"Kamu tidak pernah bilang kalau kamu punya pacar secantik ini," Mama Alfandy menggandeng tangan Saka dengan lembut memasuki apartemen Alfandy ... tidak maksudnya apartemen yang ditinggali Alfandy yang luas dan mewah, kan yang punya apartemen orang tua Alfandy.
"Mama nggak pernah nanya juga kan? Mama hanya menjulurkan anak teman Mama samaku." Alfandy menyambut ucapan sang mamanya. Dia mengekor di belakang mamanya dan Saka yang melirik pada Alfandy dengan was-was.
"Tante nggak bermaksud menjodoh-jodohkan Fandy sama siapa pun kalau Tante tahu Fandy udah punya pacar. Kamu nggak kesal sama Tante-kan?" Mama Alfandy yang melihat lirikan Saka pada putranya angkat bicara.
"Ehhh, enggak kok, Tan. Aku nggak marah." Saka refleks melambaikan kedua tangan sebagai isyarat kesungguhan hatinya nggak marah. "Beneran. Tante pantas kok ngelakuin itu. Seorang ibu selalu ingin yang terbaik buat anak-anaknya." Saka terkekeh kecil. "Jelas pilihan Tante yang terbaik ... Cuma Alfandy-nya aja yang belum mau ..." Jeda sejenak Alfandy dan mamanya menatap Saka. Cowok itu bahkan kini meraih lengan Saka mencengkramnya dan terlihat menggerakkan dagunya seakan meminta penjelasan pada ucapan Saka. Mama Alfandy menatap keduanya. Saat Saka dan Alfandy bertatapan dan bicara dengan gumaman berbisik yang tak jelas.
"Lo ngomong apa sih? Mana ada cewek yang ngomongin gitu ke mama cowoknya? Lo mau mama gue langsung nikahin gue ke cewek pilihan dia?"
"Emang gue ngomong apa? Sentimen aja lo. Udah diam aja lo. Gue lurusin semuanya."
Mereka bertengkar karena dia mencoba menjodohkan Alfandy- Mama Alfandy mengambil kesimpulan. "Maksud aku ... Tan, sekarang Alfandy-nya lagi nyamannya sama aku ... Jadi ... Bisakah Tante ..." Ucapan Saka terhenti. Lancang nggak-ya, kalau dia meminta mama Alfandy yang baru saja dia kenal agar jangan menjodohkan Alfandy? Kalau Mama Alfandy merasa dia terlalu menggurui lalu kesal padanya dan malah menikahkan Alfandy secepatnya, bisa-bisa seumur hidup Alfandy kesal padanya. "Maksud aku ... Aku bukan mau menggurui Tante. Beneran, Tan cuma ..." Saka blank. Alfandy makin memplototinya. Udah kayak mau membumi hanguskan Saka saja.
Mama Alfandy terkekeh. "Iya. Iya. Tante paham maksud kamu. Namun sebagai orangtua, kamu tahukan Tante mau yang terbaik buat anak Tante?" Saka mengangguk. "Kalau kamu yang terbaik buat anak Tante, Tante nggak akan mencari jodoh lain buat Alfandy, tapi kalau nggak ..." Saka menelan ludahnya dengan keras sementara Alfandy terbatuk saat mama Alfandy melanjutkan ucapannya dengan gestur angkat bahu.
Lah, dia sama Alfandy-kan hanya pacar bohongan? Matanya menatap Alfandy dengan tajam. Sialnya cowok itu kini berada pada mode cuek.
Sejujurnya Alfandy bukan santai. Dia sendiri sedang geregetan atas jawaban mamanya. Awalnya mamanya kan hanya memintanya membawa kekasihnya lalu berjanji tidak akan memintanya melakukan kencan buta dengan anak-anak kenalan mamanya itu. Namun omongan mamanya barusan pada Saka menunjukkan bahwa mamanya belum bergeming atas niat perjodohannya. Ckckck, memang mamanya nggak bisa dipercaya.
"Saka, kamu duduk di sini saja dulu, ya?" Mama Alfandy mempersilahkan Saka duduk di sofa hitam besar yang ada di ruang tamu apartemen itu lalu beralih menatap sang putra. "Kamu mandi sana. Bau keringat tau. Tadi pasti main basket lagi kan? Mama siapin makan malam kita." Mama Alfandy segera melangkah ke dapur meninggalkan Saka dan Alfandy di ruang itu.
