Friend Don't Kissing

Elisabet Erlias Purba
Chapter #12

Terbongkar

"Sayang," sang mama telah berusaha beribu kali untuk membangunkan Arjun yang tidur tak tertandingi, dia layaknya mayat hidup alih-alih orang tidur. Putus asa, sang mama yang telah nampak cantik dengan dandanannya menatap sang suami yang tengah melangkah sambil bersiul dan melempar-melemparkan anak kunci mobil yang ada di tangannya beberapa saat ke udara. Kayaknya senang benget setelah berkencan dadakan dengan mama di depan pintu kamar tidur kemarin malam.

"Papa, bangunkan Arjun atau kita akan telat ke nikahan anak Aden. Anak ini kalau soal bangun susah banget. Kebiasaan bergadangnya itu ..."

"Memangkan Arjun harus diajak bergadang selama Sa ..."

"Selama apa, Pa?" Arjun menyipitkan matanya menatap wajah papa dan mamanya bergantian. "Berisik amat pagi-pagi." Dia menguap panjang sambil menarik lebar kedua lengannya dan bangkit dari sofa untuk duduk. Tanpa menyadari betapa leganya sang papa akibat tak jadi keceplosan alasan dibalik dia mengajak sang putra untuk bergadang. Jika tadi dia keceplosan, apakah Arjun akan segera memberi tahukan Saka?

Lalu apa gadis itu akan kabur dari rumah mereka ke tempat lain? Papa Arjun menggelengkan kepala tak paham.

"Selama ada piala Inggris maksud Papa. Jadi ... jadi gimana semalam siapa yang menang? Arsenal kan?"

"In your dreams, Pa." Sejujurnya karena perkelahian semalam Arjun tidak tahu lagi kelanjutan pertandingan MU dan Arsenal, tapi melihat hasil akhir sebelum dia pergi, kayaknya kemenangan ada di tangan MU. Arjun berdiri. "Lapar, Ma." Arjun mendusel di pundak mamanya dengan manja. Lalu menatap mamanya yang nampak cantik luar biasa. "Mama mau kemana? Pagi-pagi kok udah cantik?" Tanyanya baru menyadari kalau ini terlalu pagi untuk sang mama berdandan serapi dan secantik ini di hari Sabtu. Dokter seakaliber mamanya juga libur kalee.

"Anak dokter Arden nikah. Mama dan Papa mau ke kondangan. Kalau kamu kapan nikahnya?"

"Ya, kalee, Ma. Yang dinikahi aja belum kelihatan. Memang Arjun mau nikah sama kucing?" Arjun menghela nafas panjang, tentu saja sulit mengabulkan keinginan orang tuanya. Tak ada yang tahu, mungkin kecuali Saka bahwa dia tidak mempunyai rencana menikah ataupun menjalin hubungan serius dengan wanita.

Baginya hubungan serius dengan wanita akan membawa keruwetan baru dalam hidupnya dan membuang banyak waktu berharganya. Cewek pasti menuntut banyak waktunya untuk bersenang-senang sementara dia tidak punya waktu untuk hal percuma semacam itu.

"Saka-kan ada?"

"Saka? Kalau Arjun nikah sama Saka berarti kiamat bentar lagi datang."

"Husssh." Mama memukul pipi anak laki-lakinya itu. "Ngomong itu jangan asal bunyi. Kalau Saka dengar ..."

"Gimana dia mau dengar diakan asyik molor di kamar ...." Arjun mengangkat wajahnya dari pundak sang mama dan menggaruk kepalanya saat menemukan tatapan mata tajam mama dan papanya menatapnya. "Maksudnya di kamarnya Dewi noh .. noh teman satu kampus kita."

"Tetap aja. Kalau dia dengar bisa sakit hati dianya. Lagian Saka cantik kok. Manis juga. Dia juga baik dan menyenangkan. Kamu juga udah kenal Saka lama, Arjun jadi udah saling memahami. Dalam pernikahan itu sangat penting untuk saling memahami ..."

