Fragments

Ming
Chapter #12

Chapter XII

Keluarga Ludolph. Keluarga yang mengontrol pertambangan di komunitas ini dan mereka jugalah yang mempekerjakan para penambang. Bayangkan, rata-rata penduduk kota ini menggantungkan hidup mereka di tambang dan Ludolph yang mengetahui hal ini, tanpa merasa bersalah hanya menganggap tambang ini sebagai bisnis keluarga. Memang, tidak bisa dipungkiri bahwa keluarga Ludolph yang menyelamatkan kota ini dari kebangkrutan. Sebelum mereka datang ke sini, para warga, terutama para pemuda, sudah banyak yang meninggalkan tempat ini untuk mencari kehidupan yang lebih baik di kota sebelah.

Dan tidak ada yang bisa menyalahkan mereka. Tambang memang sudah menjadi pekerjaan turun temurun di kota ini. Tetapi harga di pasaran untuk hasil dari pertambangan selalu dihargai sangat murah. Para penduduk tidak cukup kuat untuk melawan kehendak pasar. Jual terlalu mahal dan mereka akan pergi ke pada mereka yang berani menjual dengan harga lebih rendah. Di saat itulah keluarga Ludolph tiba di kota ini. Dengan pengaruh dari nama keluarga mereka, dengan mudahnya mereka meyakinkan pasar untuk menghargai hasil tambang komunitas ini dengan harga yang jauh lebih manusiawi.

Mereka lalu mengajak para warga untuk bekerja untuknya. Hidup kalian akan jauh lebih baik janji mereka. Kuyakinkan tak akan ada lagi orang yang berkata bahwa tempat ini adalah penghentian terakhir, tempat orang-orang yang sudah berputus asa untuk mengadu nasib. Bersama kita ubah kota kita menjadi surga, tempat yang layak untuk ditinggali dan siapapun yang ke sini akan betah karenanya. Dan untuk beberapa waktu, mereka memenuhi janji mereka.

Tak ada lagi yang berani menekan para penambang. Harga diri seolah-olah juga ikut terangkat. Untuk beberapa saat, para warga mampu untuk mengangkat kepala mereka dan dengan bangga berkata, "Aku bekerja untuk Keluarga Ludolph." Seakan-akan 'bekerja untuk Keluarga Ludolph' adalah sebuah lencana dan dengan bangga mereka memamerkannya. Dengan itu, para penduduk mulai melindungi keluarga ini, setia kepada para anggotanya. Tetapi sama seperti badai yang pasti akan berlalu, akan ada saatnya kita harus terbangun dari mimpi seberapapun indahnya.

Adalah Harry Ludolph, pemimpin dari Perusahaan Ludolph yang ketiga. Ia mengubah banyak kebijakan para pekerja. Pada awalnya, para penambang juga tidak sadar dengan apa yang ia coba untuk perbuat. Perubahan itu dilakukannya secara perlahan. Dan begitu mereka sadar, nasi sudah menjadi bubur, semua sudah terlambat. Pembagian untung semakin kecil dan kebutuhan hidup juga melambung.

Bagaimana caranya lagi untuk mereka agar bisa bertahan hidup selain dengan mendapatkan lebih banyak lagi hasil tambang. Para penambang tahu bahwa hasil yang di permukaan sudah mulai habis dan satu-satunya cara untuk mendapatkan hasil lebih adalah dengan menggali jauh lebih dalam.

'Jangan menggali terlalu dalam atau ibu akan marah', untuk pertama kalinya dalam sejarah komunitas ini, kalimat ini berubah menjadi hanya sekadar slogan.

Hari ini Harry Ludolph sedang berada di sebuah pertunjukkan keliling. Biasanya ia tak akan mau datang kemari dan berkumpul dengan orang-orang dari kelas bawah. Tetapi undangan yang ia terima sedikit mengubah pikirannya. Datanglah dan saksikan masa depan, datanglah dan kami pastikan kau belum pernah menyaksikan hal seperti ini sebelumnya. Isi surat tersebut berbunyi. “Baiklah.” Harry berpikir. Mari kita lihat apa yang bisa mereka perlihatkan. Setidaknya mereka menyiapkan untuknya sebuah bilik terdepan secara gratis.

