"Ngapain?" Alfandy yang baru saja keluar dari kamar mandi dan telah berganti pakaian dengan pakaian keringnya sendiri menyapa Saka.
Aroma sabun mandi yang mengular dari tubuh Alfandy menjelaskan pastinya cowok itu telah mandi. Pantas lama.
"Masak intel. Tuh Andra dan yang lain minta. Lo juga mau?"
"Boleh," Alfandy berkata sambil menatap Saka mengambil lima mie instan yang terus bertambah.
"Lo double atau cukup sebungkus?"
"Double boleh kali." Tawa lebar Alfandy terlihat. Tepat saat itu langkah Arjun terhenti di ambang pintu dapur Saka. Entah kenapa dia memilih menonton interaksi Saka dan Alfandy dalam diam. "Lo nyetok sekardus mie instan, Ka?" Saka cuma nyengir sambil meraih sayur sawi, cabe rawit dan cabe merah halus dari dalam kulkasnya lalu memindahkan ke meja dapur, tempat dimana Alfandy berdiri. "Jangan sampe sakit. Nanti gue sedih." Alfandy berbisik di sisi telinga Saka.
"Modus lo," Saka menyeletuk dan dibalas tawa oleh Alfandy. Saka menambahnya. "Terus cewek yang mau dikenalin nyokap lo gimana? Cantikkan?"
"Cantik sih, tapikan nggak secantik kamu."
"Gue nggak punya uang recehan. Jadi lo nggak bakal dapat uang dari gue."
"Nggak nungguin uang kamu. Kasih hati kamu aja."
"Kalau lo cuma berniat untuk singgah gue cuma bisa kasih Intel bukan hati gue." Alfandy tertawa ngakak mendengar jawaban Saka, dengan gemas dia menarik pipi Saka.
Saat itu Saka baru selesai memotong cabe dan sawi. "Sakit, Fandy!" Saka menyaris menyentuh pipinya dengan kedua tangannya yang baru saja memotong cabe. Namun Alfandy menahannya.
"Tangan kamu baru megang cabe tau. Nanti wajah kamu kepedesan." Saka memanyunkan bibirnya. "Tuhkan bikin aku mau nyubit kamu lagi."
"Awas kalau kamu berani. Aku cicolin cabe."
"Siapa suruh kamu gemesin banget."
"Tolong, ya, Ahmad Alfandy Alkatiri bisa serius dikit nggak. Aku lagi sibuk mau masak intel nih. Bukan bantuin malah ngerecokin." Saka siap meletakkan pan di atas kompor ketika suara Alfandy terdengar.
"Kurang besar tuh. Pakai yang ini aja." Dia meraih wok berdiameter sekitaran empat puluh centimeter."
"Kebesaran itu."
"Nggak. Masaknya sekalian aja. Ngapain satu persatu. Bikin capek nantinya. Biar aku yang masak, kamu numis bawang dan lainnya di pan aja. Kamu tahu nggak: ada pepatah yang bilang who's cook together stay still together." Alfandy berubah ke mode serius, cowok itu segera menuang air cukup banyak di dalam wok dan merebus mie instan.
"Ngapain lo disono, Jun kayak pengamat ..."
"Atau penguntit."
"Cemburu nih?" Suara Andra dan the twin seperti bunyi petasan tenteng yang bersahut-sahutan membuat Saka dan Alfandy menolehkan wajah ke arah Arjuna. Mata Saka dan Arjuna bertemu. Tapi tak ada yang bicara.
Apa Arjun mendengar pembicaraannya dan Alfandy tadi? Saka bertanya-tanya dalam hati, lalu kalau mendengar apa ada cemburu di hati Arjun? Sedikit saja juga tak apa, dia membatin, karena kalau ada, dia akan berjuang untuk itu.
"Siapa yang masak?" Devan melongok dan melihat Alfandy yang sibuk membuka bungkus mie instan dan memasukkan mie instan ke dalam rebusan. "Wuih, untung Fandy. Jadi nggak perlu sakit perut kan kita."
"Lo kira gue nggak bisa apa masak mie instan?" Sembur Saka merasa Devan mengejeknya. Saka tentu saja bisa memasak mie instan. Sepertinya selain telur, mie instan adalah bahan yang paling bisa dia masak walau kadang masih suka kematengan dan kelembekan. "Sekali gue masakin ketagihan lo."
"Kalau masih hidup setelahnya." Tangan Saka yang memegang spatula bergerak hendak memukul Devano yang dengan gesit melarikan diri di sekitaran dapur.
Sialnya kejar-kejaran itu membuat Saka akhirnya terpleset. Gadis itu jatuh dengan pantat membentur lantai. Arjun dan Alfandy berlari menghampiri Saka.
"Lo nggak apa-apa, Ka?"
"Berapa kali gue bilang jangan lari-larian," suara Arjun terdengar memotong ucapan Alfandy, "Jatuhkan lo? Mana yang sakit?" Arjun segera memeriksa kaki dan lengan Saka yang menatap Arjun dengan wajah cemberut.
"Nggak ada yang sakit. Lebih sakit lagi kuping gue denger suara teriakan lo," sambut Saka sewot membuat Arjun menyadari sekali lagi dia berbuat salah pada Saka. Untungnya Devano nggak bilang tadi omongan Devano berdasarkan omongannya, bisa lebih ngamuk Saka padanya baru juga dia baikan sama Saka. Saka memilih bangkit dengan menghentakkan kakinya lalu pergi dari dapur.
"Ka," panggilan Arjun dan Alfandy terdengar. Namun Alfandy segera menahan langkahnya saat melihat Arjun bergegas mengejar Saka.
"Ka."
"Apaan sih?" Saka menatap jemari Arjun yang menyinggahi lengannya, menghela nafas lalu menatap wajah cowok itu. "Hmm?" Tekanan suaranya melembut.
"Lo nggak apa-apa?"
"Nggak. Lo nggak perlu khawatir."
"Lo nggak marah lagi sama gue kan?"