Friend Don't Kissing

Elisabet Erlias Purba
Chapter #9

Rencana Andra

Arjun mendongakkan kepalanya, tangannya yang baru saja menyuap kembali sesendok bubur ayam terhenti saat melihat Saka meraih sebotol minuman mineral. Seperti biasa tanpa permintaan tolong dari Saka, dia meraih botol air mineral itu dari genggaman tangan Saka dan membukanya. Entah kenapa seakan sudah menjadi kebiasaan yang tak lepas dari kesehariannya bersama gadis itu. Saka menerima kembali botol minuman mineral itu lalu menegak isinya hingga berkurang setengah di bawah tatapan mata Arjun yang kemudian menggerakkan tangannya meraih tisu dan memberi isyarat adanya sisa makanan di bibir Saka. Namun gadis itu bukannya paham. Akhirnya Arjun memilih bangkit dari duduknya dan segera meraih wajah Saka, melap bibir gadis itu. Perhatian dan sikap Arjun pada Saka tentu saja menarik perhatian seluruh pengunjung kantin kampus. Makin banyak mata yang kini menatap mereka- yang memang sejak kedatangan mereka segera menarik pandangan mata banyak mahasiswi dan mahasiswa. Arjun memilih tidak memperdulikan hal itu.

"Ceiileh berasa bulan madu sambil makan bubur. So sweet amat lo Arjuna sampai ngelap bibir Saka segala." Andra salah satu anak fakultas hukum yang juga bagian dari tim basket fakultas hukum- berbisik diantara wajah Arjun dan Saka. Dia muncul bersama lima orang mahasiswa fakultas hukum lainnya termasuk Alfandy yang segera menyambut ucapan Andra dengan siulan nakal.

"Romantis. Romantis pala lo. Mulut Saka belepotan." Arjun melempar tisu bekas yang ada di tangannya ke wajah Andra yang segera menyambut dengan gelak tawa.

"Ya, ampun gitu aja sewot lo. Kalau suka bilang aja." Andra menghempaskan pantatnya di sisi lain Saka. Merangkul pundak gadis itu. "Betul kan, Saka?" Andra memainkan matanya seakan memberi kode saat matanya dan mata Saka bertemu.

"Kenapa nggak lo aja yang jadi pacar gue?" Arjun menghentikan makannya, mendongakkan kepalanya sedikit, tapi tidak kentara.

"Bangsat, Saka- lo ngelamar gue di depan pacar lo?!" Andra yang penuh drama memekik membuat semua mata menatap mereka. Telapak tangan Saka segera menyumpal mulut cowok gendeng berambut sebahu itu. Andra berusaha keras melepaskan diri. Namun Saka bukan gadis biasa. Tenaganya bisa dibilang super. Gagal dengan percobaannya menarik telapak tangan Saka, Andra memilih menjilat telapak tangan Saka membuat gadis itu memekik.

"Apaan .. Issshhh, lo jilatin telapak tangan gue! Jorok lo!" Saka memekik sambil melap telapak tangannya ke pakaian Andra dengan rasa jijik. Cowok itu nyengir lebar tanpa rasa bersalah. "Bangsat deh lo. Kalau gue kena HIV gara-gara ludah lo ..."

"Ehh, Saka dodol. HIV Aids nggak menular dari ludah," Andra memekik. Saka bukan nggak tahu, dia hanya kesal pada kelakuan Andra. "tapi dari sperma atau darah kalau lo minum tuh baru nyahoo lo. Lagian gue cowok baik-baik. Ludah aja lo histeris."

"Bau tau."

"Allaahh, banyak cincong lo kalau lo- gue cipok pasti ketagihan. Lupa deh lo sama ludah."

Plak. Arjun menggeplak kepala Andra hingga cowok itu meringis kesakitan dan mengusap-usap kepalanya diantara tawa teman-temannya. Mata Arjun menatap Andra tajam sebelum mengalihkan tatapannya pada Saka. "Gue ke fakultas. Mau ngajar, mau bareng nggak?"

"Ya, kali Arjun," Alfandy kali ini bersuara, "Lo kira kita ini pelaku kejahatan? Sampai gitunya jagain Saka?" Tawa yang lain terdengar.

"Gue disini aja deh. Bareng yang lain."

"Lo jangan mau pacaran sama ..." Arjun menggerakkan dagunya menunjuk Andra.

"Yeaahh, cemburu dianya!" Pekikan suara Andra terdengar membuat senyum lebar para sahabat Arjun terlihat termasuk Saka- walau senyum itu hanya senyum malu-malu. Untuk sejenak Saka merasa bahagia.

"Kenapa?" tanyanya diantara suara usil teman-teman mereka yang masih juga berisik-menumpahkan rasa ingin tahu yang telah lama terpendam. Berharap satu kali saja Arjun menyadari memiliki perasaan yang sama dengan perasaannya.

"Lo pantas dapat cowok yang lebih baik." Senyum di wajah Saka memudar. Dia tidak tahu harus sedih atau senang.

"Kalau nggak ada?" Lirihnya pedih.

"Kalau gue masih kosong, gue bakal tanggung jawab sama lo."

"Cieee. Cieee!" Suara ribut para mahasiswa nyatanya lebih parah dari para mahasiswi. Suara berisik dari anak-anak basket fakultas hukum membuat kantin kampus berisik. Apalagi saat Arjun meletakkan telapak tangan kanannya di ubun-ubun kepala Saka persis kelakuan papa Saka.

"Gue ke fakultas. Makanannya biar gue yang bayar."

"Makanan gue juga, Jun," Alfandy segera menyeletuk. Belum sempat Arjun menjawab dia bahkan telah mengatakan pada ibu kantin bahwa Arjun lah yang membayar makanannya. Entah sejak kapan di depan Alfandy telah terhidang soto babat dan nasi putih plus gorengan plus teh manis dingin plus kerupuk beberapa plastik dan telur setengah matang tiga butir. Mungkin itu yang disebut pemanfaatan kesempatan dengan baik. Arjun melototkan matanya, tapi tetap saja bertanya pada ibu kantin.

"Jun! Gue juga, Jun!" Itu suara Vano, "belum sarapan gue sedari kemarin. Tau dong lo bulan tuanya anak rantau. Boleh, ya." Vano sudah berdiri di sisi etalase kaca, berdampingan dengan Arjun dan segera asal tunjuk menu.

"Gue juga dong. Lo udah jitak kepala gue. Nyokap gue aja nggak pernah ngelakuin itu. Lo wajib kasih gue makan kalau nggak mau kena sial lo." Ucapan absurd itu keluarnya jelas dari mulut cowok absurd bernama Andra.

Akhirnya walau belum gajian, Arjun sudah mengeluarkan uang melebihi batas belanja hariannya dari orang tuanya. Teman memang kadang nyusahin.

***

"Iren, Van. Iren." Suara Alfandy terdengar sambil mendribble bola menghindari Saka dan Vano yang mencoba merebut bola dari tangannya.

"Cewek emang nggak peka." Suara keras Vano terdengar mengagetkan ketiganya sebelum dia sukses merebut bola dari tangan Alfandy lalu melakukan tembakan jarak jauh yang akhirnya gagal.

Lihat selengkapnya