Menu makan malam hari ini jelas tak lengkap jika tanpa hidangan laut. Ikan bakar dan cumi goreng tepung yang dilengkapi dengan sambal dadakan menjadi hidangan utama mereka di salah satu rumah makan yang tak jauh dari penginapan. Rasanya sempurna menikmati semua ini ditemani oleh tiupan angin pantai dan suara ombak yang tak pernah berhenti memecah batu karang.
Begitu selesai, agenda selanjutnya dilanjutkan dengan membakar jagung di halaman depan penginapan yang tentunya sudah mendapat izin pemilik. Saat itu waktu menunjukkan pukul sepuluh malam, tepat saat Rei membawa sebuah totebag ukuran sedang yang diam-diam disembunyikan dari teman-temannya. Ketika Rafli menanyakan isinya apa, Rei menjawab asal-asalan seakan hal ini masih rahasia.
Arin dan Filia sibuk mengoleskan mentega pada jagung, sementara Mufti bertugas membakarnya pada alat pembakaran yang telah dilengkapi dengan arang menyala. Butuh waktu sekitar 15 menit untuk membuatnya matang. Di sela waktu itulah Rei mulai menjelaskan seperti apa permainan yang akan dijalankannya.
“So, here’s the game,” kata Rei semangat membuka totebag yang isinya ternyata berbagai jenis minuman. “Kita akan main Truth or Drink. Ya semacam Truth or Dare gitu.”
“No way.” Gian sedikit kaget, melihat ada salah satu minuman di sana yang tak disukainya. “Aku nggak bisa minum soda, Rei. Kamu tahu itu.”
“Itulah tantangannya,” jawab Rei dengan senyum licik sambil menahan tawa.
Arin penasaran membuka satu persatu jenis minuman yang ada di sana. Salah satunya ada susu coklat yang jelas-jelas tak disukainya karena kandungan gulanya yang tinggi. Ia perlu berpikir berkali-kali hingga menyusun waktu olahraga jika benar-benar ingin meminum itu.
Selain soda dan susu coklat, ada juga minuman kemasan lain seperti teh tawar, minuman susu rasa buah, minuman herbal yang mirip jamu, hingga americano yang punya rasa pahit yang tinggi. Arin tidak tahu minuman apa yang tak disukai yang lain. Tapi kalau tak salah ingat, Rei pernah bilang tak suka kopi yang punya rasa pahit. Asisten Supervisor itu lebih menyukai kopi dengan rasa creamy yang kandungan susunya lebih banyak.
“Aturannya gampang. Kita akan undi masing-masing siapa yang mulai duluan,” lanjut Rei semangat. “Siapapun orang yang mulai akan diberi pertanyaan yang harus dijawab jujur. Kalau nggak mau jawab, itu artinya dia harus minum yang udah disiapkan ini.”
Filia menggantikan posisi Mufti untuk membakar jagung yang mulai matang. Laki-laki itu kemudian melihat isi dari minuman kemasan di sana dan mencari sesuatu yang tak disukainya. Ya benar, ada susu rasa buah yang menurutnya punya rasa tak karuan. Di sana juga ada minuman herbal yang tak disukai oleh kekasihnya. Sial sekali ternyata pertanyaan Rei tempo lalu untuk menjebak, bukan untuk memisahkan minuman yang tak perlu dibawa.
“Pak Rei curang, nih.” Rafli mulai mengeluh. “Tahu gitu aku nggak bilang kalau nggak suka teh tawar.”
“Tapi seenggaknya adil, kan? Ada minuman yang nggak saya suka juga di sana.”
Rei, Gian, Mufti, Arin, dan Rafli duduk membentuk lingkaran di teras penginapan dengan beralaskan tikar, sementara Filia masih menunggu jagung dibakar yang sebentar lagi matang sempurna. Aturan permainan dijelaskan Rei dengan menaruh botol plastik minuman di tengah-tengah mereka. Barang siapa yang terarah bagian atas botol, maka dialah yang menjadi orang pertama untuk menjawab pertanyaan.
Botol kemudian diputar tak lama setelah Filia duduk di samping kekasihnya. Jagung bakar yang telah matang sudah tersaji di atas piring, namun memerlukan waktu beberapa menit lagi untuk membuatnya tidak begitu panas.
Putaran botol berhenti yang mengarah ke Gian sebagai korban pertama dalam permainan. Laki-laki yang paling tua di antara mereka itu sempat kaget dan panik karena belum tahu akan mendapat pertanyaan seperti apa. Ia pun tak berharap jika harus meminum soda berwarna hitam itu yang punya sensasi menggelitik aneh saat menyentuh lidah.
“Oke, karena Supervisor kita dapat giliran pertama, kamu berhak memilih ingin dapat pertanyaan dari siapa,” kata Rei memberi sedikit kemudahan pada Gian.
“Thank you by the way. Kalau gitu aku pilih… kamu, Rei. Just give me a question.”