“Aku sedikit curiga sama Mufti dan Rafli.”
Lewat sambungan telepon itu, Gian mendengarkan temuan baru yang dikatakan Rei tentang kecurigaannya ke dua orang di timnya. Sejujurnya, ia tak kaget lagi karena beberapa hari yang lalu sudah mendengar teori ini dari Tori. Berarti apa yang dikatakan Tori benar, membuktikan bahwa meski telah melakukan kejahatan fraud, laki-laki itu sudah beberapa langkah lebih maju menemukan petunjuk.
Gian jelas takjub dengan analisis Tori yang benar-benar sama dengan apa yang sedang Rei jelaskan. Soal barang yang kemungkinan diselundupkan, hingga manipulasi data yang terjadi dalam alur keluar-masuknya barang saat canvassing.
Dari empat orang Promotor di outlet mereka, Rafli menjadi satu-satunya yang masuk daftar hitam. Rei menjelaskan bahwa laki-laki berkacamata itu selalu menghasilkan nilai omzet yang tinggi dari kegiatan canvassing-nya. Selain itu, Rafli jadi satu-satunya Promotor yang jarang melibatkan pihak Gudang untuk menyelesaikan tugasnya saat canvassing. Ia lebih sering melakukan semuanya sendiri yang hasilnya tetap baik-baik saja tanpa ada kecurigaan, termasuk ketika diperiksa oleh Supervisor dan asistennya.
Ada satu hal yang belum Rei ketahui soal Rafli, yaitu tentang Tori yang terjebak dalam perjudian online yang ternyata pertama kali disebabkan oleh Rafli. Informasi itu memang jadi rahasia Gian dan Tori dan tidak boleh dibocorkan ke siapapun dulu.
“Hah? Masa iya Rafli?” tanya Gian tidak percaya ketika waktu itu Tori mulai menceritakan awal perkenalannya dengan judi online.
“Iya, saya diajak dia waktu itu, Pak. Katanya situs yang biasa dia pakai selalu dapat untung berjuta-juta. Saya jadi tergiur dan coba muterin uang 10 juta yang pertama kali saya ambil itu.”
Dalam kilas balik itu, Tori menceritakan ketika dirinya masih kalang kabut memikirkan uang pengganti yang digelapkannya dalam setoran tunai. Saat di gudang sendirian, ia bertemu Rafli yang mungkin sadar dengan wajahnya seperti sedang menyimpan banyak beban.
“Pak Tori sakit?”
“Saya nggak apa-apa,” jawab Tori singkat.
“Biasanya kalau orang kayak gini karena lagi kepepet butuh uang. Iya, nggak?” tanya Rafli memastikan.
“I-iya, saya memang butuh uang.”
“Sini, Pak, Rafli kasih jalan pintasnya. Dijamin gacor”
Percakapan singkat itu justru membawa malapetaka baru bagi Tori karena apa yang dijanjikan Rafli tidak sesuai dengan ekspektasi awal. Uangnya hangus seketika dan hanya balik modal tidak lebih dari sepuluh persen saja. Dari sanalah ia nekad melakukan penggelapan lagi. Mulai dari uang penjualan hingga petty cash yang jika dijumlahkan mencapai angka 20 juta.
Tori tidak pernah membahas ini ke siapapun, termasuk Rafli sendiri. Itu tetap salahnya yang semudah itu mengiyakan ajakan seseorang yang tidak jelas. Ia juga tidak pernah menganggap bahwa Rafli sengaja menjebaknya, apalagi saat itu kabar ia menggelapkan uang belum ketahuan oleh siapapun.
Kali ini ketika situasi semakin berantakan karena Gian terseret dalam permasalahan selisih stok, Tori mencoba menggabungkan setiap kemungkinan. Soal Rafli yang secara tak sengaja mengenalkannya pada judi online, juga tentang seseorang yang kemungkinan menyudutkan Gian saat interogasi. Meski memang masih sebatas teori tanpa bukti, di poin inilah Rafli punya benang merah atas setiap kasus fraud di toko.
“Oh ya, ada apa kamu telepon?”
Gian seketika sadar dari lamunan. Tak mungkin ia menceritakan kalau ia bertemu Tori, hingga poin penting tentang Rafli yang jadi awal mula Tori terjebak di judi online. Maka, Gian hanya menjawab ingin mengucapkan terima kasih karena Rei telah jauh membantu sampai sejauh ini. Sebuah basa-basi yang sangat usang, sebenarnya.
“Kamu orang yang paling aku percaya. Trust no one, but yourself, oke?”
Kalimat terakhir sebelum telepon terputus sebenarnya sebagai pesan tersembunyi agar Rei lebih berhati-hati pada siapapun itu di toko. Gian khawatir bahwa kejahatan fraud memang sesuatu yang disengaja untuk menjatuhkan Supervisor dan asistennya. Ia dan Tori jelas sudah tumbang, jangan sampai Rei jadi korban selanjutnya.
Gian membaringkan diri di kasur kamarnya menatap langit-langit kamar. Pikirannya semakin kacau karena setiap orang terdekatnya di tempat kerja malah masuk dalam list yang mencurigakan di analisis Tori. Mulai dari Mufti, Rafli, bahkan hingga Rei. Ya, Asisten Supervisor itu pun tak luput dari kecurigaan Tori.
“Mufti dan Rafli masih bisa saya terima. Tapi Rei, masa iya, sih?” tanya Gian mengingat kembali rasa kagetnya malam itu.
“Ingat apa kata saya kan, Pak? Kita harus curiga dari semua sisi. Mau itu Rei, Arin, Novan, bahkan Pak Gustav sekalipun.”
***