"Yayayya, Ibu Dokter. Nanti bilang aja nasehatnya di pesta pernikahan anak Om Arden."Arjun mendorong punggung sang mama.

"Kamu ngusir Mama, ya?"

"Nggak, Ma. Cuma enggak enak aja nanti Mama telat. Om Arden rekan sejawat Mama-kan? Titip salam sama Om Arden dan anaknya yang nikah, ya." Arjun tak menghiraukan protesan sang mama. "Kalau ada beseknya jangan lupa dibawa pulang. Rindu makanan kawinan."

"Ya, udah Mama dan Papa pergi. Sarapan kamu ada di meja makan. Selesai sarapan antarkan sarapan dan makan siang untuk Saka juga. Mama udah masakin semuanya." Kebiasaan baru mamanya selalu mengingatkannya tentang sarapan dan makan siang Saka.

"Iya. Iya. Dah, Ma-Pa. Enjoy your party!" Arjun berkata sambil bersandar di daun pintu dan menatap mama dan papanya yang perlahan bergerak keluar dari halaman rumah. Mobil berwarna abu-abu metalik itu perlahan menjauh dan meninggalkan asap putih. Tanpa menunggu asap itu menghilang, Arjun memilih melangkah masuk kembali ke dalam rumah dan segera menuju ke ruang makan. Lapar. Bergadang memang bikin perut keroncongan. Apalagi pukul-pukulan malam-malam jadi double lapar.

Ada sepiring besar mie goreng yang dimasak sang mama untuknya dan Saka. Di piring lain ada telur ceplok dan ayam goreng. Arjun mencomot satu paha ayam dan sambil menggigit ayam itu dia melangkah menuju ke lantai atas. Waktunya membebaskan Saka dari penjaranya dan memastikan keadaan Saka pagi ini.

***

"Saka, bangun lo! Bukain gue pintu!" Entah sudah berapa kali Arjun meneriakkan itu sambil mengetuk pintu kamar tidurnya. Namun Saka tak juga membuka pintu. Menatap pintu kamar tidur yang tetap tertutup rapat, Arjun berniat membuka pintu kamar dengan kunci serep. Sialnya dia selalu tak tahu dimana mamanya menyimpan kunci-kunci itu. Merogoh sakunya, Arjun berniat menelpon mamanya untuk menanyakan hal itu. Namun baru saja merogoh saku piyama biru dongkernya, dia menyadari bahkan tidak mengantongi ponselnya, dia jelas meninggalkan benda itu di sofa atau di meja kaca depan televisi karena ketiduran sambil menonton kemarin malam.

Arjun bergegas menuruni anak tangga ketika suara bel di pintu rumah terdengar. Arjun menghela nafas kesal. Dia paling kesal pada tamu di pagi hari. Penampilan masih kucel begini .., jadi malas ketemu orang lain. Sambil meraih ponselnya yang ada di sisi pojokan sofa, Arjun bergegas membuka pintu rumah.

"Om?" Sedikit kaget, Arjun menemukan papa Saka di depan pintu rumahnya. "Ada apa, Om?"

"Boleh Om masuk?"

"Ngg ..." Arjun tidak menjawab, matanya melirik ke belakang tubuhnya dengan resah. Ekor matanya menatap anak tangga. Arjun belum menjawab apa-apa ketika papa Saka melangkah masuk ke dalam rumah membuat jantung Arjun jadi berdebaran. Matanya menatap ke lantai atas berharap jangan sampai Saka turun dari sana dan langsung kepergok papanya. Semarah apa nanti Om Andreas kalau tahu dia membohongi seluruh orang tua mereka: menyembunyikan anak perawannya. Bilangnya Saka kabur ke rumah teman, tapi nyatanya di rumahnya. Di kamar tidurnya lagi. Bisa habis dia. Masih untung digebukin, lah kalau langsung dikawinkan sama Saka?

"Sepi?"

"Iya, Om. Papa sama Mama lagi ke kondangan."

Lihat selengkapnya