Freak Out

Poetry Alexandria
Chapter #13

| 12 | Balap Liar

Seharusnya sejak awal aku sudah merasakan firasat buruk itu dan menolak tegas tawaran Hessel untuk pergi dengannya. Tetapi, jelas sudah terlambat menyesalinya. Sekarang aku cuma bisa tercengang kala Hessel menghentikan motornya di sebuah area kosong yang terletak di sudut kota.

Arena balap liar!

"Kenapa kita ke sini?" tanyaku sambil melepas helm dan memandang sekeliling dengan gusar.

Terlihat beberapa motor tengah melintasi trek balap yang berjarak 50 meter dari tempat kami memarkir. Bisingnya suara knalpot berdesing, membuat bulu kudukku merinding.

"Ya, balapan lah. Ngapain lagi?" jawab Hessel enteng.

Aku mendelik. "Balap? Lo mau ikut balap liar di sini?"

Cowok itu mengangguk.

"Gila lo!" rutukku serta-merta.

"Kenapa gila? Cuma balapan doang. Lagian ini jauh dari jalan umum."

Aku terperangah. Nada bicaranya yang seringan kapas membuat kekesalanku mulai memuncak.

"Tapi, gimana kalo ada polisi?" cecarku. Tentu saja, aku tidak ingin kedapatan resiko tertangkap gara-gara dijebak oleh cowok brengsek ini.

Seumur-umur, aku tidak pernah melakukan hal yang melanggar hukum. Bahkan, menyontek saat ulangan pun adalah sesuatu yang pantang untuk kulakukan. Dan sekarang aku diajak pergi ke arena balap liar. Sungguh, bukankah ini benar-benar keterlaluan?

"Nggak akan ada polisi," sahut Hessel, masih dalam nada enteng yang sama, seolah-olah hal yang kukhawatirkan adalah sesuatu yang mustahil akan terjadi.

Aku menarik napas dalam-dalam sebelum mengembuskannya kasar. "Hessel, inget ya. Hari ini kita cuma janjian untuk ngerjain tugas kelompok Fisika, bukannya nontonin lo balap liar!"

"Terus?"

"Ya, terus apaan? Gue mau pulang lah, anjir!"

"Pulang aja sendiri."

"WHAT?!" teriakku tak percaya.

Hessel menghela napas. Tampaknya mulai menyadari kegusaranku yang sudah memuncak. "Denger, Rila," katanya, menatapku lekat seraya memegangi bahuku dan langsung kutepis dengan kasar. "Gue terpaksa ngelakuinnya. Anak-anak geng motor itu nantangin gue balap di sini."

"Ya, itu urusan lo! Gue nggak mau ikut-ikutan. Kenapa lo malah bawa gue kemari?"

"Karena gue juga disuruh ngajakin cewek ke sini."

Aku mengerjap. Ucapan itu semakin membuatku melongo tak percaya. Astagaa ... apa dia sedang bercanda?

"Ngajakin cewek? Lo pikir gue cewek apaan, brengsek!" bentakku dengan perasaan marah.

Hessel tak menjawab. Hanya memberiku tatapan memohon yang sangat kontras dengan kesongongan di wajahnya.

"Apapun masalah lo, pokoknya gue mau pulang!" tandasku tak peduli. "Harusnya lo bawa cewek lain, bukan gue!"

Hessel hendak menjawab. Namun, tertahan oleh suara sapaan di dekat kami.

"Wah, datang juga lo, Sel!"

Lihat selengkapnya