Sang surya merayap masuk dari celah jendela. Suara burung berkicau dan raungan kendaraan tumpah ruah, mengusik ketenangan pagi Nada. Segera ia bersiap. Nada tak ingin terlambat lagi. Sudah cukup keterlambatannya waktu itu membuat kakinya pegal berhari-hari. Maklum, ia sendiri juga malas berolahraga meski hanya sekadar jogging saja.
Aroma khas nasi goreng menyambangi indra penciumannya begitu sampai di tangga. Sudah lama rasanya tak menyantap nasi goreng buatan sang ibu. Namun, saat sampai di ruang makan ia langsung dikejutkan oleh pemandangan yang seolah jadi mimpi buruknya.
"Lo ngapain di sini?"
"Diundang nyokap lo sarapan di sini."
Hah?
***
Pagi harinya yang tenang menjadi kelabu sejak kedatangan Gamma. Cowok rese itu makan dengan lahapnya di rumah orang sampai anak si tuan rumah terabaikan.
"Maaf ya, Sayang, tapi kalo Mama bilang dulu, kamu pasti nolak." Begitu jawaban lembut ibunya.
Fix! Gamma pakai pelet.
Kekesalannya makin memuncak. Jika bukan karena ibunya mana mungkin ia mau semobil dengan Gamma. Nada menghela napas kasar. Tanpa sadar, kakinya menendang bagian bawah mobil yang membuatnya langsung mengerang kesakitan. Gamma pun refleks menginjak pedal rem, hingga kepala Nada terbentur dashboard mobil.
"Aduh! Kalo mau bunuh diri jangan ngajak gue dong!" tukas Nada. Amarahnya sudah hampir sampai puncak.
"Ya kali bunuh diri. Gila apa, ya kagak lah! Gue refleks injek rem gegara lo nendang mobil gue tadi. Coba kalo lo diem anteng, gue juga nggak bakal rem mendadak." Gamma yang sebelumnya santai pun mendadak kesal. Takdirnya buruk sekali harus bertemu dengan orang aneh dan seajaib Nada.
"Lagian lo juga ngapain mau aja sih disuruh Mama ke rumah? Lo tolak kan bisa, alasan apa gitu. Mana Mama akrab banget lagi sama lo. Bikin kesel aja! Jangan-jangan lo pelet Mama ya biar kecantol sama lo?" ujar Nada. Suaranya naik satu oktaf.
"Enak aja nuduh gue pake pelet. Kagak lah!" jawab Gamma tak mau kalah.
"Atau jangan bilang lo mau nyoba cari muka di depan Mama biar bisa deketin gue? Gitu?"
Gamma berdecak. Menatap kesal cewek bermata jernih di sebelahnya. "Ternyata selain kepo dan hobi nuduh, lo juga punya tingkat kepedean di atas rata-rata ya? Ckckck parah."
Nada menatap sengit netra cokelat itu. Sorot tenangnya membiusnya seketika hingga deringan ponsel mengagetkan mereka. Nama Manda tertera di layar ponsel Nada.
"Halo?"
"....."
Usai mematikan panggilan, Nada langsung menepuk lengan Gamma panik. "Gam, buruan! 10 menit lagi gerbang ditutup!"
***
Bel istirahat baru saja berbunyi tapi kantin sudah penuh sesak dengan mereka yang haus dan kelaparan. Cuaca siang ini tidak begitu panas tapi cukup membuat rasa hausnya menggelora. Di hadapannya dua gelas yang sisi luarnya berembun sudah kosong dan sebotol air mineral dingin yang tersisa setengah.
"Jadi lo beneran berangkat bareng Gamma?" Nada menggumam pelan.
"Terus kenapa waktu itu, lo jawab enggak kenal dia?"
Manda masih menginterogasinya. Cewek itu sama keponya dengan Nada. Tapi jika ia masih bisa ditolerir, bedanya Manda tidak. Manda bakal terus mencari tahu sekalipun sampai ke akar-akar di inti bumi dalam.
Nada menghentikan aktivitasnya. Menatap Manda penuh keyakinan. "Gini ya, awalnya tuh--"
Tett ... tett