggamanku,” kata Brigit mengompori.
“Beraninya kau!” Adry memanggil pedang pusakanya dari dalam api, bersiap menghujam Brigit yang berdiri diam di depannya.
Suara pedang yang beradu menggema di kegelapan untuk beberapa waktu hingga pedang Brigit terhempas dan menghujam pohon.
“Kau tidak akan pernah bisa mengalahkanku meskipun diberkati sekalipun. Seharusnya kau tahu hal itu sejak awal.” Adry menunjukkan diri di bawah cahaya.
Brigit mundur dengan luka sayatan di bahunya. Dia menatap tajam Adry yang bertarung tanpa aba-aba.
“Aku memang tidak dapat mengalahkan akal licikmu sejak dulu. Tapi Ningrum tak akan kuserahkan padamu. Kamu tidak dapat memercayainya, untuk apa membawa pasukan yang begitu banyak hanya untuk seorang wanita. Kau membuat malu leluhurmu!” kecam Brigit.
Adry meremas gagang pedangnya kuat, merasa sangat ingin menebas kepala makhluk di depannya.
“Aku tidak menginginkan wanita itu. Berikan padaku penawarnya dan aku akan mengampunimu!” seru Adry.
Beberapa pasukan yang berhasil masuk kini berdiri menjaga di belakangnya dan mengepung Brigit seperti pasukan kucing mengepung seekor tikus.
“Jika kuberikan penawarnya, apa kau yakin Clement benar-benar akan bangun untuk melihatmu lagi?” tanya Brigit saat mengeluarkan sebotol madu yang dia simpan untuk makan malam.
“Apa maksudmu?” heran Adry.
“Racun yang kuberikan pada Clement adalah satu-satunya obat untuk luka dalam karena lingkar api dewata. Menurutmu, siapa yang tega menyakiti Permaisuri Kerajaan nan baik hati itu?” sindir Brigit telak.
Jika Brigit tidak mengungkitnya, Adry akan melupakan kejadian beberapa waktu lalu saat berdebat dengan Clementine dan kekuatannya lepas dari segel. Entah bagaimana caranya, perhatian Adry beralih pada kolam cermin jiwa dan meninggalkan Clementine yang terperangkap dalam lingkar apinya.
“Hentikan omong kosongmu dan berikan padaku penawarnya!”
Brigit menyerahkan botol madu itu dan menghilang dari pandangan Adry dengan cepat seraya tertawa.
Saat Adry sadar bahwa dia dipermainkan, aura membunuh berkobar dari dirinya dan membangunkan Ningrum yang sedang terbaring di istana kegelapan.
Ningrum berjalan tertatih-tatih mengikuti intuisinya dan menelusuri hutan yang gelap. Sesekali menabrak pohon atau ranting yang menggores lengan, ia tetap melangkah hingga kobaran api tampak di manik matanya yang lelah.