"Kamu nggak apa-apa kan?" Suheni menghampiri Arjun dengan kwatir.
"Santai aja. Gue aman."
"Alder selalu gitu. Dia merasa fakultas kedokteran miliknya dan semua yang ikut dalam acara fakultas harus melapor sama dia. Nyebelin." Arjun hanya manggut-manggut sambil memperhatikan anak-anak panti asuhan yang duduk manis mendengarkan penyuluhan dari para mahasiswa kedokteran yang ditunjuk setelah pidato sambutan Suster kepala panti asuhan. Setiap anak yang berani bertanya tentang kesehatan akan mendapatkan hadiah. Arjun tersenyum saat seorang anak melompat girang ketika mendapatkan sepaket alat perawatan diri mulai sabun, pasta gigi dan sikatnya, handuk hingga bedak dan parfum.
Sementara mahasiswa -mahasiswi lainnya sibuk mempersiapkan makanan sehat yang akan mereka masak di dapur panti.
"Heni, jangan pacaran mulu deh. Bantuin kita-kita dong." Dengan gerak isyarat Suheni meminta izin membantu teman-temannya dan Arjun mengangguk lalu melebur membantu para mahasiswa kedokteran untuk membawakan belanjaan mereka ke dapur panti asuhan. Hari ini dapur itu diisi oleh mahasiswa kedokteran, sementara para pekerja panti ikut duduk mendengarkan ceramah Alder dan yang lain atau mereka gunakan untuk beristirahat.
Dari dalam bis pariwisata yang mengangkut teman-teman sefakultas Suheni itu- Arjun dan beberapa mahasiswa kedokteran menggotong sebuah keranjang segi empat berisi bahan makanan. Melintas di sisi baris kursi yang diduduki para anak dan pengurus panti, Arjun tersenyum kecil saat menemukan seorang wanita baya yang tertidur di kursi saat para mahasiswa kedokteran memberikan penyuluhan hidup sehat.
Pertempuran sesungguhnya terjadi ketika mereka tiba di dapur panti. Dapur itu tidak luas, tapi dipenuhi panci-panci berukuran besar dan kini karena disesaki oleh mahasiswa dan mahasiswi kedokteran membuat dapur itu terasa mengusut makin sempit.
Beberapa mahasiswi mengeluh soal sirkulasi udara yang buruk dan suasana panas di dapur, belum lagi karena pakaian yang mereka gunakan berikut jas dokter tentu saja makin menambah panas suasana apalagi saat kompor mulai dihidupkan. Arjun merasa beruntung karena dia tak salah kostum hari ini.
Seorang mahasiswa yang sepertinya diserahi tugas menjadi kepala dapur dalam program sosial ini mulai membagi dua puluh lima mahasiswa dan mahasiswi fakultas kedokteran dalam beberapa tim untuk menyelesaikan tugas dapur. "Disini gue lihat kita punya bahan makanan pokok: beras tiga puluh kilo, sayuran -gue rasa cukup banyak macamnya nih. Siapa yang belanja sayuran nih? Mau buat apa?"
"Gue niatnya nih kita buat capcay seafood. Tania bilang dia beli seafood dan ayam." Seorang mahasiswi kedokteran berhijab buka suara.
"Oke, gue temuin ayam dan seafood, telur dan lainnya disini. Jadi jelas kita buat resep dua seperti yang kita susun. Nasi, capcay seafood, ayam goreng tepung, Sekarang kita mulai aja. Gue nggak mau anak-anak itu kelaparan karena kita. Oke, Mulai-mulai!" Ricky berteriak keras membuat semua teman-temannya yang masih berdiam diri segera bergerak melakukan pekerjaan mereka sesuai dengan pembagian tugas.
"Ricky, terus kita ngapain?" Nabil mengangkat tangannya. Cowok yang dipanggil segera menatap kertas di tangannya.
"Sorry gue lupa. Nabil, Cherry, Laudya, Dennis dan lo -Hen tugas kalian membuat makanan penutup yang tidak akan pernah dilupakan anak-anak. Dessert nya harus enak dan menarik."
"Sorry kalau gue nimbrung, tapi Mama gue udah buatin brownies panggang tadi pagi. Cukup banyak. Mungkin tinggal ditambah yang seger-seger seperti es krim?"
"Muka gile, mana ada kita bawa es krim," suara sungutan terdengar dari salah satu mahasiswa di pojok dapur.
