"Ini prank-kan?" Saka tertawa kecil.
"Ini bukan bulan April," Celetukan Arjun yang tenang tak mengusik Saka.
"April mob yang tertunda. Lo suka banget gitu. Ngagetin semua orang. Gue masih ingat waktu lo ..."
"Nggak ada yang aneh kan kalau Arjun pacaran?" Suara gadis berambut pirang itu menyela perkataan Saka, "Gue Suheni." Gadis itu mengulurkan tangannya pada Alfandy yang terdiam sejenak dan menatap Atjun yang menganggukkan kepalanya seakan mengatakan: 'ya, ini pacar gue.'
"Nggak ada yang aneh sih, tapi Arjun biasanya suka HTS-an," celetukan Devano terdengar membuat suasana pecah dengan tawa.
"Maksudnya?" Pertanyaan kebingungan dan wajah tak paham Suheni serta lototan mata Atjun membuat keempat cowok itu saling sikut.
"Asal aja lo, Dev," ujar Alfandy lalu untuk menghindari beribu pertanyaan Suheni, keempat cowok itu berebut menjabat tangan Suheni.
"Sabar dong lo, Al," celetuk Zain pada Alfandy yang meringsek membuat Zain tak bisa berlama-lama menggenggam tangan Suheni. "Kebiasaan amat lo kalau kenalan sama cewek cantik kayak berebut makanan gratisan. Udah ada yang punya nih."
"Sirik aja lo. Udah ada yang punya juga nggak apa, yang penting kalau nanti jadi dokter bisa dong gratis?"
"Boleh. Tapi cuma biaya periksa dokter aja ya, obatnya dan periksa alat bayar dong." Suheni berujar dengan ramah seramah dokter di rumah sakit swasta bonafit dengan biaya selangit.
"Itu juga nggak apa. Yang penting ada yang gratis tanda pertemanan."
"Bawa-bawa pertemanan. Nih orangnya memang gini, Bu dok," sambut Devano, "kalau ada yang gratis ngapain bayar."
"Kayak lo nggak aja Dodol. Eittts, nyaris lupa. Kenalin yang terakhir .., nih yang tercantik diantara kita." Suasana penuh tawa itu seketika sepi. Tangan Alfandy yang terjulur menunjuk pada Saka terjatuh.
Tubuh Saka membeku, matanya tertuju pada tangan gadis cantik itu yang tak berpindah sedari tadi- bergelayut mesra di lengan Arjun. Sementara semua mata terarah pada Saka, hanya mata Arjun yang mengikuti kemana manik mata Saka mengarah. Jemari lentik Suheni yang menggelayut posesif di lengannya.
"Ka."
"Saka."
Gamitan Andra di lengan Saka membuat gadis itu mengalihkan pandangannya. "Lo baik-baik sajakan?" Saka tersenyum kecil lalu mengangguk.
"Nama aku Suheni Anggreini." Saka menatap telapak tangan yang terjulur di hadapannya itu. "Kamu Saka-kan? Arjun banyak cerita tentang kamu." Saka menatap wajah Arjun. Bertanya-tanya dalam hati apa yang di ceritakan Arjun pada gadis ini tentangnya? Namun Saka bahkan tak bisa mengatakan apa pun. Lidahnya terasa begitu kelu. Namun demi kesopanan, dia menjabat juga telapak tangan Suheni. Telapak tangan gadis itu lembut bak kain satin jelas berbeda jauh dengannya. Seketika Saka minder. Tentu saja Arjun lebih tertarik pada gadis ini daripada dia.
"Jadi kalian mau duduk dimana? Atau gabung aja sama kita-kita," Suheni menawarkan tempat dengan ramah.
"Nggak usah. Kita di sana saja," Vano berbaik hati memilih tempat lain. "Nggak enak juga kalau kita ikutan duduk di meja teman kamu yang ngerayain meja hijau." Vano mencoba memberikan pengertian pada Suheni. Wanita itu sepertinya paham dan mengangguk menyetujui ucapan Vano. "Oke deh kalau gitu. Kita kesana dulu. Jun, kalau lo udah selesai disana, lo boleh kok datang ke meja kita." Arjun mengangguk lalu melakukan salam persahabatan itu, tepukan tangan kanan dan kiri, sikutan siku kanan kiri dan berakhir dengan gaya mengusap rambutnya tanpa menyentuh helai rambut itu sendiri. Cowok itu nampak full senyum. Saat itu Saka menyadari satu-satunya yang terluka disini hanya dia.
Cintanya ternyata bertepuk sebelah tangan. Saka masih memandangi langkah Arjun dan kekasihnya hingga keduanya tiba di meja mereka lalu Saka melangkah menuju meja yang dipesan Vano.
"Lo nggak apa-apa, Ka?"
"Lo nggak bakal bunuh dirikan lepas ini?" Goda Andra yang tidak sensitif. Devan segera menendang kaki cowok itu hingga pekikan protes Andra terdengar. Saka yang tadinya nyaris menangis mencoba menahan air matanya. Menarik ujung bibirnya dia tersenyum selebar yang dia bisa.
"Santai keless gue baik-baik saja. Pesan yok. Pesan. Pijamin gue booklet menu." Saka mencoba meraih sebuah booklet di sisi Andra dan segera menyebut deretan menu yang dia inginkan.
"Lo lapar atau maruk? Bisa bangkrut gue," protes Vano.
Saka terkekeh. "Uang bulanan gue habis di dia tuh." Saka menunjuk pada Andra.
"Isssh, Ka. Lo suka fitness."