Fakultas hukum berhasil memenangkan permainan itu dengan overtime. Suara sorak-sorai penonton fakultas hukum terdengar. Namun kemenangan itu tak disambut dengan kebahagiaan utuh dari tim basket fakultas hukum. Satu-satunya pemandangan haru cuma berasal dari Irene yang melompat menuruni tribun penonton dan berlari mendekap tubuh Vino.
Dari kejauhan Alder nampak bermuram durja. "Sabar, Al. Jangan sewot gitu. Di setiap pertandingan pasti ada yang menang dan yang kalah."
"Gue mikirin adek gue. Nyesel gue kenapa juga setuju sama tawaran anak fakultas hukum."
"Jangan gitu. Adek lo aja kayaknya senang banget."
"Irene itu polos banget tau. Setengah bego. Dia dibutakan cinta mana peduli dia cowok playboy macam itu."
"Eeeh, bentar. tadi cewek onoh ... Yang teriak-teriak dari tribun penonton yang kencang banget itu ... Cewek yang nggak sengaja kena tendang kaki lo waktu di dekat kos Iren ..."
"Saka."
"Eh ... cewek."
"Iya, cewek itukan?" Alder menunjuk Saka yang dikejauhan nampak tertawa bersama pemain tim basket fakultas hukum. Cowok di sampingnya mengangguk. Artinya Alder nggak salah menangkap ucapannya.
"Namanya kayak cowok."
Alder menghela nafas. "Terus lo mau ngomong apa tadi?"
"Ehhh, iya. Nyaris lupakan gue. Cewek itu tadi nyebutin nama nomor sembikan belas Vano. Vano, I love you gitu." Arjun menatap temannya itu. "Itu artinya ada dua Vano di tim fakultas hukum. Maybe Vano yang lo denger playboy itu yang onoh." Teman Alder menunjuk pada Devano. Namun kemudian menyadari kalau Alder malah melihat ke arah lain. Ke arah Suheni dan kapten basket fakultas hukum.
"Lo jangan broken heart ngelihat Suheni, dari tadi gue lihat dia nempel sama kapten ..."
"Gue tau sekarang kenapa kita kalah," Alder memotong cepat. "Ternyata mata lo semua bukan fokus ke bola dan pemain lawan malah ke mana-mana." Alder melangkah pergi dari lapangan fakultas kedokteran bergeser menuju lapangan fakultas hukum. Saat itu Arjun sendiri tengah ditarik Suheni.
"Cabut, yuk." Suheni berkata pada Arjun saat Arjun menatap Saka dan teman-temannya sedang bersorak dan melompat kegirangan akibat kemenangan ini. Hanya dia yang tak diacuhkan. Padahal kan dia yang berhasil memasukkan bola terakhir sebagai point kemenangan, belum lagi operan-operan yang dia berikan pada sahabat-sahabatnya disaat dia dijaga ketat oleh tim kedokteran. Tapi kini dia dicuekin begini termasuk oleh Saka. "Aku bukan mau ngejatuhin teman-teman kamu, tapi teman-teman kamu beneran ngeselin. Dah dibantuin masih berani marah sama kamu terus sekarang bahkan nyuekin kamu gini. Cabut, yuk."
Arjun mengangguk, menarik ranselnya dan membiarkan Suheni menarik tangannya untuk pergi dari lapangan. Sejenak matanya masih mencuri lihat punggung Saka.
"Hahahaha."
"Hmmm ..." Suara dehem itu membuat Andra, Alfandy, Devan, Vano, Irene dan Saka menutup mulut mereka lalu serempak menatap sosok laki-laki gagah yang menatap mereka dengan tatapan seakan mereka baru saja mencuri satu truk uang dari Bank Indonesia. "Gue peringatkan lo," tatapan tajam itu kini lebih spesifik ditujukan pada Vano. "Kalau lo buat Adek gue nangis, gue habisin lo."
"Kakak!"
"Sorry, Al, tapi aku nggak bisa janji kalau Irene nggak bakal nangis ..."
"Maksud lo?! Lo mau buat Adek gue nangis?!" Alder menarik kerah baju Vano membuat seluruh sahabat Vano bergerak. Vano mengangkat tangan kanannya meminta Andra, Alfandi dan Devano berhenti bergerak dan tak perlu menolongnya. Mata Vano dan Alder bertatapan tajam.
"Karena orang bisa nangis karena bahagiakan? Dan aku akan pastikan Irrne selalu bahagia sama aku." Jurus rayuan maut Vano keluar. Kekehan Saka dan yang lain terdengar.
"Bacot lo," maki Alder sambil mengedarkan pandangannya pada Saka dan yang lain- yang seketika memilih menutup rapat gigi mereka. "Pegang janji lo." Alder menghujamkan pandang terakhir pada Vano sebelum beranjak pergi. Tarikan nafas Andra dan yang lain terlihat serasa baru keluar dari kandang singa tanpa tahu singa itu udah ompong.
"Abang lo galak, Ren kayak macan belum ketemu pawang." Kekehan Irene terdengar akibat celetukan Saka bersamaan dengan berbaliknya Alder, menatap Saka.
Deg ...
Mata cowok itu yang setajam samurai menatap manik Saka.
"Ehh, Arjun mana?" Suara Devan membuat semua mata beralih mencari Arjun membuat Saka memiliki alasan kabur dari tatapan mata si dokter jagal- Alder yang udah kayak si Jack the Ripper. Jack the Ripper menghabisi korbannya yang kebanyakan adalah pekerja seks dengan memotong tenggorokan kemudian memutilasi perut mereka. Hilangnya organ-organ dalam dari tiga korban Ripper yang ditemukan, memunculkan dugaan bahwa pelaku memiliki pengetahuan anatomi atau bedah.
"Tadi di sana bareng ..." Saka memilih nimbrung. Alder memilih pergi.