Suara teriakan riuh rendah dan tepuk tangan terdengar menyambut lemparan jarak jauh yang dilakukan Arjun. Tepuk tangan dan teriakan itu bukan hanya dari mahasiwa dan mahasiswi fakultas hukum juga dari fakultas lain yang tengah melintas di lapbas universitas yang kemudian memilih berhenti untuk menonton pertandingan itu sedari tadi. Lapbas yang tadinya sepi berubah sesak selama setengah jam ini. Dikerumunan itu juga ada Alder dan teman-teman tim basket fakultas kedokteran yang sepertinya datang karena Irene adiknya ada di sini. Entahlah siapa yang jadi mata-mata Alder. Irene yang sekarang sedang dadadada dengan Vano yang berada di pinggir lapangan setelahnya memilih menjauhi Vano usai kehadiran sang kakak di lapangan basket.
Mata cowok itu yang tadinya fokus mengikuti pertandingan di sepuluh menit ini dan keberadaan Irene, terhenti pada sosok gadis cantik berpakaian hijau army yang nampak berteriak kegirangan di pinggir lapangan sambil meneriakkan nama Arjun. Arjun melempar senyum dan teriakan para wanita terdengar lagi.
Jadi nama cowoknya Arjun, Alder membatin dan membiarkan pertandingan berjalan di hadapannya.
Arjun melakukan jump shoot dan bola berhasil masuk ke dalam ring melewati body-body sempurna rekan-rekannya anggota cadangan tim basket fakultas hukum- yang kini berperan sebagai lawan, yang melompat mencoba menghalangi si merah bata dan mencoba membuat dinding penghalang yang nyatanya gagal membantengi ring dari si bata merah. Lompatan Arjun sempurna dan memberinya nilai akhir sebuah kemenangan.
"Wah, keren, ya? Siapa cowok itu? Siapa namanya?"
"Ganteng."
Suara ingin tahu beberapa mahasiswi kedokteran membuat Alder menolehkan kepalanya ke sisi kanan dan menemukan tiga gadis cantik, bunga fakultas kedokteran di sana.
"Ngapain lo disini?" Gerutunya sinis saat menemukan gadis cantik berambut sepunggung berwarna pirang itu beberapa jengkal di sisinya. "Jangan bilang lo ngikutin gue."
"Ngikutin lo? Jijay. Kayak gue nggak ada kerjaan aja. Gue sama yang lain kesini mau lihat mereka." Tunjuknya pada tim basket fakultas hukum."Orang yang katanya jauh lebih hebat dari lo dan tim lo yang nggak penting itu."
"Nyatanya walaupun gue nggak penting buat lo, lo nggak bisa move on juga dari gue kan?"
"Punya kaca nggak lo? Berkaca dulu kalau lo mau ngomong. Lo juga nggak pacaran sama siapa pun kan sejak gue putusin."
"Hello ..., bukan lo yang mutusin gue, gue yang mutusin lo."
"Gue yang duluan wa lo minta putus. Baru lo yang mutusin di kampus."
"Gue nggak baca wa lo, ponsel gue mati dan gue nggak tau lo wa gue."
"Bacerit lo dan biar lo tahu gue bukan nggak move on dari lo, gue lagi cari yang bermutu lebih dari lo. Biar gue nggak ngulang kesalahan pacaran sama orang kayak lo."
"Nggak ada yang lebih bermutu dari gue."
"Narsis lo."
"Gue ngomong kebenaran."
"Balik, yuk. Yuk. Malas gue di sini." Gadis cantik berambut sepunggung itu segera menarik lengan teman-temannya untuk pergi dari kerumunan itu.
"Lah, Heni, bentar dong. Ada yang ngomong tuh katanya mau tanding dengan tim basket kedokteran ..."
"Kita belum tau kapan kan tuh tandingnya ..."
"Besok-besok juga lo-lo tau. Lagian lo-lo mau ikutan nonton gitu?"
"Ya, iyalah."
"Wajib itu."
"Malas ahh ..., gue, ada si kuyuk di situ."
"Maksudnya lo nggak mau lagi nonton basket? Lah kan itu pertandingan kesukaan lo?" Sahabat Suheni buru-buru membekap mulutnya saat mata gadis itu memplototinya. Seluruh fakultas kedokteran tahu akhir hubungan Alder dan Suheni yang sedikit dramatis karena dibumbui pertengkaran akibat sikap posesif Alder dan berakhirnya mereka dengan saling memutuskan di depan teman-temannya. Ketiga gadis itu segera berlalu dari lapangan basket.
Sementara itu bersamaan dengan selesainya permainan itu, Saka berlari ke dalam lapangan menghampiri Arjun. Handuk kecil dan air mineral ada di tangannya. Arjun segera meraih air mineral yang ada di tangan Saka dan membiarkan Saka melap keringat di keningnya saat dia mengomeli Vano, "Lo bisa nggak jauhin Iren bentar. Coba tadi kalau Kakak dia lihat terus mukul lo, lo mau masalah percintaan lo sama Irene jadi alasan tawuran antar fakultas?" Arjun si gubernur fakultas hukum merepet.
"Iya nggak lah."
"Kalau nggak, tahan dikit dong perasaan lo." Amarah Arjun bukan pamer kuasa, tapi memang kebanyakan alasan tawuran antar fakultas atau bahkan kampus itu karena alasan pribadi yang dibawa-bawa ke civitas akademika. Bisa panjang urusannya jika tawuran terjadi. Arjun harus menghadap presiden mahasiswa, dekan, pembantu rektor bidang kemahasiswaan atau rektor dan bahkan polisi untuk menjelaskan hal tersebut dan minta maaf.
Drrrrt ... Suara ponsel Saka terdengar membuat Arjun mengalihkan pandangannya pada Saka yang telah mengangkat ponselnya. "Siap, Pa. Meluncur ke TKP." Saka menutup ponselnya dengan cepat, menatap Arjun dan berkata: "aku lupa, tadi pagi Papa minta aku sedikan waktu buat ke bank bareng Papa. Papa udah nungguin di kantornya."
"Aku antar. Tungguin aku ganti baju." Arjun langsung mengikuti langkah Saka yang meraih tas ranselnya di pinggir lapangan.
"Jun, lo nggak bisa pergi. Rapat pema bentar lagi." Suara Ridwan Khalid sang sekertaris terdengar kayaknya dia mengikuti percakapan Saka dan Arjun dari tempatnya berdiri.
"Lo wakilin gue."