Fragile Heart

Angela Nathania Santoso
Chapter #1

PROLOG

Sore itu, matahari bersinar tidak terlalu terik. Langit lebih banyak tertutup dengan awan putih. Sinar matahari tidak terlalu menyengat karena bersrmbunyi di balik awan-awan tersebut. Angin pun ikut mendukung sejuknya sore itu, tidak berhembus terlalu kencang, hanya sepoi-sepoi.

Di sebuah kampus yang cukup ternama di Jakarta, keadaan sore yang sejuk itu membuat para mahasiswa merasa nyaman untuk duduk di taman kampus. Taman kampus tersebut tidak terlalu besar. Hanya berukuran 15 meter persegi. Ada lima pohon besar yang sudah lama tertanam di taman tersebut. di bawah setiap pohon itu, dibuat sebuah meja bundar yang terbuat dari semen, disertai juga beberapa kursi dari batu yang diletakkan berkeliling di meja tersebut. Setiap meja memiliki lima kursi. Selain meja-meja tersebut, ada juga beberapa kursi panjang yang diletakkan pada sisi taman. Kursi-kursi tersebut memiliki sandaran, terbuat dari kayu dan besi yang dicat berwarna coklat muda.

Sore itu, dengan suasana yang sejuk, banyak mahasiswa yang menghabiskan waktunya di taman itu. Banyak dari mereka yang mencari suasana yang segar, setelah seharian lelah berkuliah. Beberapa dari mereka menggunakan kesempatan itu untuk mengerjakan tugas kelompok. Selain itu, ada juga yang menghabiskan waktu dengan membaca buku, atau dengan mengobrol dengan temannya.

Di tengah keramaian taman, ada dua orang, laki-laki dan perempuan, duduk bersebelahan di salah satu kursi panjang yang tersedia. Mereka berdua mengarahkan posisi duduk mereka ke lapangan basket yang terdapat di depan mereka. Lapangan basket itu cukup ramai. Sepertinya sedang UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) Basket sedang berlangsung.

Kedua mahasiswa tersebut duduk bersantai sembari menikmati semilir angin. Mereka melepaskan tas yang mereka bawa, dan meletakkannya di samping mereka. Perempuan tersebut juga meletakkan beberapa buku yang dipinjamnya dari perpustakaan. Ia memerlukan buku itu untuk mengerjakan tugas akhir semesternya. 

“Enak banget ya, Len, suasananya. Ga begitu panas, sejuk, anginnya juga lagi enak banget,” ujar laki-laki tersebut sambil memejamkan mata, menikmati suasana sore itu. Ia menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi di belakangnya. “Jarang-jarang nih suasana kaya gini.”

“Iya, bener banget, Than. Jarang banget lho, di kampus bisa dapet suasana seperti ini. Ga panas, ga hujan, tapi sejuk,” perempuan yang dipanggil Len mengiyakan perkataan lelaki tersebut. Perempuan tersebut juga menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi, melepas ketegangan pada punggungnya yang membawa tas ransel yang cukup berat. Beberapa buku tebal yang dibawanya juga cukup memberikan rasa pegal pada kedua tangannya. Benar-benar suasana yang sangat nyaman untuk beristirahat sejenak.

 “Lo udah ga ada kuliah lagi abis ini, Len?,” tanya laki-laki itu ke Alena, mahasiswi yang sedang duduk di sebelahnya. Kedua mahasiswa tersebut berbeda fakultas, dan juga angkatan. Alena adalah mahasiswi Psikologi semester empat, sedangkan laki-laki tersebut, Nathan, adalah mahasiswa Ekonomi semester enam.

“Udah ga ada, Than. Tadi kuliah terakhir jam dua. Terus abis itu tadi ke perpus dulu, pinjem ini nih, buat tugas,” Alena menjawab Nathan sambil menunjuk tiga buku cukup tebal, yang ia letakkan di sebelahnya. Alena sempat memutari perpustakaan beberapa kali demi mencari buku yang dipinjamnya sekarang ini.

“Lo emang anak rajin, Len. Pantesan aja dulu lo bisa masuk ke panitia lomba debat universitas. Ga heran sih gue,” puji Nathan kepada Alena.

Nathan bertemu Alena sepuluh bulan lalu, saat mereka berada di sebuah kepantiaan lomba yang diadakan di kampus mereka. Saat itu, Nathan menjadi koordinator dari seksi acara, dan Alena adalah salah satu anggotanya. Nathan menilai kerja Alena sangat baik, teliti, dan cekatan. Wajar saja jika ia berhasil masuk di jajaran kepanitiaan tersebut. Nathan saat itu memang berada di dalam kepengurusan BEM universitas, sehingga ia memegang peran sebagai koordinator. 

Semenjak kepanitiaan tersebut, Nathan dan Alena menjadi akrab. Mereka sering bertemu di luar jam perkuliahan mereka, untuk sekadar membahas kuliah mereka, atau juga pergi makan bersama. Beberapa kali, mereka juga bertemu di perpustakaan untuk membantu mencarikan buku referensi untuk tugas masing-masing. Jika kalian mengira ada hubungan khusus, kalian salah. Mereka tidak memiliki hubungan yang khusus, hanya sebatas persahabatan. Namun, dalam hati manusia, siapa yang tahu kan ya?

Lihat selengkapnya