Fraud, Unleash The Truth

Gilang Riyadi
Chapter #13

FRAUD

“Apa jaminan saya untuk percaya sama kamu?”

Malam itu di kedai mi Jatinangor, Gian menatap Tori dengan sangat hati-hati. Meski apa yang pelaku fraud itu tulis di kertas HVS A4 ini merupakan analisis masuk akal soal kejanggalan hasil stock opname, Gian tidak bisa langsung percaya dan lantas mengikuti alur yang Tori inginkan.

Semua tim di toko tahu bahwa kejahatan Tori benar-benar menyeret banyak pihak. Lalu dengan entengnya dia minta maaf, datang kembali pada kehidupan Gian, lalu membuat sebuah analisis yang masih harus dipertanyakan akurasinya. Dia jelas sebagai tersangka karena telah menggelapkan uang penjualan. Itu artinya, seharusnya dia juga menjadi orang pertama yang dicurigai atas hasil selisih stok toko.

“Saya harus curiga kalau kali ini kamu menjebak saya untuk kali kedua,” lanjut Gian sambil meneguk air mineralnya.

Tori masih bungkam, memikirkan jawaban apa yang sekiranya bisa langsung dipercaya oleh Gian. Maka setelah beberapa detik tanpa kata, ia mengeluarkan sesuatu dalam tas yang langsung disimpan di permukaan meja. Sebuah pisau lipat. Benda itu didorong pelan agar Gian bisa menjangkaunya.

“Bunuh saya, Pak,” jawab Tori penuh keyakinan.

“Gila kamu?!”

“Kita bisa atur trik untuk membuat kematian saya menjadi kecelakaan, bukan karena ulah Pak Gian,” lanjut Tori. “Apa ini cukup untuk meyakinkan?”

Gian tahu bahwa Tori cukup sering membaca novel misteri seperti karya Agatha Christie dengan tokoh Poirot, atau Keigo Higashino yang semakin dikenal dunia lewat novel-novel pembunuhannya. Bukan hal aneh juga jika Tori bisa membuat analisis a la detektif dari kekacauan stok toko. Jalan pikirannya pasti banyak terasah karena buku-buku itu.

Soal memalsukan kematian menjadi sebuah kecelakaan adalah hal yang tak terlintas dalam sudut pikir Gian. Meski tak masuk akal didengar, Tori pasti sudah menyimpan banyak kasus pembunuhan dan kecelakaan fiksi dalam pikirannya. Mengaplikasikan satu cerita itu di kehidupan nyata rasanya tetap bisa dilakukan meski banyak hal lain yang akan jadi pertimbangan.

“Sebelum lanjut, saya mau tanya satu hal sama kamu,” ucap Gian yang sepertinya mulai mempercayai Tori, tapi tetap ingin menggali lagi lebih dalam. “Apa benar kasus fraud waktu itu adalah murni ulah kamu? Gosip yang saya denger sih uangnya dipakai untuk judi online.”

Tori menelan ludah. Jika boleh jujur, ia tak mau lagi membahas soal ini. Bukan karena dia ingin menyangkal, tapi ia terpaksa harus mengingat hal memalukan itu yang telah membuat kacau semuanya.

“Itu murni perbuatan saya dan nggak ada pihak lain yang terlibat. Waktu pada akhirnya Bapak curiga dan lapor ke Pak Gustav pun, saya langsung mengaku tanpa menghindar dengan kasih alasan ini itu.”

Di situ juga Tori menceritakan kembali dengan lebih detail tentang kesalahan yang telah diperbuatnya. Mulai dari kenapa ia nekad mengambil uang penjualan, alasan melakukannya, hingga ketidaktahuannya soal efek domino yang terjadi.

Gian mendengarkan serius. Ucapan awalnya tentang hanya punya waktu satu jam untuk mendengar Tori bicara sepertinya akan hilang perlahan. Ternyata ini menjadi hal yang lebih menarik dibanding melakukan penyelidikan bersama tim tokonya yang sampai saat ini belum menemukan titik temu.

***

Tori terdiam di ruang brankas sendirian sambil menatap layar ponselnya. Ada cicilan pinjaman online yang harus dibayar besok dengan nominal dua juta rupiah. Jatuh tempo sebenarnya seminggu lalu, tapi ia meminta keringanan khusus untuk membayarnya beberapa hari lagi. Sialnya meski telah mengajukan keringanan pembayaran itu, ia belum bisa mendapat uang. Gajian masih dua minggu lagi, meminjam dari teman dan rekan kerja pun tak membuahkan hasil yang baik.

Lihat selengkapnya