Papa Arjun baru saja menaiki tempat tidur ketika sang istri terbangun lalu mulai bertanya."Papa ngantuk. Tidur di sofa nggak enak, Ma. Arjun masih nonton tuh di bawah."
"Papa ini mikirin diri sendiri!"
"Aww, Ma." Papa memekik saat merasakan pukulan sang isteri di punggungnya. "Kok Papa dipukul sih?"
"Disuruh jaga anak baru dua malam aja udah nyerah. Mama jagain Arjun yang susah tidur dari dia ..."
"Mama lupa, ya kalau dibantuin Suster Emeli." Papa Arjun menghela nafas panjang.
"Mama ingat kok. Arjun jadi nggak susah tidur lagi setelah kita pindah ke rumah ini dan dia ketemu anak perempuan di samping rumah ini. Saka. Itu yang membuat kita menetap disini kan setelah lima kali pindah dalam dua tahun ... Mama nggak akan pernah bisa lupa semuanya, Pa." Papa mengelus punggung sang istri dengan lembut. "Saka lah yang bisa membuat Arjun nyaman, membuka diri dan tak takut lagi pada orang asing."
"Saka punya arti yang begitu besar buat Arjun, jadi dia nggak akan pernah melukai hati Saka."
Mama mengangguk menyetujui ucapan papa Arjun, tapi kemudian memberi penjelasan lain: "Tapi ketakutkan kita bisa terjadi ... karena mereka saling menyayangi walaupun, ini jelas belum waktunya. Mama belum mau dipanggil Oma ... Mama masih terlalu muda jadi Oma."
"Kalau Mama jadi Oma sekarang berarti Mama akan jadi Om tercantik." Papa Arjun menggoda, tapi sepertinya bahkan tidak mempan. Mama Arjun menyibak selimut lalu segera turun dari atas ranjang dan melangkah.
"Papa nggak malu kalau anaknya merried by accident gitu?"
"Malu sih. Tapi Papa percaya Arjun dan Saka. Mereka nggak akan mempermalukan kita."
"Moga-moga aja."
"Terus Mama mau kemana?"
"Memastikan Arjun dan Saka di posisi mereka masing-masing ... Nggak kemana-mana." Wanita itu berkata singkat dan baru saja menguak pintu kamar tidurnya ketika suara pekikan marah Saka terdengar dari kamar tidur Arjun yang ada di sisi kamar papa dan mamanya. Mama Arjun menajamkan pendengarannya.
"Saka sepertinya sedang kesal dengan Arjun," papa menyambut. "Jadi mereka pasti nggak akan ketemuan diam-diam malam ini."
"Siapa bilang? Malah kalau bertengkar biasanya mereka suka kabur-kaburan buat jumpa supaya bisa minta penjelasan." Sang istri melangkah keluar kamar. Dan memilih menutup pintu tanpa menggubris panggilan sang suami.
Dengan perasaan sedikit dongkol mau tak mau papa Arjun turun dari atas ranjang dan mengikuti sang istri keluar. Namun baru tiba di depan kamar, langkahnya terganti saat mendengar pekikan isterinya yang terdorong nyaris jatuh. "Ngapain mama disitu?" Tanyanya dengan suara nyaris berbisik.
"Ngapain lagi? Ya, ngawasin Saka dan Arjun-lah. Emang Papa pikir apa?" Papa Arjun melihat sang isteri duduk berselonjor di depan pintu kamar. "Udah tidur sana di dalam."
"Aku mana tega biarkan kamu di sini. Udah kamu tidur di dalam sana." Papa Arjun memilih berjongkok dan duduk berselonjor di sisi sang isteri yang menatapnya penuh senyum sebelum memilih bangkit dari duduknya dan masuk kembali ke dalam kamar. "Katanya emansipasi di segala bidang ... Giliran ronda, nyatanya tunjuk gender juga. Wanita emang selalu benar."
"Ngomong apa barusan?" Mama Arjun muncul dengan selimut dan segera duduk kembali di sisi sang suami yang segera garuk-garuk kepala pura-pura budek.
"Kamu nggak masuk? Tidur di dalam ...."
"Nggak ahh .. Nanti ditinggal ada yang mengungkit emansipasi," sindir mama Arjun sambil duduk di sisi sang suami yang hanya bisa diam tak membantah dan segera membantu sang istri mengembangkan selimut untuk menutupi bagian tubuh mereka.
"Jadi kita tidur disini malam ini?"
"Anggap saja lagi camping." Papa Arjun tertawa kecil. Mereka duduk berselonjor berdua. Perlahan tangannya meraih jemari sang isteri. "Apaan sih Papa ini ..." Mama Arjun menarik jemarinya dari jeratan jemari sang suami. "Malu udah tua."
"Katanya tadi belum mau jadi Oma karena masih muda." Papa Arjun meledek. Si isteri menyambut ucapannya dengan pukulan manja di lengan sang suami. "Mama ingat-nggak camping pertama kita? Waktu aku nyatain cinta sama kamu?" Mama Arjun terkekeh kecil, "Mau mengulangnya bersama?"
"Emang nggak apa, Pa kalau kita ciuman di sini?" Mama Arjun berbisik, "nanti ada yang lihat."
"Pintu kamar Arjun rapat gitu kok dan Arjun di bawah sana." Papa Arjun berujar yakin diantara gerak dagu mama Atjun yang terangkat ke atas. "Mama mau apa? Setahu Papa yang nyosor duluan di camping kan Mama." Mama Arjun menjitak kepala sang suami hingga pria itu berteriak tertahan protes karena tingkah si istri. Saat papa Arjun berteriak, tiba-tiba sebuah bibir telah menempel manis di permukaan bibirnya. Keduanya melanjutkan aktivitas ciuman mereka tanpa tahu Saka melihat kejadian itu dari balik pintu kamarnya yang terkuak sedikit.
***
Wajah Saka masih panas. Jantungnya juga berdegup terlalu kencang seperti genderang perang. Kenangan ciuman mama dan papa Arjun merusak sistem kerja otaknya. Gara-gara si Arjun yang nggak mengangkat telponnya usai dia merajuk membuat dia berniat memastikan apa yang terjadi pada cowok tak berhati itu. Namun baru membuka pintu sepelan mungkin, dia disuguhi adegan di film romantis dewasa. Walaupun yang masih mengganggu pikiran Saka alasan Om Satria dan Tante Kamila selonjoran di depan pintu kamar tidur mereka dan berciuman di sana. Kayaknya om Satria dan Tante Kamila punya kebiasaan seks yang aneh deh. Saka menebak-nebak apakah kebiasaan aneh itu juga menjalar pada Arjuna ...
Drrrrt ... Suara berisik ponselnya membuat pemikiran Saka terusik. Gadis itu buru-buru meraih ponselnya dan mematikan mode suara ke silence. Bakal bermasalah kalau orang tua Arjun mendengar bunyi ponselnya sementara Arjun di bawah sana. Melirik layar ponsel, Saka menemukan nama Devan di sana.
"Ada apa, Devan? Lo tau ini udah malamkan?" Suara Saka berbisik.
"Ka, coba lo hubungi Arjun gih. Gue teleponin tuh anak nggak ngangkat juga. Vano dihajar anak kedokteran di kosan si Irene. Gue sama Alfandy nggak sanggup nih ngadapin mereka. Mereka banyak soalnya."
"Lo bertiga gila apa tawuran malam-malam sama anak kedokteran lagi."