Setelah sampai di kosan siang itu, Nathan langsung memasuki kamarnya. Ia meletakkan tasnya di atas meja, dan duduk termenung di kursi. Ia belum mengganti baju kerjanya sama sekali, karena seakan merasa tidak ada tenaga untuk melakukannya. Sepanjang perjalanan pulang, Nathan terus menerus memikirkan mengenai kejadian yang baru saja terjadi. Untungnya, ia bisa pulang dengan selamat, meskipun mungkin banyak melamun sepanjang perjalanan.
Nathan masih tidak habis pikir mengenai perkataan Pak Ridwan di ruangannya tadi. Tidak diangkat menjadi karyawan tetap, berarti sebentar lagi ia akan kehilangan pekerjaan. Padahal ia benar-benar menginginkan posisi tersebut, dan pekerjaan ini adalah yang diinginkannya. Ia mengingat-ingat lagi, berapa jumlah uang yang ada di tabungannya. Ketika ia menghitungnya, ia tahu, bahwa ketika ia tidak mendapatkan pekerjaan segera, kiriman uang ke rumah juga akan terhenti. Pasti mamanya harus bekerja lebih keras untuk membiayai Lala, adik semata wayangnya.
Nathan turut mengambil bagian untuk menjadi tulang punggung keluarganya setelah papanya berpulang ke Surga, dua bulan sebelum Nathan diwisuda. Hal tersebut memang merupakan pukulan yang lumayan telak bagi keluarga Nathan. Sebelumnya, memang bukan hanya papanya yang menjadi tulang punggung keluarga. Mama Nathan pun punya toko kecil-kecilan di depan rumah. Namun, penghasilan terbesar tetap berasal dari papa Nathan. Semenjak papanya meninggalkan mereka semua, mama pun berusaha lebih keras untuk mendapatkan lebih banyak uang untuk menghidupi Nathan dan juga Lala. Beruntungnya, saat itu, Nathan hanya tinggal menunggu wisuda, jadi dia bisa membantu mamanya untuk berjualan.
Ketika Nathan mendapatkan pekerjaan ini, betapa senangnya dia, karena bisa membantu untuk meringankan beban mamanya. Namun, dengan keadaan sekarang ini, Nathan justru menjadi bingung. Bagaimana untuk menyampaikannya kepada mama? Lalu, Nathan harus melakukan apa untuk mencari pekerjaan lagi? Di Jakarta, mencari pekerjaan tidaklah mudah, banyak saingannya. Yah, meskipun ia bisa cukup menang karena sudah adanya pengalaman bekerja. Namun, tetap saja, akan sangat susah untuk mendapatkan pekerjaan dalam waktu dekat.
Di tengah semua kegalauan yang dialami Nathan, ia sedang memikirkan juga, kira-kira siapa yang dapat menjadi teman curhatnya? Kalau sekarang dia perlu menghubungi Rizal, pasti dia sedang sibuk. Apalagi Alena. Terlintaslah satu nama di kepalanya, Clara. Ya, dia bisa bercerita kepada Clara mengenai permasalahannya ini. Berharap Clara bisa memberikan jalan keluar untuknya.
Nathan segera mengambil ponselnya, dan mengirimkan pesan kepada Clara, menanyakan apakah pacarnya sedang sibuk. Namun, ia mengurungkan niatnya. Nathan hanya berpikir, lebih baik baginya untuk menghampiri Clara langsung ke tempat kerjanya. Paling tidak, bisa mengajak Clara jalan atau makan malam, sambil membicarakan masalahnya.
Ia mencoba menelepon Clara terlebih dahulu, namun tidak ada jawaban. Ia mencoba sampai lima kali, tetapi tidak ada jawaban juga dari Clara. Paling tidak, ia ingin memberi tahu dulu bahwa ia hendak menuju ke kantornya, dan mengajaknya jalan. Ah, sudahlah. Paling Clara lagi sibuk, tapi dia ada di kantornya.
Tekad Nathan sudah bulat. Ia segera membuka ponselnya lagi, dan memesan ojek online. Setelah melakukan pemesanan, ia segera mengambil tasnya kembali, dan berjalan keluar kamar. Ia merasa mendapatkan sedikit semangat, dengan harapan pacarnya bisa membantunya, atau paling tidak menjadi teman curhatnya.
Perjalanan dari kosan Nathan ke kantor Clara ditempuh sektar satu jam. Perjalanan cukup tertunda karena sudah mulai macet, karena hampir jam pulang kerja beberapa perusahaan besar. Saat di perjalanan, Nathan cukup khawatir jika tidak sampai di kantor Clara sebelum ia pulang. Nathan melirik sekilas ke jam tangannya, sepertinya masih sempat baginya untuk bisa sampai ke tempat kerja Clara, sebelum jam kerja Clara berakhir.
Pukul 16.55, Nathan sudah sampai di depan kantor Clara. Ia bersyukur bisa sampai sebelum waktunya Clara pulang. Setelah turun dari ojek online yang dipesannya, ia menyerahkan beberapa lembar uang untuk membayar ojek yang sudah mengantarnya. Nathan mengucapkan terima kasih, sambil mengembalikan helm kepada pengemudi ojek tersebut. Nathan segera berlari memasuki kantor tersebut.
Clara bekerja sebagai seorang editor di salah satu majalah fashion ternama di Indonesia. Fashion memang sudah menjadi kesukaan Clara sejak ia kecil. Ia merasa sangat beruntung ketika dapat bekerja sebagai editor di kantornya saat ini. Tak heran, penampilan Clara juga cukup fashionable, karena memang itu yang disukainya.
Gedung kantor majalah tersebut cukup besar, lebih besar daripada kantor Nathan. Gedung tersebut memiliki 15 lantai. Di depan pintu utama, ada taman yang cukup terawat. Tanaman yang ada cukup bervariasi, mulai dari yang hanya berdaun, sampai yang memiliki bunga. Di tengah taman tersebut, dibuat juga sebuah ayunan, yang bisa digunakan untuk bersantai para karyawannya.
Beberapa kali Nathan sudah menjejakkan kakinya di sana, sehingga cukup mengingat bagian depan sampai lobi kantor tersebut. Ia segera melangkahkan kakinya menuju ke lobi kantor tersebut. Di pintu masuk, ada dua satpam yang sedang berjaga. Mereka hanya mengecek tas Nathan melalui metal detector, dan mempersilahkan Nathan untuk masuk ke dalam.