Friend Don't Kissing

Elisabet Erlias Purba
Chapter #47

Terjebak Dusta 2

Bruk.

Bangkit dari terjatuhnya dan melupakan nyeri di kakinya, Saka berlari menuju ke halaman rumahnya. Seharusnya dia tidak menuruti hatinya yang ingin tahu tentang keadaan Arjun, yang ingin memastikan apakah Suheni merawat Arjun dengan baik. Uuuh, bodohnya dia. Jelas Suheni akan merawat Arjun dengan baik dan Arjun jelas sangat bahagia melihat dokter yang merawatnya kini. Dia tak harusnya meragukan hal itu dan memaksakan diri memanjat pohon mangga yang ada diantara kamar Arjun dan kamarnya dan dia tidak harus merasakan sakit hati ini.

Bayangan kejadian sepuluh menit lalu bermain kembali di benak Saka bagai potongan film pendek.

Arjun berada di atas tubuh Suheni. Lengan gadis kedokteran itu bergelayutan di leher Arjun dan mereka berciuman. Itu bukan sebuah khilafan karena jelas hal itu berlangsung cukup lama. Dari kening, kelopak mata dan kemudian bibir Arjun ... Arjuna yang bahkan membicarakan tentang ciuman saja padanya terasa enggan dan ogah, membiarkan Suheni mencium kening dan kelopak matanya bahkan jelas menikmati ciuman bibir keduanya.

Saka benci Arjun. Apa kurangnya dia dari gadis kedokteran itu? Mereka telah bersama begitu lama untuk saling berbagi dan menjaga. Kenapa Arjun lebih memilih gadis kedokteran itu dan bukan dia? Air mata mengalir jatuh di pipi Saka. Seberapa pun kerasnya ia mencoba untuk tidak menangis, kejadian itu membuat air matanya mengalir. Arjuna memang bukan pacarnya, tapi cowok itu cinta pertamanya. Dia yang lebih dahulu hadir di hidup Arjun ... Dia yang ....

"Saka, lo kenapa?" Suara familiar itu membuat Saka mendongakkan wajahnya. Dari balik bola matanya yang basah oleh air mata, dia menemukan sosok Alfandy yang terlihat samar. "Kenapa lo nangis? Arjuna nyakitin hati lo lagi?" Cowok itu menebak saat Saka sibuk menghapus aliran tangis di pipinya.

"Kenapa lo disini?" Saka memilih tak menjawab pertanyaan Alfandy malah balik mengajukan pertanyaan.

"Lo bilang Arjun sakitkan? Gue niatnya mau besuk dia, tapi kayaknya dia nggak butuh besukan gue." Alfandy melirik sebuah mobil Honda jazz merah yang terparkir di depan rumah Arjun- mobil yang tadi dinaiki Suheni dan Saka. "Cewek dia ada di dalam dan dia ngacangin lo gitu?"

"Lo nggak datang bereng yang lain?" Sekali lagi Saka mengalihkan pembicaraan tanpa menjawab pertanyaan Alfandy. Cowok itu menghela nafas.

"Ikut gue." Alfandy menarik tangan Saka tanpa memperdulikan protesan gadis itu. Dia meminta Saka masuk ke dalam mobilnya.

"Lo mau bawa gue kemana?"

"Kemana aja yang bisa buat lo senang."

***

"Nih buat kamu." Alfandy menjulurkan sebuah boneka Tasmania mungil pada Saka yang sedang asyik mencapit sebuah boneka Teddy bear lagi dari mesin pengambil boneka di sebuah tempat permainan keluarga.

"Taruh aja di sana." Saka berujar tanpa mengalihkan pandangan dari target capit berikut yang dia bidik.

"Enak aja, aku susah payah ngambil ini buat kamu. Kecil-kecil gini harga dia dua ratus ribu tahu," Alfandy mengomel tepat ketika Saka berteriak girang karena untuk ke dua puluh kali dia berhasil meraih sebuah boneka. Kali ini sebuah boneka kelinci Bugs Bunny. Kayaknya nyapit boneka mudah banget buat Saka. Beberapa pengunjung bahkan berbisik iri pada kepintarannya mencapit boneka-boneka dalam kotak transparan.

"Iya, sini. Ini boneka lima ribu rasa dua ratus ribu ya?" Goda Saka sambil mencium boneka mungil Tasmania yang kini berpindah ke tangannya itu, membuat wajah Alfandy manyun.

