Friend Don't Kissing

Elisabet Erlias Purba
Chapter #40

Bakti Sosial di Panti 1

Saka sudah bersiap mengoes sepedanya ketika dia melihat Arjun keluar dari dalam rumah dengan pakaian casual. Sebuah kaos distro berlengan pendek berwarna hitam yang dipadukan dengan celana blue jeans dan sepatu sport. Sebuah topi biru dongker dengan inisial kota besar di Amerika bertengger manis di kepalanya. Ganteng. Arjun terlihat tampan sekali di pagi ini. Tangan Arjun menjinjing dua plastik besar entah berisi apa. Arjun memasukkan dua plastik itu ke dalam mobil sementara sang mama muncul di belakangnya dengan beberapa kotak tupperware, sedang papa Arjun melenggang santai di belakang keduanya.

"Jangan lupa kotaknya di bawa kembali, ya." Saka mendengar tante Kamila berpesan pada Arjun. Dia masih mengawasi ketiganya di tempatnya.

"Hati-hati di jalan." Papanya memberi pesan pada Arjun.

"Jangan ngebut," sang mama menambahkan.

"Beres, Ma. Arjun nggak akan pernah ngebut biar bisa ketemu Mama sama Papa lagi ..." Mata sang mama menelisik saat suara papa Arjun menyebut nama Saka. "Juga Saka," lanjut Arjun disambut kekehan tawa papanya.

"Tapi ngomong-ngomong tentang Saka, kamu belum jawab pertanyaan Mama loh kok Saka nggak ikut?"

"Ini bukan kegiatan dari fakultas hukum, Ma ..." Arjun terdiam sejenak, "ini sebenarnya kegiatan rutin fakultas kedokteran ..."

"Saka," suara Tante Kamila memotong ucapan Arjun, Saka awalnya tak berniat menghentikan langkahnya. Berpura-pura budek pada panggilan Tante Kamila dia melangkah terus menuju teras, tapi panggilan itu kemudian bukan hanya terdengar dari mulut Tante Kamila juga dari mulut Arjun. Sebelum Saka menyadari apa pun, sebuah tangan telah mencekal lengannya dengan cukup keras. Memaksanya berhenti dan mendongakkan wajahnya menatap pemilik tangan yang berani mencekal lengannya.

"Kamu nggak denger apa Mama aku manggil kamu?"

Saka menatap Arjun lekat-lekat. Menyadari bahwa Arjun jelas berlari melompati tembok setinggi setengah meteran yang ada di antara rumah mereka. Suatu hari nanti dia berharap tidak harus meminta papanya membangun tembok yang lebih tinggi lagi diantara rumahnya dan rumah Arjun .. agar dia tak terluka karena cowok ini. Sentuhan lembut dari jemari Arjun membuat dadanya yang tenang bergemuruh. Itu tidak baik buat perasaannya. Hatinya ...

"Pagi, Om- Tante." Saka menurunkan jemari Arjun yang menempel di kulitnya dan menyapa Tante Kamila dan Om Satria sambil melempar senyum.

"Baru selesai olah raga keliling kompleks, ya?"

"Baru selesai olah raga gimana, Ma ... Keringatnya aja belum ada nih." Arjun mengusap kening dan leher Saka seenaknya mengagetkan Saka. Siapa yang bilang nggak boleh seenaknya, nyatanya Arjun juga bersikap seenaknya padanya. Jantungnya berdegup kencang melebihi roller coaster karena sentuhan itu. Namun, Arjun bahkan tak merasa bersalah sedikitpun. "Yang ada nih, Ma ... Baru nyampek gerbang terus dia-nya berubah pikiran dan mau tidur lagi." Arjun menggelengkan kepalanya sambil meraih ponselnya yang berbunyi dari dalam saku. "Malas jangan dituruti," cowok itu berbisik sambil menyentil kening Saka.

Saka menepiskan rasa sakit hatinya kemarin. Menatap penampilan Arjun lagi ini, jelas cowok itu mau pergi. "Lo mau kemana? Gue ikut, ya?"

"Ta ..."

"Gue ganti baju dulu ... nggak akan lama."

"Gue angkat telpon dulu." Arjun berujar, tangannya menahan gerak Saka. Sebelum Arjun mengangkat ponselnya, Saka bisa melihat nama di layar ponsel itu.

Suheni.

Saka menatap Arjun dengan cemberut, tangan gadis itu refleks memukul punggung tangan Arjuna.

"Gue ikut bareng lo!" Pekiknya membiarkan Suheni tahu dia ada di sisi Arjun. Arjun memutar mata menatap Saka saat dia berbicara dengan Suheni, menatap langkah cepat Saka yang hendak kembali ke rumahnya. Namun belum beberapa langkah, tangan Arjun telah mencekal pergelangan tangannya lagi.

"Ka, sorry kamu nggak bisa ikut kali ini. Sorry, Ka. Aku sama Heni ..."

"Butuh privasi?" Saka tertawa getir, "Gue juga nggak mau ikut. Siapa juga mau jadi nyamuk," Saka menyambut cepat sambil menurunkan tangan Arjun dari lengannya. Cowok itu nggak tahu bagaimana sakitnya hati Saka saat itu. Suheni dan privasi adalah dua tembok tebal yang kini memisahkan mereka. Dengan gontai gadis itu bergerak menjauhinya sebelum benar-benar jauh, Saka masih bisa mendengar pembicaraan Arjun dan Suheni.

"Iya, Saka nggak ikut. Aku ngerti kok. Ini juga mau berangkat. Nggak nyampek setengah jam bakal nyampai di rumah kamu." Saka tersenyum miris saat mendengar ucapan santai Arjun.

Uhhh ... Dari awal yang jatuh cinta itu memang dia, bukan Arjun- kan? Jadi silahkan menikmati rasa sakit hati sendiri, Saka mengejek diri.

"Udah sarapan?" Saka menggeleng menjawab pertanyaan dari bibir Tante Kamila saat dia tiba di sisi kedua orang tua Arjuna. "Makan bareng Tante sama Om?" Tante Kamila yang memang paling pengertian segera menawarkan sarapan buat Saka. Saka mengangguk dan mengucapkan terima kasih. Tepat ketika Arjun tiba di sisi Saka.

"Ka, aku bukan nggak mau ngajak kamu, tapi acara ini ..."

"Gue juga nggak mau ikut. Nggak penting," Saka menyambut judes. Arjun menghela nafas diantara tatapan papa dan mamanya. Saka jelas marah banget padanya.

"Besok kamu mau kemana aja, aku antar. Aku janji."

"Nggak usah banyak janji kalau lo nggak bisa nepatinya. Pergi sana." Sekali lagi Saka mendorong Arjun menjauh dari sisinya. Cowok itu bahkan nggak minta maaf buat janji yang tak bisa dia tepati kemarin dan betapa Saka benci hal itu. Benci karena dia berharap Arjun menyadari hal itu dan minta maaf padanya, benci karena dia masih saja berharap ada satu kesempatan dimana Arjun lebih memilih bersamanya ketimbang Suheni.

"Issh ... Ngusir. Nanti gue pergi, lo bakal RSM tau."

"Apaan sih RSM?" Mama Arjun nimbrung.

Lihat selengkapnya