Akar pohon tiba-tiba mulai bergerak dan terbukalah mata Jean. Perlu beberapa waktu baginya sebelum ia bisa memproses keadaannya. Akar-akar dari pohon terlihat mememenuhi seluruh tubuhnya tetapi alih-alih merasa terkejut, ia malah merasa tenang. Seakan-akan pohon yang tumbuh itu adalah bagian dari dirinya. Tak lebih dari ubahnya melihat jari di tangan atau hidung di wajah. Jika boleh jujur ia merasa nyaman, sangat nyaman malah. Di tempat lahirnya ia adalah seorang pangeran yang berarti tidak asing baginya untuk mendapatkan hal terbaik dari apapun yang pernah ia inginkan. Makanan, minuman, tempat tinggal dan gadis. Sebut apa yang pernah kau inginkan atau bayangkan dan Jean bisa menunjukkan di mana kau bisa mendapatkan yang terbaik. Sungguh aneh, tetapi di tempat inilah, di bawah pohon yang tumbuh di tengah antah-berantah. Untuk pertama kalinya Jean merasa senyaman ini. Bahkan kastil yang menjadi tempat lahirnya tak pernah membuatnya merasa seperti demikian. Tidak! Tidak ada satu tempat di muka bumi bagian manapun yang dapat membuatnya merasa seperti sekarang. Pohon ini adalah dirinya dan dirinya adalah pohon ini. Mereka adalah satu entitas yang sama.
Matanya mengedip, mencoba untuk melihat lebih jelas keadaan sekitar. Langit malam dengan terang aurora memenuhinya. Dicoba untuk digerakkannyalah tubuhnya. Akar dan batang yang menutupi tubuhnya terlepas tanpa lawanan yang berarti. Mereka membukakan jalan, membiarkan Jean untuk melepasakan diri dari lilitan mereka. Selayaknya ketika menggerakkan anggota tubuh sendiri, Jean cukup memikirkan untuk bangun dan akar pohon segra memberikannya jalan bahkan seperti membantunya untuk bangkit. Ia merasakan tubuhnya ringan, sangat ringan tanpa berat. Seperti tak lagi mempunyai massa dari bentuk fisik yang mengikatkan kita ke tanah. Jean merasa dapat terbang bebas. Dapat pergi ke manapun yang ia inginkan. Ruang maupun waktu serasa tak lagi mempunyai kuasa akan dirinya.
Ia melihat tubuhnya dan tersadar bahwa ia sama sekali tidak mengenakan pakaian. Tetapi yang membuatnya terheran-heran adalah fakta bahwa tak ada satupun cacat yang bisa ia temukan di sekujur tubuhnya. Seperti manusia pada umumnya, Jean tidak pernah benar-benar bebas dari luka fisik. Terjatuh ketika berlarian sewaktu kecil, tergores ketika latihan pedang atau sekadar terluka ketika melakukan hobinya mengendarai kuda. Selalu saja ada alasan untuknya terluka. Tetapi tak ada sama sekali bekas yang bisa ia temukan sekarang di tubuhnya. Tanpa celah seperti bayi yang baru saja terlahir ke dunia.
Jean lalu memperhatikan pohon tempat ia terbangun tadi. Ia tidak pernah melihat pohon yang tumbuh seperti ini. Tidak terlalu besar dengan batang yang membelit dan berpuutar. Tetapi yang paling menarik perhatiannya adalah buah yang tumbuh dari pohon itu. Bercahaya dengan warna dan ukuran yang sangat beragam. Membuatnya terlihat indah terutama di tengah kegelapan tempat ini. Ia mendongak ke langit dan melihat kegelapan tiada akhir. Seakan-akan terus ke atas tanpa ujung. Membuatnya merasa sedkit tidak nyaman, seperti akan dihisap dan ditelan oleh ruang besar tanpa batas. Mau tak mau ia mulai berpikir apa yang akan terjadi jika ia terjatuh ke dalam lubang raksasa itu. Mungkinkah ia akan terjatuh unuk selama-lamanya? Hilang dalam gelap tanpa ada satupun penerangan ataupun suara yang menemaninya. Hilang tanpa meniggalkan jejak dan juga ingatan. Hilang dan dibiarkan sendiri dengan isi pikiran dan juga rasa bersalahnya.
Dilihatnya, dimana ia sedang berpijak. Pulau kecil yang mengambang di angkasa. Ia mencoba untuk berjalan ke tepi pulau, cahaya biru dan hijau mengalir di depan matanya. Roh semua makhluk hidup yang telah meniggal, entah bagaimana Jean bisa tahu. Mungkin sama seperti ketika kau melihat bagian dalam tubuhmu. Tak pernah melihat mereka secrara langsung tetapi kau yakin mereka ada. Roh-roh itu mengalir ke satu arah yang sama. Mereka terlihat seperti aliran sungai yang akan bermuara di laut. Beberapa perahu kecil juga terlihat berada di atas aliran cahaya tersebut. Dua bayangan, selalu dua bayangan yang berada di atas perahu-perahu itu. Kemana mereka akan pergi, Jean tidak tahu. Tetapi entah kenapa setelah menyaksikannya, perasaan rindu Jean rasakan. Ingin rasanya ia ikut dengan mereka, ke tempat itu.
“Belum lagi.” Terdengar suara bergaung di kepalanya. “Belum saatnya kau ikut mereka, apa kau lupa akan janji kita? Aku sudah membawamu kesini maka tepatilah janjimu sekarang.” Suara seorang pria terdengar lagi, berbicara dalam hatinya. Seseorang yang ia kenal semasa hidupnya. Seseorang yang membawanya ke sini untuk memenuhi sebuah janji. Janji apa? Jean mencoba untuk mengingatnya. Kepalanya seperti tertutup oleh kabut yang menggantung. Ia merasa hampir bisa mengingatnya tetapi selalu saja lari di saat-saat terakhir. Andai saja ia bisa menemui pemilik suara itu sekarang, ia yakin ia bisa mengingat sesuatu jika hal itu bisa terjadi.