Joanne keluar dari kamarnya yang langsung menyambung ke lorong. Kamarnya terletak di ujung. Beberapa kamar anak lainnya terletak di samping kiri dan kanan lorong tersebut. Ia melangkah perlahan-lahan tidak ingin mengganggu lainnya saat mereka sendiri masih belum terbangun. Sudah kebiasaan Joanne sejak kecil untuk bangun lebih cepat daripada yang lain, bahkan ketika ia masih tinggal bersama ibunya. Perasaan seakan-akan ia adalah satu-satunya yang hidup di dunia ini membuatnya tenang. Tak takut ia pada kesunyian, toh pendengarannya memang tidak begitu baik, tak ada bedanya ia berada di tempat ramai ataupun di saat sepi seperti sekarang. Jika ia boleh jujur ia lebih suka begini, ditinggal sendirian dengan pikirannya sendiri. Hal yang tak mudah untuk terus-menerus berusaha untuk menjaga impresi orang terhadap dirinya. Memikirkan bagaimana caranya untuk selalu tampil sebaik mungkin. Walaupun Joanne telah menganggap orang-orang di sini sebagai keluarga, Tetap saja di dalam hatinya terdalam ia tahu mereka hanyalah orang asing. Jika ia pikirkan lagi, hal yang sama juga bisa disematkan pada keluarga kandung sendiri. Berasal dari darah dan daging yang sama mungkin tetapi tetap saja mereka bukanlah Joanne. Bukankah hal ini berarti mereka adalah asing?
Hari ini hari minggu yang berarti juga sekolah libur, dan semua anak diberikan waktu sampai siang hari untuk diri mereka sendiri. Sudah lama ia tidak memiliki waktu untuk dirinya sendiri, mungkin nanti ia akan pergi berjalan ke pasar dan mungkin membeli sepotong roti di sana. Joanne terus berjalan melewati kamar tidur anak lainnya dan menuju ke tangga ke lantai bawah. Gedung ini dibagi menjadi empat lantai dengan kamar perempuan terdapat di lantai empat. Tangga gedung ini terbuat dari kayu dengan cat berwarna coklat muda yang sekarang sudah mulai mengelupas karena tua. Setiap Joanne menginjakkan kakinya pada anak tangga, mereka berdenyit seakan memprotes menahan berat badannya.
Ia masih ingat bahwa sewaktu kecil banyak anak lain yang suka untuk berjalan ke atas lalu ke bawah dan ke atas lagi hanya karena mereka suka mendengar bunyi denyit dari anak-anak tangga tersebut. Para suster, terutama Theresa selalu memarahi mereka ketika melihat ia melakukan hal tersebut. "Sedang apa kau naik turun tangga sedari tadi. Menutupi jalan saja." marah dirinya. Sampai sekarang diam-diam Joanne berfikir bahwa Theresa hanya tak suka saja mendengar bunyi denyit dan memarahi mereka karena hal itu bukan karena mereka menutupi jalan. Toh ia tidak selalu menggunakan tangga dan mereka selalu dimarahi dengan alasan yang sama. Seperti musik yang mengiringi setiap pagi kata mereka, tetapi sayang sekali Joanne tidak akan bisa mengerti tentang hal itu.
Lantai bawah gedung ini juga lumayan luas. Ruangan tempat mereka belajar dan beribadah terletak disini. Ketika malam tiba, ruangan di lantai bawah menjadi luar biasa gelap terutama karena ruangan di lantai bawah rata-rata hanya diterangi oleh beberapa lampu lilin yang dipasang di dinding. Hal ini disebabkan karena listrik sangat mahal dan juga sangat berbahaya. Setidaknya itulah yang ingin para penulis berita coba untuk sampaikan. Lagipula jikalau mereka ingin memasang lampu listrik, Joanne juga tidak yakin bahwa listrik sudah masuk ke kota mereka.
Entah sudah berapa kali ia melihat cerita di surat kabar di mana ada orang meninggal karena tersengat listrik dari peralatan elektronik. Hal ini menyebabkan jikalau memungkinkan, sebisanya pihak pengelola panti tidak ingin menggunakan lampu listrik. Joanne yang sedari dulu tidak menyukai gelap tidak terlalu senang dengan peraturan ini. Di dalam gelap ia selalu merasa seperti ada beberapa pasang mata yang sedang memantaunya.
Sudah sekitar tiga tahun ia tinggal di tempat ini dan ia bersyukur untuk hal tersebut. Ia bisa memiliki tempat tinggal, makanan dan juga teman-teman. Ia juga bisa mendapatkan pendidikan yang layak. Hak istimewa yang tidak semua anak bisa dapatkan. Di negara tempat Joanne tinggal, anak-anak diwajibkan untuk mengenyam pendidikan hanya sampai umur dua belas tahun. Itupun banyak dari mereka yang memilih untuk tidak ikut. Waktu yang terbuang di sekolah adalah waktu yang bisa dipakai untuk mencari nafkah kata mereka. Jika melihat situasi sekarang ini secara objektif, tidak ada yang salah dengan pernyataan itu. Justru sebaliknya, jika Joanne boleh jujur, suka tidak suka menurutnya itu adalah pernyataan yang amat masuk akal.
