Fragments

Ming
Chapter #2

Chapter II

Terlihat tubuh seorang pria tertidur di tengah gurun tandus. Ditekuk tubuhnya membentuk fetus dan matanya tertutup menandakan ia sedang terlelap. Dinginnya udara tidak mampu untuk membangunkannya bahkan tanah bebatuan yang menjadi alas tempat tidurnya tidak mengganggunya sama sekali. Sebatang pohon tumbuh gagah di atas tubuh pemuda itu, dengan akarnya membelit tubuhnya. Pohon ini memang tidak terllau besar tetapi yang menjadikannya unik adalah selain bentuknya yang meliuk, buah yang dikeluarkan juga menyala terang dengan warna yang bermacam-macam. Bisa dibilang daripada sebatang pohon ia terlihat lebih mirip dengan penerang jalanan terutama dengan keadaan tempat ini yang hampir gelap gulita. “Jeanne.”, bibir pria yang sedang tertidur bergerak, berbisik. Akar yang sedari tadi melilit tubuh si pria bernama Jean dengan ketat mulai terlihat melemahkan belitannya. Tetapi ia tak kunjung juga membuka matanya dan bangun.

Tak pernah ia bayangkan, di mimpi maupun di lamunannya yang paling liar bahwa akan menjadi seperti ini akhirnya. Ia menandatangani surat perintah itu karena ia yakin bahwa itu adalah hal terbaik yang bisa ia lakukan saat itu. Bahkan Jeanne yang mengetahui keberadaan surat perintah sudah berserah diri dan pasrah, bahkan mendukungnya. Terkadang kita harus mendahului kepentingan orang banyak sebelum kepentingan pribadi adalah kata-kata terakhir yang diucapkan Jeanne ketika mengetahui keputusan Jean. Jeanne lalu melanjutkan, “Tetapi kumohon, di masa depan ketika kau sedang melamun melihat keluar jendela seperti yang suka kau lakukan, ingatlah aku sebentar saja. Tak perlu setiap kali, tetapi sesekali. Ingatlah tidak tentang apa yang mungkin bisa terjadi tetapi apa yang telah terjadi. Ingatlah tentang segala hal baik maupun buruk yang telah kita lalui bersama.” Dan Jean sudah bersumpah akan melakukannya, segala hal baik maupun tidak yang pernah dialaminya bersama Jeanne akan terus ia kenang. Terutama karena tak mungkin lagi bagi Jeanne untuk melakukannya. Inilah hukuman bagi Jean untuk dirinya sendiri yang telah memerintahkan eksekusi pada gadis yang dicintainya.

Setidaknya itulah yang seharusnya terjadi. Jika saja Jean tidak memutuskan untuk lari dari perbuatannya di detik-detik terakhir seperti seorang pengecut. Ia masih ingat persis hari dimana Jeanne akan di eksekusi. Semua orang yang datang menonton bersumpah serapah meneriaki Jeanne.

“Penyihir!” Seru mereka.

Lihat selengkapnya