Jalanan kota pada tengah malam telah lengang. Hanya ada satu dua kendaraan yang masih berlalu lalang. Timur menemukan bagian tembok kosong di sepanjang trotoar. Ia mengeluarkan beberapa ragam warna cat semprot dari dalam ranselnya. Angga berjalan menjauh darinya untuk memandangi lukisan lain pada tembok trotoar.
“Angga, kemarilah. Kamu bisa mengambil ini.” Ujar Timur memanggilnya dengan sedikit berteriak.
“Apa aku bisa melakukannya?” Angga memandangi botol cat semprot di tangannya dengan ragu.
“Coba saja. Kamu kesini untuk mengungkapkan pada tembok ini melalui cat semprot yang ada pada tanganmu tentang segala keresahan yang tidak bisa kamu ungkapkan kepada seseorang di sekitarmu.”
Angga mulai menyemprotkan warna-warna itu sesuka hatinya. Dia memiliki imajinasi dalam pikirannya, namun tetap saja lukisannya berantakan, tidak seperti milik Timur yang selalu membuatnya kagum. Dia menyemprotkan warna biru laut, membuat sebuah bentuk menyerupai pesawat dengan warna hitam dan menyemprotkan secara serampangan sebuah cat berwarna merah.
Malam yang hening dan semilir angin malam mengantarkan suara sirene polisi. Timur yang menyadari suara itu menghentikan lukisannya dan menarik tangan Angga. “Ada patroli malam.”
Mereka berdua bergegas memasukkan botol-botol cat ke dalam ransel dan berlari meninggalkan trotoar, menjauhi sumber suara sirene yang terdengar berbelok ke arah trotoar tempat mereka menggambar sebelumnya. Keduanya bersembunyi di balik pepohonan yang berdiri di sepanjang perumahan di tengah kota. Gelap malam menyamarkan keberadaan mereka. Suara sirene semakin menjauh, melewati tempat persembunyian keduanya.
Timur keluar dan dibarengi dengan Angga. Mereka kemudian duduk di kursi-kursi jalan yang kosong di tengah malam. Keduanya saling berpandangan dan melepaskan tawa.