Fragile Heart

Angela Nathania Santoso
Chapter #5

Bab 4

Sebulan bekerja, Alena sangat menikmati bekerja di tempat tersebut. Ia bersyukur punya sebuah lingkungan kerja yang sangat nyaman. Karyawan yang ada di bagian HRD saling menolong dan dapat bekerja sama dengan baik. Ia, yang masih terbilang anak baru, dapat menyesuaikan diri dengan lumayan cepat karena adanya bantuan dari karyawan yang lain. Mereka tidak pernah membedakan antara anak baru dan anak lama.

Kak Maria, mungkin bisa menjadi salah satu yang harus diberi penghargaan atas pencapaian Alena. Kak Maria dengan sangat sabar memberi arahan kepada Alena mengenai pekerjaan yang harus dilakukannya. Ia sangat banyak membantu, dan sangat sabar dalam mengajari Alena. Seperti dugaan Kak Maria sebelumnya, dalam waktu satu bulan, Alena sudah dapat menguasai semua dasar pekerjaan yang harus dia lakukan. Mungkin, hanya ada satu atau dua tugas yang agak sulit saja, yang dia masih perlu banyak bertanya kepada Kak Maria.

Di luar pekerjaannya, ada satu hal lagi yang membuat Alena bertambah bahagia ketika bekerja di tempat itu, yaitu bisa kembali bertemu dengan Nathan. Sebenarnya, Alena merasa senang ketika mengetahui bahwa laki-laki tersebut masih mengingatnya, dan dalam keadaan yang baik. Sejak pertemuan pertama tersebut, Alena beberapa kali berpapasan dengan Nathan. Bahkan di beberapa kesempatan, mereka sempat makan siang bersama, dengan mengajak Rizal atau Kak Maria.

Seringnya bertemu dengan Rizal dan Nathan, membuat Alena mengenal Rizal. Rizal adalah sahabat terbaik Nathan selama ia bekerja. Mereka bertemu saat wawancara kerja, dan akhirnya bersahabat sampai saat ini. Selain itu, nasib mereka yang hampir sama, semakin membuat mereka semakin akrab.

Rizal memiliki tinggi yang hampir sama dengan Nathan, 165 sentimeter (sedangkan Nathan 167). Secara fisik, Rizal sebenarnya bisa merupakan salah satu orang yang dikagumi oleh banyak orang. Badannya tegap, kurus, lumayan tinggi, dan juga memiliki kulit sawo matang. Namun, sepertinya nasib tidak selalu berpihak kepadanya. ia masih jomblo hingga saat ini, semenjak putus dari pacaranya dua tahun lalu. Rizal sebenarnya sangat ingin mencari penggantinya, tetapi masih belum ada yang sreg di hati, katanya.

“Len, gimana kerjaan lo? Lancar?” tanya Nathan di suatu siang. Saat itu, waktunya istirahat. Mereka bertiga, Nathan, Alena, dan Rizal, sedang makan siang bersama di kantin. Kak Maria yang biasanya ikut, sedang berada di luar kota. Maka mereka hanya bertiga saja hari ini.

“Gue bersyukur sih, kerjaan gue lancar,” Alena tersenyum menjelaskan pekerjaannya. Ia memang sangat bersyukur akan pekerjaan yang dia lakukan.

“Sering dikerjain ga lo?” tanya Rizal menimpali.

“Enggak kok. Justru mereka semua baik. Temen-temen gue di sana baik-baik kok. Atasan gue juga sabar banget ngajarin gue banyak hal,” cerita Alena.

“Atasan lo? Yang biasa makan sama kita?” tanya Rizal, mencoba memastikan.

“Iya, Zal. Dia atasan gue. Supervisor di bagian gue.”

“Tahu ga, Len? Selama ini, gue pikir tuh, dia staf biasa kaya kita,” Rizal seakan mengakui kesalahan yang sudah diperbuatnya selama ini. Untung saja tidak ada orangnya di tempat itu.

“Emangnya kenapa sih, Zal? Masih mau cari pacar ya?” tanya Alena sambil menggoda.

“Hehehe, ya gitu deh Len. Kenalin dong, sama anak-anak HRD. Siapa tahu ada yang kecantol sama gue,” Rizal sedang berusaha untuk tebar pesona.

“Mainlah, Zal, ke tempat HRD. Masa lo perlu dapet SP (Surat Peringatan) dulu, baru bisa main ke HRD?,” Alena mencoba untuk bercanda kepada Rizal.

“Mmm, kalau memang perlu dapet SP dulu, baru bisa main ke HRD sih, gue mau aja. Asalkan ada cewek yang manis kaya lo,” Rizal balas berkelakar. Mendengar selipan pujian dari Rizal membuat pipi Alena agak bersemu merah. Jarang ada orang, terutama laki-laki, yang berkata seperti itu terus terang di hadapannya.

“Terusin aja, Zal, godain cewek terus sampai dapet,” Nathan hanya bisa terkekeh melihat tingkah Rizal. Nathan tahu betapa ngebetnya Rizal.

Lihat selengkapnya