Segalanya berjalan mulus, aku pun tak perlu menunggu lama untuk mengambil koper. Dua koper besar dan berat yang kubawa itu kuletakkan di sebuah kereta dorong yang tersedia dan berderet hampir di setiap sudut. Aku mengeluarkan beberapa koin Euro, yang sengaja aku siapkan dari Indonesia. Memang agak sulit menemukan money changer yang menyediakan uang koin, namun koin itu akan sangat berguna.
Aku membutuhkan koin untuk menelpon Zefa agar menjemputku dari bandara. Zefa adalah sahabatku semenjak kuliah di UI dulu, ia sudah lebih dulu datang ke Jerman sejak enam bulan yang lalu.
"Halo Zefa, ini aku Rianda. Aku udah nyampe. Kamu di mana?"
"Aku di belakang kamu.Doooorrrr," jawab Zefa mengagetkanku, membuat jantung terasa seperti keluar dari dalam dada. Yang tanpa kusadari, ia sudah berada di belakangku saat aku menelponnya.
Enam bulan tidak bertemu, namun tak ada perubahan sedikit pun pada diri Zefa. Warna kulitnya tetap terlihat coklat kehitaman, rambutnya pun masih tetap ikal tapi sekarang sudah terlihat sedikit memanjang. Menjadikan Zefa terlihat lebih feminin dari biasanya. Bagiku, Zefa bukan hanya sekadar sahabat, tapi juga sudah seperti saudara kembarku. Empat tahun lamanya kami berdua tinggal di tempat kost yang sama. Menjalani hari-hari bersama dalam keadaan suka maupun duka. Dan di Jerman ini, lagi-lagi aku akan hidup satu atap dengannya. Karena begitu senangnya bertemu Zefa, aku sampai tidak memperhatikan seorang laki-laki tampan berjaket kulit yang sedari tadi berdiri di belakang Zefa.
"Eh, Nda, " begitulah Zefa selalu memanggilku dengan sebutan Nda, ia terlalu malas untuk memanggilku Rianda. "Ini Fediā¦ mahasiswa dari Indonesia juga. Anak S.2.jurusan Mekantronik. Dia tinggal satu gedung apartment ama kita," Zefa memperkenalkan temannya yang cute itu kepadaku.
"Fedi," ucapnya sambil menyodorkan tangannya kepadaku, mengajak kenalan.
"Rianda," jawabku seraya membalas senyumnya.
Setelah proses perkenalan, kami bertiga langsung berjalan menuju kereta bawah tanah. Di Jerman, kereta bawah tanah di sebut U-Bahn. Jika ingin menuju ke stasiun pemberhentian kereta bawah tanah, para penumpang cukup mencari symbol U yang biasanya tergantung di papan-papan petunjuk di setiap sudut atau sisi jalan.
Aku segera mendorong kereta yang tertumpuk dua koperku yang over berat itu. Zefa melarangku mendorongnya. Dia dengan bisik-bisik menjelaskan kepadaku. Dia sengaja membawa Fedi saat menjemputku, bukan sekadar berkenalan tapi juga sebagai kuli untuk menggotong koperku. "Hihihi...." suara cekikik kami berdua terdengar bagai cicit burung di tengah suara gemuruh kereta bawah tanah.