Walaupun banyak kejadian malang yang menimpa diri Joanne, mau tidak mau ia juga sadar bahwa ia masih termasuk dalam kategori anak yang beruntung. Walau ia tidak mengenal ayahnya, ia masih sempat mengenal ibunya. Masih sempat mendapatkan kasih sayang darinya. Bahkan setelah ibunya meninggal masih banyak orang yang mencoba untuk membantu dirinya. Sebagai balas budi untuk ayah Joanne kata mereka. Tetapi ia juga sadar jika masih banyak orang yang tidak mempunyai kesempatan yang sama dengan yang dimilikinya sekarang. Seperti di negara manapun di muka bumi ini, di sini hukum tidaklah juga selalu sempurna dan tidak akan pernah bisa sempurna. Karena pada akhirnya, mereka yang membuat hukum hanyalah manusia biasa juga. Makhluk yang tidak sempurna.
Pemerintah pusat sudah mencoba untuk memecahkan isu terkait tentang pekerja anak. Mereka tahu bahwa edukasi jauh lebih penting dan sudah seharusnya anak-anak yang kelak akan menjadi penerus bangsa ini mempunyai ilmu setinggi-tingginya. Bahkan mereka sudah mulai menerapkan sekolah gratis hingga umur dua belas tahun. Namun, sayang sekali idealisme itu tidak berjalan lurus dengan kondisi hidup di lapangan dari masyarakat banyak. Harga yang tinggi hanya untuk memenuhi kebutuhan primer dan upah yang kecil memaksa semua orang baik tua maupun yang muda untuk berpikir tentang nafkah. Belum lagi meskipun biaya sekolah ditanggung oleh pemerintah, harga dari perlengkapan sekolah tetaplah mahal. Bayangkan jika kau sudah tiba di titik dimana kau perlu untuk memilih di antara buku kosong dan pensil dengan sepotong roti. Titik yang tidak akan pernah ada jika mereka dapat hidup di dunia ideal. Tetapi alas, mereka hidup di dunia nyata bukan di dunia ideal. Fakta ini membuat Joanne sedih melihatnya.
Seperti pagi-pagi minggu sebelumnya, Joanne akan pergi untuk membeli makan pagi untuk dirinya dan anak-anak lain ketika mereka bangun nanti. Berhubung susah untuk menyimpan makanan agar mereka selalu segar, jarang bagi orang-orang untuk menyimpan makanan di rumah mereka. Tentu saja kau bisa menyimpan makanan di lemari pendingin. Tetapi dengan ukuran isi dari dalam lemari yang lebih kecil dari semestinya, terutama setelah kau menaruh beberapa es batu di dalam untuk menjaganya tetap dingin, para warga enggan untuk menggunakannya. Belum lagi ketika es mulai meleleh dan wadah es yang terletak di bawah lemari perlu dibersihkan.
Sekali mencair dan kau akan bisa mendapatkan sekitar lima sampai sepuluh kilogram air tergantung dari jumlah es yang meleleh. Bayangkan jika perlu membersihkan mereka setidaknya dua kali setiap harinya. Kebanyakkan orang tak punya waktu sebanyak itu. Rata-rata orang-orang hanya menggunakan lemari pendingin jika sumber makanan terlalu jauh atau sekadar untuk para aristokrat yang melihatnya sebagai penaik status sosial. Seakan-akan mereka berlomba-lomba mencoba untuk berteriak, "Lihatlah semua makanan yang mampu kubeli dan kusimpan ini! " Hal yang menjijikan terutama jika kau mengetahui bahwa banyak orang yang bahkan tak mampu membeli sepotong roti di saat mereka lapar.
Hari ini tidak seperti beberapa hari sebelumnya, Joanne mampu melihat cahaya matahari pagi ketika ia meninggalkan rumahnya. Dikarenakan polusi yang sudah tergolong parah tidaklah sering bagi Joanne dan penduduk setempat untuk bisa melihat matahari secara langsung. Sampai-sampai kota tempat tinggalnya selalu terlihat berwarna kuning di sepanjang tahun seakan-akan terdapat filter yang selalu menutupinya. Musim semi, terlihat kuning. Musim panas, juga kuning. Musim gugur, kuning lagi. Terakhir untuk musim dingin. Mungkin kau akan berpikir tempat ini akan berubah warna menjadi putih dengan semua salju yang turun, tetapi sayang sekali karena jawabannya masih tetaplah sama seperti sebelumnya yaitu kuning. Tidak ada yang mengherankan terutama dengan seluruh asap dari pabrik yang terdapat di seluruh penjuru kota ini. Dengan pabrik dari keluarga Ludolph yang berada di tepat di tengah-tengah kota. Seperti jantung yang memompa darah ke seluruh tubuh, pabrik itulah juga yang menjadi penghubung harta di komunitas tambang ini.