Fraud, Unleash The Truth

Gilang Riyadi
Chapter #6

Long Time No Sea

Perjalanan hingga 5 jam lamanya dari Jatinangor akhirnya membawa mereka berenam sampai ke destinasi akhir, Pantai Santolo Garut. Jarak yang cukup jauh dengan jalanan berkelok langsung terbayar dengan pemandangan laut yang begitu bersih dan jauh dari keramaian kota. Angin pantai bertiup cukup kencang dengan udara yang panas di jam 12 siang, membuat Arin dan Filia –kekasih Mufti, kompak mengenakan topi berbahan jerami untuk melindungi diri dari matahari.

Di perjalanan tadi, mobil Kijang Innova hitam itu dikendarai oleh Rei yang memang lebih mahir dibanding pemiliknya, Rafli. Gian duduk di samping sopir, dilanjutkan Arin dan Filia di bagian tengah, diakhiri oleh Rafli dan Mufti yang kebagian duduk di belakang. Empat orang itu lebih banyak tidur di perjalanan, sementara Gian tetap terjaga untuk menemani Rei ngobrol agar tak bosan.

“Sampai sekarang aku tuh masih bingung sama sistem stok kita, Gi,” kata Rei saat mereka melewati kawasan Cikajang, sengaja menurunkan volume suara agar tak membangunkan yang lain.

“Yang buat aku heran selanjutnya adalah kenapa bisa ada file yang mencantumkan barang-barang minus toko kita itu? Bahkan sampai harus di-hide segala di foldernya.”

“Menurut kamu apa mungkin ini perbuatan Tori?” tanya Rei masih ragu.

“Aku belum yakin, Rei. Tori itu tipe orang yang nggak akan menghindar kalau dia ketahuan bersalah. Bukan maksud membela, tapi seandainya ini perbuatan dia pun, kita belum punya bukti yang cukup.”

Rei juga tak lupa menceritakan bahwa dari alur masuk-keluarnya barang sama sekali tak ada yang mencurigakan. Ia juga menambahkan penyelidikan Arin yang bisa dicek di kasir seperti transaksi retur dan pembatalan transaksi pun berjalan sebagaimana mestinya, bahkan selalu dicatat di lembaran khusus setiap bulan yang harus ditandatangani oleh Supervisor hingga Branch Manager.

Kesempurnaan inilah yang justru jadi bumerang karena petunjuk yang mereka cari semakin pudar. Padahal jika terdapat kejanggalan sedikit saja, mereka bisa menyelidikinya lebih jauh, juga mencari lagi bukti selanjutnya yang tak kalah kuat. Sedangkan sekarang posisi mereka seakan stuck. Seperti berlari, padahal masih menginjakkan kaki di titik yang sama.

“Pak, ayo langsung ke laut mumpung sepi,” ajak Arin ke Gian yang terlihat melamun.

Gian mengikuti saran Arin. Setelah berganti baju dengan kaus tanpa lengan, celana pendek, dan menggunakan sandal, ia menyusul lima orang itu mendekat ke bibir pantai. Mobil terparkir tak jauh dari sana untuk menyimpan barang-barang, mengingat untuk penginapan sendiri baru bisa check in di jam dua nanti.

Hal pertama ketika bertemu dengan air laut tentunya membasahi kaki lebih dulu dari ombak yang datang. Terus melangkah, semakin maju, hingga kedalaman air hampir menyentuh lutut. Gian berhenti di situ, menarik napas panjang sambil menutup mata. Sial sekali Rafli dan Mufti menganggu ketenangan itu dengan menyipratkan air ke tubuh hingga wajahnya.

Mana mungkin Gian mau kalah. Ia membalas dengan menyiram dua orang itu dengan lebih ganas, bahkan langsung menenggelamkan Mufti ke air sampai basah kuyup seperti kehujanan. Untung saja ponsel mereka sudah diamankan di bagian ujung pantai yang dijaga oleh Arin dan Filia. Keduanya lebih sibuk berfoto dan merekam aktivitas para lelaki untuk dijadikan dokumentasi.

“Seru banget ya kalian. Suka, deh,” kata Filia kepada Arin ketika melihat hasil foto dan video mereka yang kocak dan menggemaskan.

Lihat selengkapnya