Friend Don't Kissing

Elisabet Erlias Purba
Chapter #31

Arjun yang Menyebalkan 2

"Maksudnya gimana? Gimana, Ka?" Keempat cowok itu duduk di sebuah meja persegi panjang plus Irene di kantin fakultas hukum yang nampak sudah sepi.

"Suheni nyium Arjun di depan mata Saka," Vano berkata pada Andra. Lalu menatap Saka prihatin.

"Nyium pipi, bibir atau apa?" Andra yang ingin tahu mencari fakta.

"Mau pipi, kening, bibir semua sama buat Saka: sama-sama nyakitin. Lo bayangin dong kalau cewek idaman lo dicium di depan mata lo," Vano berceletuk.

"Tapi semua ada arti berbeda. Kening itu cuma ciuman sayang kayak nyokap lo nyium lo."

"Pala lo peang. Sejak kapan Suheni jadi Mama Arjun?"

"Bibir," Saka menjawab singkat dan pelan. Wajahnya tertunduk meneliti meja kantin yang ada di hadapannya.

"Wah, gila -anak kedokteran. Selangkah di depan, ya? Main cipok aja. Gue harus cari cewek anak kedokteran nih." Plak! "Auww." Pukulan Vano menyinggahi kepala belakang Andra yang tak punya attitude. "Apaan sih. Main geplak aja lo." Andra mengusap-usap belakang kepalanya yang sakit.

"Mulut lo nggak pake attitude." Seluruh mata cowok itu menatap wajah Saka yang sendu.

"Sorry, Ka, gue cuma bergurau kok. Serius. Beneran." Andra mengangkat telapak tangannya. "Gimana juga gue tetap mendukung lo sama Arjun. Lo- Arjun tuh harga mati deh." Andra bicara seenaknya mencatut semboyan para nasionalis: NKRI harga mati.

"Gue minta maaf soal sikap gue tadi di kelas deh, Ka. Gue nggak tahu kondisi lo." Vano terlihat menyesal.

"Jadi tadi tuh lo bukan sakit perut?" Alfandy menyela. Saka menggelengkan kepala. Cowok itu menghela nafas.

"Gue sakit hati bukan sakit perut." Saka mengaduk-aduk bakso di hadapannya dengan bete.

"Jadi selanjutnya lo punya rencana apa?"

"Gue nyerah. Gue rasa udah waktunya gue jauhi Arjun. Nggak naik mobilnya lagi dan ngehindari dia, tapi gue butuh bantuan lo semua." Alfandy menatap wajah Saka lekat-lekat. Dia baru saja akan memberikan pendapatnya ketika Andra mengungkapkan pendapatnya,

"Jangan nyerah dong, Ka. Lo udah ngejar Arjun selama ini, masak mundur. Mana Saka yang kita kenal? Yang muka tembok dan nggak bakal peduli apa pun kata orang kalau menyangkut Arjuna Wissesa?" Andra membakar semangat Saka.

"Karena saat itu gue pikir Arjun suka sama gue, tapi nyatanya gue salah."

"Arjun cuma belum memahami hatinya, Ka. Dia perhatian banget sama lo. Mustahil nggak suka. Sebagai wanita gue bisa ngebaca itu dari sikap dia ke lo." Si Irene angkat suara.

Semua nampak antusias mendukung hubungan Saka dan Arjun selain Alfandy- cowok itu memilih membuat acaranya sendiri: pergi ke penjual kantin untuk memesan menu baru padahal menu bakso tahu goreng yang dia pesan masih ada setengah piring lagi. "Kalau lo nggak naik mobil Arjun, lo bakal nggak punya harapan dengan Arjun. Suheni bakal punya kesempatan dong nyosor ke bibir Arjun lebih hot lagi. Lo mau biarin itu?"

"Biarin. Arjun cintanya kan sama cewek itu. Yang gue butuhin sekarang adalah ngajarin hati gue untuk berhenti nge-harapin Arjun." Saka berkeras. Hatinya sudah terlanjur sakit.

"Lo bener sih, Ka, tapi sebelum itu lo harus memastikan lo beneran nggak bakal menyesali keputusan lo. Karena kalau sebenarnya Arjun nyatanya juga cinta sama lo, tapi takut mengungkapkan karena status persahabatan antara lo sama dia dan butuh memastikan perasaannya sama lo tuh benaran cinta atau cuma kagum dan nyaman sebatas sahabat, tapi kemudian dia memilih mundur waktu lo kemudian menjauh dan dia beralih hati. Lo yakin lo nggak bakal nyesal seumur hidup? Pastiin aja lo nggak bunuh diri. Cinta seumur hidup gitu." Ucapan Vano membuat Saka tertegun sejenak. Tangannya bergerak meminta Vano berhenti menceramahi keputusannya. Saka membekap ubun-ubunnya dengan kedua tangannya. Kebimbangan jelas melingkupi hatinya.

"Please, jangan buat gue bingung."

"Emang lo bingung kenapa?" Arjun muncul di belakang Saka dan mengagetkan semuanya. Cowok itu segera memilih duduk di sisi Saka yang tadinya diisi oleh Alfandy yang tengah berada di depan etalase kantin. Tak ada yang menjawab pertanyaan Arjun. Semua membuang pandang dan pura-pura punya kesibukan saat mata Arjun bersua dengan mata para sahabatnya. Saka melirik cowok itu dengan tatapan dingin sebelum mata keduanya saling bertatap.

Karena lo.

"Udah kelar urusan lo, Jun?" Devano melirik pada Saka yang terlihat tak nyaman atas tatapan penuh tanya dari Arjun padanya, dia mengalihkan pembicaraan. Arjun mengangguk singkat menjawab pertanyaan dari Devano sambil melirik Saka yang nampak kikuk lalu beralih melahap si bola-bola sapi. Saka jelas tidak mau menjawab pertanyaannya. Ya, sudah, dia tidak akan memaksa.

"Lapar gue," beritahunya sambil meraih sendok dari tangan Saka dan menyendok satu bakso ke dalam mulutnya. Saka memilih diam. "Bu, nasi sop, ya!" Arjun berseru dari tempatnya duduk. Si ibu kantin mengiyakan dari tempatnya berdiri. "Katanya kalau lagi dapet nggak bagus minum air es," Arjun berceletuk saat melirik minuman yang ada di hadapan Saka lalu meraih sebotol air mineral di atas meja dan meletakkannya ke hadapan Saka yang tengah melahap bakso pesanannya. Berpura-pura tak acuh pada Arjun adalah caranya menjaga hati untuk tidak terluka.

Teman-teman mereka menonton interaksi keduanya dalam diam. Arjun turut diam dan melahap pesanannya saat ibu kantin datang membawakan pesanan itu.

Saka jelas kesal padanya, Arjun tahu itu. Namun Saka nggak pernah seuring-uringan ini selama dia mengenal gadis itu saat menstruasi. Jadi kenapa? Kepala Arjun berputar menebak jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang berseliweran di benaknya.

Apa Saka melihat apa yang dilakukan Suheni padanya tadi pagi? Kepala Arjun berputar. Matanya terpaku pada wajah Saka yang memilih menunduk dan menyesap kuah bakso di hadapannya.

Good ... Menjauh akan lebih baik buat dia dan Saka.

Lihat selengkapnya