Friend Don't Kissing

Elisabet Erlias Purba
Chapter #16

Makan Pagi Dua Keluarga

"Ceiileh yang diperjuangkan sama Ibu mertua dan ayah mertua." Saka mengacuhkan omongan kakaknya yang tak dia pahami. Dia telah siap sedia ke kampus. Ranselnya dicantol di bahu kirinya. Kali ini Saka memakai baju kaos bodyfit berwarna hijau lumut dan celana gombrong army, udah kayak tentara mau perang saja.

"Saka berangkat, Ma-Pa."

"Sarapan dulu. Arjun juga belum datang jemput kamu." Saka memutar matanya malas: memangnya kapan Arjun menjemputnya? Di hari sepagi ini, dirinya bangun enggak telat aja itu keajaiban. Namun kali ini Saka lagi malas membangunkan Arjun. "Emang kamu nggak berangkat kuliah bareng Arjun?" Mama yang ada di meja makan bertanya.

"Nggak. Bentar lagi juga harus ke Paris kan? Jadi harus bisa mandiri. Saka mau sarapan di kampus aja, tapi bagi uang, ya, Pa?" Saka menjulurkan tangannya. Sang papa yang duduk di meja makan segera meraih dompet dari balik saku dalam jasnya dan menyerahkan beberapa lembar uang ratusan ribu pada Saka. "Wow, banyak. Tumben."

"Papa berubah pikiran kemarin malam. Kamu nggak perlu ikut ke Paris, jadi Papa udah minta tiket kamu dicancel aja. Jadi Papa nggak terlalu rugikan?"

"Kok?"

"Kamu nggak mau ke Paris. Papa nggak mau badan kamu di sana, tapi hati kamu di sini. Sakit hati Papa kalau kamu terus sedih." Saka menatap wajah papanya dan entah kenapa air matanya mengalir jatuh. Dia mendekap erat tubuh papanya. Pria itu membelai ubun-ubun kepala Saka dengan lembut. "Udah, jangan nangis. Nanti siang datang ke kantor Papa, kita ke bank. Papa mau buatin rekening tabungan bersama buat kamu biar nanti kalau kamu butuh apa-apa kamu nggak kesulitan."

Saka melepas pelukannya dan menatap wajah papanya. "Serius, Papa?" Pria itu mengangguk. "Papa Te O Pe banget deh."

"Tapi ingat jangan boros. Papa bakal dapat laporan keuangan tabungan yang kamu pake nantinya dan kalau kamu nggak bertanggung jawab, Papa hentikan dan kamu wajib ikut ke Paris."

"Oke." Saka mengangguk senang lalu kembali memeluk leher papanya.

Papanya emang pria Te-O-Pe yang paling ngerti dirinya nggak kayak manusia tetangga sebelah rumah yang selalu nggak punya hati. Sahabat, tapi kok nggak paham hatinya. Untungnya Saka sayang dan masih belum kehilangan semangat juang buat cowok itu.

"Ehh, Arjun. Ayo, duduk." Seruan mamanya membuat Saka segera melepaskan pelukannya dari sang papa dan memutar tubuhnya menatap Arjun yang telah nampak rapi pagi ini. Kak Andrea segera menyapa papa dan mama Arjun. Mereka cipika-cipiki bentar lalu beralih Tante Kamila memeluk dan mencium pipi mama Saka kemudian ke Saka yang nampak bingung.

"Kok pagi-pagi udah bertamu, Tan?"

"Emang nggak boleh?"

"Bukan gitu sih."

"Nih anak emang, "mama Saka mendumel, "kamu itu harusnya ngucapin terima kasih sama Om dan Tante Kamila. Mereka datang malam-malam loh buat memohon supaya kamu nggak dibawa ke Paris. Kamunya sih berkurung terus di kamar, udah kayak gadis pingitan aja. Emang menurut kamu siapa yang bisa buat Papa kamu berubah pikiran begitu?"

"Arjun tuh yang maksa-maksa. Udah aku bilangin besok aja, takut ngeganggu kan. Kayaknya dianya takut banget Saka dibawa kabur ke Paris sama kalian malam kemarin juga." Semua orang ketawa karena ucapan Tante Kamila. Saka melirik Arjun, seperti biasa sahabatnya itu nampak cool, hanya sebuah senyuman tipis terlihat di sudut bibir itu saat mata mereka bersua.

"Kamila, Satria-duduk di sini." Mama menunjukkan dua kursi makan. Untungnya meja makan mereka cukup besar bisa berisi hingga delapan orang. "Aku udah masakin sarapan buat kita semua."

"Maaf ngerepotin kamu, Nit." Itu Mama Arjun yang suka enggak enakan. Dia memgambil posisi bersama papa Arjun di kanan mama Saka, sementara papa Saka di kepala meja. Sementara Arjun duduk di sisi kiri papa Saka bersama kakak Andrea yang telah duduk manis sejak tadi di sisi papa.

"Enggak apalah. Kayak sama orang lain aja. Kamu juga kasih anak aku makan tiap pagi. Pas kabur-kaburan ngasih dia makan tiga kali sehari lagi, kasih tumpangan di kamar Arjun." Saka yang masih berdiri di sisi papanya dan Arjun saling bertatapan dengan pertanyaan: gue nggak salah dengarkan?

"Kamu nggak tahu aja, Nit- Kamila sampe ngajakin aku berjaga di depan pintu kamar tidur kami karena takutnya mereka ini balik bobok sama-sama. Pegel badan aku paginya." Saka memutar mata mengingat kejadian kemarin. Uhhh, dia memang bego. Seharusnya dia tahu ada yang mencurigakan sama kelakuan Tante Kamila dan om Satria waktu itu. Saka menundukkan kepala dalam-dalam lalu menggetok kepalanya dengan malu. Berani-beraninya dia berpikir aneh tentang Om Satria dan Tante Kamila.

"Papa dan Mama juga tahu kalau Saka nginap di rumah?" Arjun buka suara menanyakan kabar mengejutkan itu.

"Ya, iyalah. Kamu pikir kalau Om dan Tante Nita tahu Mama dan Papa nggak tahu? Kita udah tahu dari hari pertama Saka nginap di kamar kamu."

Itu berarti ... Pikiran Saka dan Arjun menjelajah. Waktu pertama kali mama dan papanya datang ke rumah Arjun dan menanyai Arjun keberadaannya karena dia membuat surat minggat.

Arjun ingat bagaimana dengan percaya dirinya dia mencoba membodohi kedua orang tuanya dan orang tua Saka ... Hasilnya ternyata bukan dia yang membodohi kedua orang tua mereka, tapi mereka yang dibodohi kedua orang tua mereka? Uhhh, padahal dia sudah percaya diri saja pada Saka bahwa gadis itu nggak akan ketahuan. Arjun menatap Saka yang menggetok kepalanya lagi.

"Jadi Mama sama Papa nggak nyariin aku karena udah tahu aku di rumah Arjun?" Kata Saka dengan wajah bersemu merah karena malu.

Lihat selengkapnya