Segerombolan pria kekar berjaket hitam menyebar di jalanan lengang, dekat komplek taman pemakaman. Di sana, hanya ada beberapa orang yang berjalan berdampingan dengan kendaraan yang jarang sekali muncul. Cukup mempermudah proses penyisiran yang tengah mereka lakukan.
Aloe kini tengah berbaring di bawah sebuah truk pengangkut barang, bersembunyi. Ia bahkan tidak peduli seragam sekolah barunya kotor. Dengan nafas tersengal, matanya awas melihat kaki-kaki gerombolan pria yang satu per satu mulai menjauh dari persembunyiannya.
“Hufhh… selamet….”
“Hei! Anak itu seragamnya sama!”
Teriakan seorang dari mereka seketika mengagetkan Aloe yang baru saja menghela nafas lega di bawah truk. Dilihatnya celana yang ia kenakan, abu-abu motif kotak-kotak hijau. “Ada anak Sky High di sini?! Gawat! Gimana kalau dia yang ditangkap?!”
Langkah kaki Lily terhenti di tengah jalan. Sebelumnya, ia memang merasa ada yang tidak beres saat melihat beberapa pria berpakaian serba hitam di jalan, tidak jauh dari komplek pemakaman yang baru saja ia tinggalkan itu. Sekarang, semuanya berjalan ke arahnya, membuat lututnya seketika gemetar.
Dari tempat persembunyiannya, Aloe mengintip dan terlihatlah sepasang kaki mungil berbalut sepatu dan kaos kaki putih. Dipastikan pemilik kaki itu perempuan.
“Mana cewek lagi! Gimana, nih? Kalau gue ke luar, gue yang ketangkap.” Aloe semakin ngeri saat pemilik kaki itu sudah di kelilingi gerombolan pria yang mengejarnya.
“Kamu anak Sky High, kan?” tanya salah satu dari gerombolan pengejar itu.
Lily membeku, semakin takut. Nafasnya mulai terasa sesak. Ia hanya menggeleng seraya melangkah mundur, walaupun sudah terkepung.
“Kamu pasti bisa bawa kita ketemu Aloe!” Pria yang lainnya menambahkan.
Lily sudah akan menangis, wajahnya memerah. Ia memegangi dadanya kuat-kuat karena udara di sana semakin sulit dihirup.
“Si White?” Aloe yang baru saja ke luar dari bawah truk mempertajam penglihatannya. Dan benar, itu si boneka hidup.
“Oiii!!!” Tanpa ba-bi-bu, Aloe berteriak garang. Tentunya ia tidak mungkin membiarkan gadis bermuka datar itu dalam bahaya.
Lily dan gerombolan pria berjaket hitam kompak menoleh ke arah teriakan. Bedanya, jika Lily tetap tidak bergerak dari tempatnya, maka orang-orang yang mengepungnya sudah melesat mengejar Aloe yang sekarang mulai berlari menjauh.
Aloe mengulangi apa yang dilakukannya sebelum bersembunyi di bawah truk, yaitu jurus seribu kaki. Berlari sekencang-kencangnya. Dijamin, tidak akan ada yang bisa mengalahkan kecepatan lari sang juara lari sprint Nasional.
Melihat pintu masuk pemakaman, Aloe cepat-cepat berbelok masuk. Senyumnya melebar saat tiba di blok pemakaman Cina. Di sana, ia bisa bersembunyi di balik nisan satu ke nisan lain yang tingginya menjulang. Kemampuan berlari dan menemukan tempat persembunyiannya benar-benar tidak bisa disepelekan lawan.
“Dasar gerombolan babon bodoh!” umpat Aloe seraya menendang-nendang nisan.
“Eh…!” Aloe segera menunduk meminta maaf pada penghuni kubur. Ia lalu kembali berlari ke luar komplek pemakaman saat gerombolan itu justru mencarinya lebih jauh ke dalam. “Enjoy, babuunnn! Babhaiii!”
Sampai kembali di luar kompleks pemakaman, Aloe mengedarkan pandangan dan mendapati si White masih mematung di tempatnya. “Itu… si White masih di situ? Padahal gue sengaja keluar biar dia bisa kabur! Adeuhhh! Jangan-jangan dia beneran boneka lagi, gak bisa gerak!”
Cepat-cepat Aloe berlari menghampiri Lily yang terlihat sedikit aneh. “Hei! Ngapain masih di sini?!” tanyanya. Langsung saja ia menarik tangan Lily dan membawanya berlari. “Nanti orang-orang itu keburu ke luar lagi. Ayo, cepetan!”
Lily terpaksa menyeret kakinya berlari, sembari masih memegangi dadanya dengan nafas terputus-putus.
“Itu mereka!!! Kejar!!!” Gerombolan pria pengejar sudah keluar dari kompleks pemakaman dan kembali mengejar.
“Tuh, kan! Kita di kejar lagi!” Aloe semakin mempercepat larinya. Ia bahkan tidak sempat memikirkan jika kaki Lily jauh lebih pendek dari kakinya.
“Huuu… heuufff… hufffff… haaa….” Dalam larinya, Lily bersusah payah menghirup udara melalui mulutnya, namun terlalu sulit.
Tibalah Lily dan Aloe di persimpangan jalan raya. Di saat bersamaan, sebuah Bajaj mendekat.
“Bajaiiii!” Aloe menghentikan bajaj itu dan segera mendorong Lily naik, diikuti olehnya. “Tancap gas, bang!!!”
“Siap, Vrohh!” sahut abang bajaj dengan semangat berapi-api.
Setelah melaju, Aloe meloloskan kepalanya keluar dari jendela bajaj. Sebenarnya, bajaj memang tidak memiliki jendela juga. Terlihatlah orang-orang itu kembali masuk ke jalan di komplek pemakaman. Dipastikan untuk kembali mengejar dengan menggunakan mobil.
“Fiuhh…. Sementara kita aman,” kata Aloe pada Lily.
Tapi, seketika Aloe mengernyit karena mendapati Lily begitu pucat dengan mulut terbuka-tutup seperti ikan di darat yang merindukan air. “Kamu… kenapa? Capek habis lari?” tanyanya. “Aku juga capek, kok.” Memang, Aloe juga masih mengatur nafasnya yang berantakan.
Lily menggeleng cepat, dan semakin menekan dadanya. “Huufff… hfffffuuf….”
“Kenapa menggap-menggap terus?” Aloe mendekatkan wajahnya pada Lily. “Jangan bilang kamu… asma?!”
Dengan cepat Lily mengangguk. Nafasnya semakin pendek-pendek, terdengar seperti ada sesuatu terjepit di tenggorokannya, berdecit. Mengi.
Aloe menganga panik. “Gimana, nih? Gawat!”
Tiba-tiba, Aloe menarik paksa tas di punggung Lily. Lily reflek menariknya kembali. Aloe lebih keras merebutnya, Lily pun melakukan hal yang sama. Terjadilah aksi tarik-menarik. Sang supir bajaj mulai membagi fokus menyetir dengan perebutan sengit di belakangnya. Walhasil, bajaj itu oleng kanan-kiri.
Dalam sesak dan takut, Lily berpikir untuk apa si anak baru mencurigakan ini mengambil tasnya? Dan benar dugaannya, anak ini benar-benar bermasalah karena tanpa permisi membawanya masuk ke dalam bencana.
CKITTTT!!!
“Bang! Hati-hati donk, bawa bajajnya!” bentak Aloe ngeri. Nyaris saja mereka menabrak mobil di depannya.