"Pagi, Om- Tante. Arjunanya dimana, ya?" Suara riang gadis berambut pendek itu terdengar saat memasuki rumah yang berada tepat di sisi rumahnya itu. Itu kediaman Arjuna. Om Satria dan Tante Kamila adalah papa dan mama Arjuna. Keduanya sudah sangat hafal dengan teriakan dan bahkan di detik keberapa kemunculan gadis berambut sepundak yang dipotong layaknya potongan rambut seorang laki-laki itu.
Gadis cantik nan manis itu menyengir kecil saat menemukan papa dan mama Arjuna di lantai bawah rumah itu. Saka Pertiwi adalah sahabat putra mereka Arjuna sedari mereka tinggal di rumah ini. Yang artinya sedari Arjun berusia empat tahun. Mama dan papa Arjun sudah khatam betul dengan kedatangan gadis itu setiap hari ke rumah mereka begitu juga kedua orang tua Saka pada kedatangan Arjun ke rumah mereka. Bahkan acap kali keduanya tak perlu melintasi pintu untuk saling mengunjungi, cukup membuka jendela kamar lalu memanjat dahan pohon mangga di sisi kamar Arjun untuk merayap menuju ke jendela kamar Saka atau sebaliknya.
"Pagi, Saka Sayang." Om Satria mengalihkan pandangannya dari lembaran berkas yang tengah dia tatap dan dia susun sambil melemparkan senyum pada Saka.
"Sibuk, Om? Ada sidang?" Saka melongok sebentar pada berkas yang ada di atas meja kerja Om Satria. Pria yang masih nampak gagah di usia ke empat puluh tujuh tahun itu mengangguk.
"Biasalah. Rutinitas pengacara. Nggak ada kasus nggak rame," Om Satria bercanda.
"Nggak makan juga, Om," Saka menambahkan.
"Kamu bisa aja," Om Satria menjawab sambil tertawa bersama Saka.
"Tapi sekarang bisa loh, Om. Tinggal bikin konten aja di medsos kayak pengacara panas yang ternama itu. Soal kemampuan hukum- Om nggak kalah kok sama Beliau. Om cuma butuh cewek cantik kayak Saka." Sejenak Saka berpose sok cantik dan seksi dengan bergelayut di pundak pria itu-membuat tawa Om Satria berkumandang. "Terus tinggal buat konten sensasional, Om biar lebih hot dari Om hot."
"Ohhhh, nggak deh. Bisa tinggal nama Om dibuat Tante."
"Jadi om nggak hanya termasuk anggota Peradi, tapi juga anggota ISTI? Ikatan suami Takut Isteri."
"Ohh, sorry, ya. Om itu anggota ISSIS."
"Apaan tuh, Om?"
"Ikatan Suami Sayang Isteri Seriuuus."
Saka memelet-kan bibirnya mendengar jawaban itu. Dia melirik sejenak pada Tante Kamila yang memang sedang memandang mereka sambil mengerjakan pekerjaan rumah sebagai ibu rumah tangga. Wanita itu jelas nampak senyum-senyum. "Modus ... mentang mentang ada Tante yang lagi dengerin kita." Tawa papa Arjuna terdengar kencang. Mama Arjun yang tengah mempersiapkan makanan di meja makan menoleh kepada keduanya sambil mengulum senyum. Saka selalu membuat ceria pagi di keluarga mereka.
"Beneran loh, Om. Om kan udah pernah jadi nara sumber di beberapa konten hukum para selegram kalau mau buat konten sendiri kayaknya ..."
"Nggak. Nggak. Om nggak mau ikutan gituan. Om takut kesibukan-kesibukan di luar pekerjaan Om sebagai pengacara malah membuat pikiran Om teralihkan dari kasus yang ada. Kamu tahu apa yang paling Om takuti selama Om jadi pengacara?" Om Satria menatap wajah Saka lekat-lekat. Serius banget. Saka menggeleng. "Om takut tidak bisa mengenali orang-orang yang bersalah padahal mereka ada di depan Om lalu membuat mereka bebas dari jeratan hukum." Pria itu membenahi berkas-berkas kasus yang ada dan memasukkannya ke dalam tas kerjanya. Saka menatap semua itu dalam diam untuk beberapa saat sebelum buka suara lagi:
"Tapi-kan, Om, adagium hukum In Dubio Pro Reo. bilang lebih baik melepaskan seribu orang bersalah dari pada menghukum satu orang tidak bersalah. Jadi Om nggak perlu merasa bersalah ... kalau ..."
Papa Arjuna mengangkat wajahnya kembali, menatap Saka: "Tapi masak abdi hukum melepaskan seribu orang bersalah karena main tik tok atau karena lebih senang buat konten di YouTube? Nggak lucu." Om Satria tersenyum lalu mengucek-ucek ubun-ubun Saka diantara suara protesan Saka:
"Aduh, Om rambut aku kusut nih." Saka menangkap lengan pria itu lalu menurunkannya dari atas kepalanya kemudian merapikan anak rambutnya yang dia yakini pastilah sudah berantakan.
Papa Arjuna terkekeh geli tanpa rasa bersalah. Saka sadar bagi Om Satria dan papanya dia memang tetap masih seorang gadis kecil padahal usianya satu tahun lagi akan menginjak dua puluh satu tahun- usia dewasa menurut KUH Perdata.
"Bicara-bicara soal adagium hukum. Kamu sudah hafal semua kan?"
"Lumayan sih, Om."
"Kok lumayan? Itu pelajaran semester awal loh." Saka hanya nyengir kuda. "Bicara soal azas In Dubio Pro Reo. Dalam kenyataannya azas ini sering dijadikan pertimbangan untuk apa?"