"Gimana nih?" Saka mencekal lengan Alfandy tanpa menyadari bahwa diam-diam mama Alfandy mengintip mereka dari balik pintu dapur.
"Ya, udah. Gimana lagi. Kamu duduk aja dulu di sini. Aku mandi dulu, Pacar," ucap Alfandy dengan bisikan di akhir kalimatnya. Senyum jail cowok itu tersungging. Saka memukul pelan lengan Alfandy.
Cowok itu terkekeh kecil lalu berbisik, "emang kapan lagi aku bisa manggil kamu pacar kalau nggak sekarang?" Alfandy mengerlingkan mata sambil berlalu menuju ke kamarnya meninggalkan Saka yang keki sendiri.
Sepeninggal Afandy, Saka kembali duduk di sofa. Dua- tiga majalah bola yang ada di bawah meja dia comot lalu, membaca asal artikel yang ada di sana. Kemudian memilih melangkah menuju dapur apartemen Alfandy. Nggak nyaman juga membiarkan mama Alfandy sendirian di dapur. Kesannya kok dia jadi tamu yang tidak tahu diri, walaupun kehadirannya di dapur juga nggak ngaruh. Dia nggak tahu masak, tapi mungkin dia bisa membantu melakukan sesuatu di dapur sana. Paling tidak merecokin mama Alfandy biar nggak kesepian saat masak.
Langkah Saka terhenti sejenak. Merecokin berartikan dia harus siap dengan segala pertanyaan dari bibir mama Alfandy dan jelas mama Alfandy bakal bertanya-tanya tentang hubungan antara dia dan Alfandy. Dia harus jawab apa coba? Masak bilang dia membantu Alfandy yang jomblo biar terlihat punya pacar agar sang mama tidak menyodorkannya ke sana kemari. Namun kalau memilih duduk saja di sofa ...
Uhhh ... Bikin bingung saja. Saka mondar-mandir sejenak sambil menghitung ubin marmer di ruang depan Alfandy dengan menggumam menemui mama Alfandy atau duduk saja. Belum habis ubin dia hitung, Saka menghela nafas dan berdoa semoga mama Alfandy tak bertanya yang aneh-aneh padanya tentang hubungan palsunya dan Alfandy lalu menyiapkan mental menemui wanita itu di dapur.
"Hai, Tante lagi masak apa?" Saka melirik pada masakan yang tengah dimasak mama Alfandy.
"Cuma masakan sederhana saja. Waktunya mepet sih. Alfandy baru mengiyakan ajakan Tante buat ngajak kamu ke rumah dua jam yang lalu. Tante lagi diluar waktu itu, terus meluncur ke apartemen. Bentar lagi siap kok." Mama Alfandy mengaduk sup yang ada di dalam panci lalu menyingkirkan kentang tumbuk untuk masuk kembali ke dalam kulkas.
"Tante mau buat perkedel ya? Aku bantuin, ya. Bentar kok kalau kentangnya udah ditumbuk gini." Saka meraih kentang tumbuk yang baru saja hendak dimasukkan ke dalam kulkas, meletakkan kembali di meja dapur lalu bergegas meraih daun sup dan bawang lalu mengiris halus semuanya dibawah lirikan mata mama Alfandy. Sebentar saja dia sudah mencampur seluruh bagian resep perkedel dan membentuknya.. Untung sejak pertengkaran dengan Arjun dan memilih tak makan di rumah Arjun, dia sudah beberapa kali memasak ulang resep perkedel Tante Kamila jadi bentuknya tak amburadul lagi. Saka menggoreng bola-bola perkedel dengan tangkas di bawah mata mama Alfandy yang diam-diam mengulum senyum.
"Gimana kuliah kalian hari ini?" Mama Alfandy memecah kesuasana hening yang ada. Dia tahu bagaimana resahnya gadis yang ada di sisinya ini sebelum menghampirinya di dapur. Dia berjanji tak akan bertanya terlalu jauh tentang hubungan putranya dan Saka, kali ini hanya ingin berkenalan lebih dekat dengan gadis ini. Dahulu dia juga se-nervous itu saat pertama kali bertemu dengan calon ibu mertuanya jadi dia jelas paham kecemasan hati Saka.
Sambil memasak Saka menjawab pertanyaan yang diajukan mama Alfandy tentang perkuliahan mereka dan teman-teman mereka. Tak lebih dari setengah jam seluruh masakan telah terhidang di meja makan.
"Jadi kamu kenal semua sahabat-sahabat Alfandy?" Saka mengangguk.