"Jangan lihat ukurannya dong. Lihat perjuangan aku."

"Iya. Iya. Sorry. Cuma bercanda aja. Jangan marah." Saka memeletkan bibirnya sebelum tersenyum manis. "Udah banyak ya, bantuin angkat dong." Saka dan Alfandy segera memunguti boneka-boneka hasil usaha Saka yang tergeletak di lantai tempat permainan tepat di sisi Saka berdiri meraih capit boneka tadi. Pelukan Alfandy bahkan nyaris tak muat buat boneka-boneka itu.

"Senang?" Tanya Alfandy saat melihat Saka tertawa lepas. Saka menganggukan kepalanya. Alfandy membiarkan Saka berlari mendahuluinya ke permainan lainnya sementara dia menampung beberapa hadiah game yang diperoleh Saka di bawah tatapan mata iri dari para pengunjung yang dia lintasi. Saka bisa buka toko boneka dalam seminggu bermain di tempat ini.

Seorang pekerja tempat permainan itu bahkan kemudian memberikan plastik besar buat Alfandy yang terlihat kerepotan dengan hadiah-hadiah yang dia bawa. Sementara Saka telah mulai dengan permainan Pump It up. Sebuah permainan dengan mesin yang memintamu untuk nge-dance sesuai musik yang dipilih. Ada beberapa tingkat kesulitan yang bisa dipilih sesuai kemampuan mulai dari tingkat termudah sampai tersulit.

Seorang gadis remaja berusia dua belas hingga empat belas tahunan berbisik pada teman-temannya dengan tak sabar menunggu Saka yang tidak juga menyelesaikan permainannya. Alfandy yang telah berdiri di belakang Saka hanya bisa tersenyum. Saka akhirnya berhenti setelah melakukan kesalahan berturut-turut.

"Arghh ....!" Saka memekik keras sambil mengacungkan tinju ke udara sebelum mengakhiri permainan dan menuju ke arah Alfandy sambil cemberut.

"Masih mau main lagi atau udah capek?"

"Udah capek sih. Kayaknya nggak bisa fokus lagi. Haus." Saka mengadu sambil melirik plastik besar berisi boneka-boneka hadiah dari mesin capit dan pertukaran kupon yang dia dapat dari permainan lain ketika tangan Alfandy terjulur dan cowok itu menyeka keringat yang mengalir di kening Saka. Matanya dan mata Saka bersua.

"Keringat banget, tapi tetap cantik kok." Saka menarik tipis ujung bibirnya membalas senyuman manis yang dilemparkan Alfandy padanya. "Hauskan? Cari minum, yuk," lanjut Alfandy. Saka menarik nafas dalam lalu mengangguk. Kemudian menjejal langkah Alfandy sambil meraih sebelah pegangan kantong kresek hingga mereka bersama-sama mengangkat kantongan plastik itu.

"Kenapa narik nafas?" Tanya Alfandy saat mereka melangkah di mall. "Capek?"

"Mikirin kamu."

"Mikirin aku?"

Saka mengangguk. Sekali lagi menarik nafas dalam. "Maaf, udah memperalat kamu saat perasaan aku nggak nyaman karena Arjun."

Tawa kecil Alfandy terlihat. "Gimana memperalat, kan aku yang ngajak kamu. Nyantai aja. Aku nggak ngerasa diperalat kok."

"Jangan bohong." Saka menatap serius.

"Beneran." Alfandy menatap Saka lekat-lekat seakan menunjukkan kejujuran dari perkataannya. "Jadi mau dimana nih? Sekalian makan malam aja, ya? Korea Food, Pedestarian food, seafood atau ..."

"Kamu sendiri maunya dimana? Aku ngikut aja deh. Kan yang traktir kamu, aku nggak bawa uang abis kamu asal tarik aja tadi." Alfandy menanarkan pandangannya pada bagian dalam food court yang mereka lintasi. Dia tidak suka tempat yang terlalu ramai saat berduaan dengan Saka.

"Di sana saja." Alfandy menunjuk pada sebuah food court yang terlihat lengang dan tenang. Setelah menitipkan bawaan mereka. Alfandy dan Saka melangkah menuju meja sudut diantar oleh seorang waiters food court.

Lihat selengkapnya