Dan datanglah sang penghibur lengkap dengan jubah sutra kuning yang selalu dipakainya. Dengan satu tepuk tangan darinya maka disahkan pula bahwa eksibisi ini dibuka secara resmi. Tak pernah Harry melihat hal yang di persembahkan di eksibisi ini sebelumnya. Segala jenis peralatan listrik yang bisa kau bayangkan berada di sini. Di mulai dari hal-hal remeh keperluan sehai-hari seperti oven dan pemanggang roti. Dan dari situ semuanya hanya bisa naik. Sepeda listrik, kereta listrik, boneka listrik semua benda yang Harry tahu pasti ada bandingannya. Inikah yang di sebut dengan revolusi dalam dunia ilmu pengetahuan? Di manakah garis akhir dari ilmu pengetahuan yang dipuja-puja oleh semua negara itu? Tak adakah lagi yang suci di mata mereka? Manusia! Ya! Manusia! Ilmu pengetahuan sejauh apapun tak akan pernah bisa menandingi kekuatan alam. Tak akan pernah mereka bisa menciptakan makhluk hidup dengan darah dan daging.

"Kemari-kemarilah para hadirin dan saudara! Para pria dan wanita, tua dan muda! Kemarilah dan lihat keajaiban dari listrik." Sang penghibur itu berteriak memanggil semua yang ada di sekitarnya. Seperti laron yang tertarik pada api, banyak orang yang maju perlahan menuju ke arah panggung. Untunglah, Harry tak perlu berdesak desakkan dengan mereka. Orang-orang lalu menunggu. Menunggu untuk bisa melihat apa lagi yang bisa ia perlihatkan pada mereka semua. Apa lagi yang bisa diciptakan di dunia listrik ini. Dunia di mana garis batas hanyalah sebuah teori. Teori yang dibatasi oleh garis imajiner para insinyur.

Di panggung terlihat kain merah menutupi sesuatu yang sangat besar. Seperti sangkar burung yang cukup untuk memuat satu orang dewasa. Si penghibur menarik kain itu dan terlihatlah ruang besi berbentuk sangkar dengan kursi di tengahnya. Apa lagi yang ia rencanakan? Apa ia mengira akan ada orang yang dengan sukarela akan masuk ke dalam penjara itu? Tentu saja ada. Hati Harry berkata. Tentu saja ada malah lebih tepatnya jika ia meminta dirinya untuk masuk, maka ia akan menurutinya dengan senang hati. Memang rasa ingin tahu seseorang tak ada batasnya. Menjadi bagian dari sejarah baru siapa yang tak mau mempunyai nama yang akan terus dikenang di sepanjang hidup ras manusia itu sendiri. Harry juga ingin menjadi bagian dari itu dan jika dengan merasakan pertama kali apa yang bisa listrik itu berikan maka ia tidak merasa keberatan jika harus masuk ke dalam sangkar.

"Kau gadis di belakang!" sang penghibur berteriak sambil menunjuk. "Ya kau gadis berkerudung merah di belakang! Silahkan maju dan jadilah bagian dari sejarah!" Gadis yang ditunjuk tersebut lalu maju perlahan. Wajahnya kebingungan tidak yakin dengan apa yang harus ia rasakan ataupun pikirkan saat ini. Tak ada juga tepuk tangan yang mengiringinya selama ia berjalan ke atas panggung. Belum pernah Harry merasakan atmosfer eksibisi yang seperti ini. Rasa tegang seperti terasa menyambar di satu tempat.

Mereka semua menahan napas masing-masing tak yakin apa yang akan segera mereka saksikan di atas panggung.

"Mari, mari kemari. Jangan takut.” Kata pria berjubah kuning itu. “Dan siapa namamu nona?" ia bertanya lagi .

"Mary. Namaku Mary." Cicit gadis itu.

Lihat selengkapnya