"Gue cuma ngasih ide. Diterima, ya silahkan- kalau nggak, juga nggak apa-apa. Gue ambil brownies di mobil gue. Tolong sediain ruangan di kulkas." Arjun melangkah setelah menenangkan Suheni yang nampak gusar akibat ucapan salah satu teman sefakultasnya pada Arjun. Sepeninggal Arjun, Suheni yang masih tak terima atas sikap Dennis segera menyerbu cowok itu.
"Lo bisa ngomong yang sopan dikit nggak ke cowok gue?! Dia udah bawain brownies dan memastikan bahwa paling tidak salah satu menu kita nggak ngecewain.
"Darimana lo tau brownies yang dia bawa nggak ngecewain? Paling dia juga beli di jalan. Pastiin aja nggak jamuran. Jangan-jangan setelah makan brownies dia, anak-anak panti malah muntaber dan nama siapa yang rusak? Fakultas kedokteran."
"Lo dengarkan Mama dia yang buat! Dan Mama dia dokter bedah: Kamila Andini, salah satu dokter bedah di rumah sakit Internasional Royal Hospital. Sebagai anak kedokteran lo pasti pernah dong denger nama itu." Mau tak mau Suheni menyebut nama mama Arjun yang baru dia kenal dari cerita Arjun dan foto di rumah Arjun ketika kemarin malam bertandang. Suheni tahu Arjun tidak suka nama kedua orang tuanya dibawa-bawa, tapi mau apa lagi? Dia hanya ingin membungkam mulut teman-temannya yang arogan dan nyatanya itu sukses, Dennis membungkam mulutnya.
Ucapan Suheni membuat mata teman-temannya yang lain menatapnya. Siapa yang tidak tahu Internasional Royal Hospital? Setiap anak kedokteran berharap bisa bekerja di sana. Grade rumah sakitnya paling atas begitu juga gaji dari para medisnya. "Wah, beneran, Hen?"
"Gila camer lo. Lo nggak susah dong jadi koas di sana?"
"Oke, udah-udah semuanya! Kita punya waktu tiga jam memasak untuk dua ratus lima puluh anak panti dan para pengurus panti."
"Untuk dessert. Maybe kita bisa beli es krim keliling. Pake cup agak kecilan aja biar semua kedapatan gimana?" Tim dessert mengangguk.
"Artinya lo semua nggak kerja dong? Enak banget jadi tim dessert," gerutu yang lain.
"Enaknya apa? Emang lo yang nungguin abang-abang es krim keliling? Dan mikirin penggantinya apa kalau nggak ada?" Laudya memekik kesal membungkam tim lain yang protes.
**
Tubuh Arjuna nampak basah oleh keringat. Dia membantu memasak nasi pada sebuah dandang besar yang merepotkan bagi anak-anak modern seperti mereka yang biasa menanak nasi dengan metode modern dari sebuah mesin penanak nasi bernama rice cooker.
Untuk memastikan nasi tanak sempurna, seorang penanak harus mengaduk nasi yang ada di dandang. Dengan dandang berukuran begitu besar jelas dibutuhkan keahlian dan kekuatan mengaduk. Tenaga ini lah yang dilakukan Arjun.
"Thank you, Arjun, nasinya udah masak." Arjun mengangguk penuh senyum pada mahasiswi manis yang berterima kasih padanya.
"Gue rasa kita juga butuh bantuan masak sayuran sebanyak ini- sekuali besar kayak gini. OMG. Sayuran aja belum selesai dipotong nih. Arjun, tolongin dong." Arjun segera beralih ke hadapan bahan-bahan sayuran. Membantu mengiris bawang merah dan mencincang bawang putih serta memotong sayuran. Tangan Arjun yang terlatih bergerak cepat diantara pisau dan bahan yang ada, mengundang kekaguman. Yang lain segera bergerak menumis bahan. Sebentar saja bahan-bahan capcay menumpuk banyak di kuali besar.
Arjun segera membantu Mengaduk semua bahan di kuali saat melihat mahasiswa kedokteran yang tengah melakukan hal itu kesulitan. Bersama mereka mengaduk sayuran itu. "Lo cicipin." Arjun menurut mencicipinya. "Masih kurang berasa kan?" Arjun mengangguk lalu meraih garam, kaldu, saos tiram dan beberapa bahan lain dengan porsi besar. Lalu keduanya mencicipi kembali. "Pas. Rasa ini yang gue cari sedari tadi." Mahasiswa kedokteran itu tertawa senang. "Gue Cakra."
"Gue Arjun."