Friend Don't Kissing

Elisabet Erlias Purba
Chapter #4

Kuingin Tahu

Suasana riuh terdengar di kelas Arjuna mengajar. Pembahasan tentang kasus yang viral di media masih terjadi. Arjuna sengaja memberikan beberapa menit akhir untuk pembahasan kasus yang cukup menarik antusiasme masyarakat itu. Ada perdebatan sengit tentang pengakuan salah satu pihak yang terlibat penembakan yang membuat beberapa mahasiswa dan mahasiswi berpikir bahwa sang jenderal jelas telah bersalah.

"Oke. Oke. Bisa tenang? Cukup pembunuhan terjadi di sana jangan disini." Arjun mengangkat tangannya membuat adik-adik stambuknya terdiam. "Mahasiswa hukum harus bicara tentang hukum. Dalam pandangan hukum, untuk menangkap seseorang yang diduga melakukan tindak pidana, hukum mengisyaratkan ada bukti permulaan yang cukup dan patut diduga bahwa orang tersebut akan melarikan diri, mengulangi perbuatannya atau menghilangkan barang bukti. Jadi setelah melihat perusakan TKP dan penghilangan cctv patut diduga jika tersangka tidak ditahan dia akan melakukan hal yang dinyatakan oleh undang-undang- menghilangkan barang bukti, mengulangi perbuatannya atau bahkan melarikan diri. Saya harap kalian masih ingat di pasal mana ketentuan tentang alat bukti terdapat dalam Kitab undang-undang Hukum Acara Pidana. Ada yang ingat?"

Beberapa mahasiswa dan mahasiswi dengan semangat empat puluh lima mengangkat tangan. Arjun memilih seorang mahasiswa menjawab pertanyaannya dan mengacungkan jempol dengan puas atas jawaban mahasiswa itu.

"Namun patutkah kita bersenang hati dengan satu kesaksian dari salah satu tersangka? Bukannya ada suatu aturan dalam kesaksian bahwa satu saksi bukan saksi? Unus testis nullus testis? Bagaimana menyingkapi aturan yang diatur dalam Pasal 185 ayat (2) KUHAP yang mengatakan: Keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah terhadap perbuatan yang didakwakan kepadanya?" Arjun menanarkan tatap pada seluruh kelas. "Yang tadi bersemangat karena ada pelaku yang buka suara dalam kasus ini bisa kasih pendapat kenapa kalian begitu senang? Atau lupa pada azas ini?" Arjun membuat para anak didiknya terdiam dan saling berpandangan.

Mahasiswa tahun kedua jelas masih gamang memahami aturan hukum. Arjun tahu jelas itu. Beberapa mahasiswa mendengus kecewa. Arjun hanya tersenyum kecil melihat hal itu. Sebelum kemudian melanjutkan kembali pengajarannya,

"Tapi pasal 185 ayat 3 KUHAP lebih tegas mengatakan bahwa: Ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (2) tidak berlaku apabila disertai dengan suatu alat bukti yang sah lainnya. Jadi apa alat bukti lainnya? Berdasarkan pasal 184 KUHAP empat alat bukti lain yang dinyatakan selain keterangan saksi adalah: surat baik elektronik maupun surat tangan, keterangan ahli ini termasuk hasil otopsi dan pendapat para ahli yang didatangkan kepolisian dan kejaksaan nantinya untuk membuat jelas kejadian berdasarkan keilmuan yang mereka miliki, ketiga adalah: petunjuk disini cctv jalanan bisa digunakan bila dibutuhkan walaupun saya rasa setelah melihat rekaman yang berserakan di televisi untuk cctv jalanan tidak menunjukkan keterkaitan apapun tentang pembunuhan atau alasan pembunuhan kecuali polisi punya rekaman cctv lain yang tidak kita tahu yang menunjukkan beberapa saat kejadian yang bisa diindikasikan pembunuhan terjadi, kita juga punya senjata api dan terakhir pengakuan terdakwa. Namun ingat setiap terdakwa punya hak ingkar. Hari ini mereka mungkin berkata A dan besoknya B, polisi harus sudah siap dengan kenyataan itu..jadi alat bukti terkahir sangat miris dijadikan alat bukti."

"Namun intinya kalau polisi menemukan alat bukti lain yang memilki persesuaian dengan keterangan saksi tunggal yang kita miliki berarti kesaksian tunggal itu diakui sebagai alat bukti. Clear kan? Jadi satu saksi bukan saksi atau Unus testis nullus testis jika tidak ada satu alat bukti lain yang mendukungnya, tapi jika ada alat bukti lain yang mendukungnya dan memilki persesuaian dengan kesaksian itu- satu saksi diterima sebagai satu alat bukti. Paham?"

"Paham, Kak!"

Arjun mengangguk. "Tapi sebelum mengakhiri kelas saya harus ingatkan.. Saksi kita beberapa kali merubah pernyataan dan kalau dia melakukannya lagi di ruang sidang ... Apa yang diatur oleh hukum tentang kesaksian yang ada di BAP dan kesaksian di pengadilan jika kedua kesaksian itu berbeda?" Tak ada yang menjawab karena memang kuliah hukum acara pidana baru akan mereka terima di semester genap nanti. Arjun melanjutkan penjelasannya. "Pasal 185 ayat1 KUHAP dinyatakan: keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan dimuka sidang pengadilan. Dengan perkataan lain hanya keterangan saksi yang diberikan dalam pemeriksaan di muka sidang pengadilan lah yang berlaku sebagai alat bukti yang sah, bahkan isi BAP bisa tidak berguna di muka sidang kalau keterangan di BAP berbeda dengan keterangan yang diberikan saksi di depan sidang. Polisi harus memastikan memiliki alat bukti lain yang mendukung kesaksian saksi dan juga memastikan saksi memberikan keterangan yang sama di BAP dan muka sidang karena jika saksi merubah kesaksian di muka sidang atau tewas dan membuat wasiat bahwa isi kesaksiannya palsu- maka jaksa harus merubah seluruh isi surat dakwaannya, parahnya hal ini bisa mengakibatkan semua dakwaan gugur dan terdakwa bisa mendapatkan putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan. Paham?"

Mahasiswa dan mahasiswi itu serempak mengangguk.

"Untuk jenis putusan kita bicarakan sambil lalu diperjumpaan berikutnya. Oke. Kelas selesai hari ini. Selamat siang." Arjuna mengangkat tangannya dan segera memasukkan buku di atas meja ajar ke dalam tasnya lalu mencantolkan tali tas ransel pada pundak kanannya. Dia harus mengikuti kuliah Hukum Perusahaan, Saka pasti sudah menunggunya lama sekali di dalam kelas.

Ketika dia melangkah keluar beberapa mahasiswi menyapanya dengan ramah, tipekal mencari perhatiannya. Arjun menyadari hal itu.

"Arjun." Seorang mahasiswi menyodorkan kotak makan yang ada di tangannya.

"Ratna, kamu udah terlalu sering ngasih aku sesuatu."

"So what? Lo nggak lagi parnoan kalau gue melet lo pakai makanan yang gue kirimin ke lo-kan?" Ratna berkata santai. "Santai aja. Gue nggak bakal melet lo." Gadis itu mengibaskan telapak tangannya. "Gue percaya cinta bisa tumbuh dari perut. Dari perut naik ke hati. Tadi gue baru cobain resep brownies panggang. Nih buat lo. Dicobain ya. Kalau suka lo datang aja ke rumah gue"

Lihat selengkapnya