"Apa Papaku mengujimu lagi?" Arjun bertanya, melihat cara Saka memasuki kamarnya seakan hendak kabur dari seseorang- Arjun yakin sahabatnya itu jelas baru saja melewati pengujian papanya. Saat itu dia tengah membaringkaan tubuh sambil membaca buku tebal bersampul merah biru tentang hukum pidana khusus anak. Namun berbeda dengan Arjun, Saka tengah membaca novelnya yang dia pikir selama ini hilang, tapi ternyata tertinggal di kamar Arjun. Baru saja dia temukan diantara tumpukan buku-buku hukum milik Arjun yang pastinya jauh lebih banyak dari yang dimiliki mahasiswa fakultas hukum lainnya. Hari ini dia menemukan beberapa barangnya yang dulu hilang.
Saka duduk menyender di dinding kamar dengan kaki terjulur di atas perut Arjun setelah laki-laki itu meringsek menguasai tempat tidur dan menyisakan ruang kecil buat Saka untuk nyempil kayak upil di tepi ranjang. Awalnya Saka berniat mendorong tubuh Arjun keluar dari tempat tidur dengan kakinya. Namun karena pertahanan lelaki itu cukup kuat, jadinya dia menghukum Arjun dengan meletakkan kakinya di perut pria itu. Dan Arjun tidak pernah keberatan dengan kelakuan Saka yang seperti itu. Seintim itulah mereka.
"Hmm." Saka menggumam kecil dan tak mengalihkan pandangannya dari lembar-lembar novel yang ada di tangannya. "4 SKS pengantar hukum pidana." Arjun terkekeh kecil.
"Bagian yang mana?"
"Adagium hukum." Saka masih membaca novel yang ada di tangannya sebentar sekali dia mengalihkan pandangannya dari novel yang ada di tangannya pada Arjun yang juga tidak menghentikan aktivitas membacanya. "Implementasinya ke pasal dalam KUHP. Mungkin lebih kalau Tante nggak ngajak Om sarapan."
"Masih kecil."
"Sombong. Mentang-mentang Asdos."
"Bukan mentang-mentang Asdos. Kalau Papa jumpa sama aku, lebih sadis. Papa ngasih satu bundel kasus. Minta dirangkum. Udah gitu menang nggak dikasih uang jajan." Saka terkekeh.
"Kasihnya ke aku. Om Satria janji sama aku kalau di kasus ini beliau menang, aku bakal dibelikan smartwatch." Saka berkata dengan bangga.
"Yayaya. Tau, kamu anak kesayangan Papa dan Mama aku. Aku ini anak pungut kayaknya." Arjun merajuk, menurunkan kaki Saka dari badannya sambil bangkit dari berbaringnya. Entah sejak kapan cowok itu berhenti membaca bukunya, Saka tak tahu. Namun tawa Saka terlihat melihat sikap Arjun.
"Iya. Iya. Kamu itu anak pungut. Kata Mami aku: kamu dipungut di tepi jalan waktu tengah malam Jumat Kliwon."
"Kamu kira aku genderuwo?!" Arjun memekik menaikkan nada suaranya membuat tawa Saka kembali terdengar memenuhi kamar tidur lelaki itu. Dia juga telah berhenti membaca. Selalu menyenangkan menggoda Arjun. Arjun punya tempramen yang cukup tinggi, kalau diganggu sedikit langsung terbakar. Saka akan makin bersemangat menggodanya saat cowok itu naik darah.
"Ceileeeh. Gitu aja merujak ehhh ... merajuk," goda Saka kembali sambil mencubit pipi Arjun dengan gemas. "Cup. Cup. Cup."
"Saka, gue bukan anak kecil!"
"Iya, ya. Udah gede. Itu nya aja udah gede," Saka menggoda sambil melirik tubuh Arjun yang membuat mata Arjun turut menjelajah menatap tubuhnya tepat ketika Saka menghentikan tatapannya di bawah. Sebenarnya Saka tengah menahan deru kencang di dadanya karena kedekatan ini. Nggak pernah seberdebar ini selama ini. Namun Arjun salah sangka dengan arah tatapan Saka. Dia jelas menyangka Saka masih mengejeknya karena ketelanjangannya tadi. Arjun melepas tangan Saka dari pipinya, mencengkram kedua lengan gadis itu dan membuat Saka terdorong ke tepi meja belajar cowok itu. Hal yang membuat Saka berteriak-teriak minta dilepaskan, namun cowok itu bukannya menurut malah mempererat cengkramannya mengerjai sang sahabat.
"Arjun, sakit! Ini beneran sakit, ya!" Arjun tak perduli dan malah mendekatkan tubuhnya pada Saka yang seketika kaget. "Kamu mau apa?!" Selalu lucu melihat sikap Saka saat keadaan mereka terlalu dekat dan intim- Arjun geli melihat itu.
"Iya, gue udah besar. Bukan anak kecil lagi. Lo juga udah besar. Udah bisa buat anak," bisiknya membuat seluruh tubuh Saka menegang dan wajahnya memerah. Arjun menyadari hal itu. Lalu tertawa terbahak-bahak. "Kok muka kamu merah? Mikir yang kotor, ya?" Godanya menyentil kening Saka.
"Issh. Mulut kamu tuh nggak punya akhlak."
"Siapa yang nggak punya akhlak? Mulut kamu itu, ya, kayaknya perlu di sekolahin." Saka merasakan lagi sentilan jari Arjun di bibir dan keningnya. Kebiasaan banget memang cowok itu- geram batin Saka sambil mengusap kening dan bibirnya yang sakit.
"Mami!" Saka berteriak memanggil ibunya yang sebenarnya sedang tidak ada di rumah. Dia hanya ingin menggoda cowok itu dan lihat saja sesuai ekspektasinya Arjun kelihatan ketakutan. Kejahilan kecil membersitt di benak Saka. "Arjun, kamu ngapain?! Kamu mau apain aku?! Mamiii! Tante! Arjun, ja .. jangan ..."