Mata kuliah Tipikor baru saja selesai, gerak tangkas para mahasiswa mahasiswi yang menyusun peralatan kuliah masing-masing terlihat sebelum satu persatu beranjak keluar dari ruang kuliah termasuk Saka, Alfandy dan Vano yang berlari mengejar keduanya.
"Saka! Fandy! Tungguin gue!"
"Nggak usah teriak, kejar dong. Kayak cewek aja lo," Alfandy mendumel saat Vano mendapati mereka. Acara duaan sama Saka bakal pupus, Alfandy batin.
"Yaileeh gitu aja sewot. Kayak cewek lagi PMS lo."
"Kamu udah sarapan belum, Ka?" Alfandy bertanya perhatian, "pasti belum. Ke kantin yuk."
"Boleh." Saka tersenyum. "Udah sarapan sih tadi pakai mie cup, tapi belum kenyang."
"Apa gue bilang? Jangan keseringan makan makanan kayak gitu. Beli roti aja kalau nggak sempat masak sarapan." Vano memperhatikan Alfandy dengan serius. "Gue nggak mau lo sakit."
"Apaan sih, Fan? Gue nggak bakal sakit. Waktu tinggal bereng Papa, Mama dan Kak Andrea- gue always dicekokin semua makanan sehat. Sekarang gue cuma sedang mendedikasikan diri menjadi sama seperti anak kos lain, makan makanan wajib anak kosan: mie instan." Saka tersenyum kecil. Mereka tiba di kantin fakultas hukum yang sudah penuh oleh para mahasiswa mahasiswi yang sedang mengisi perut. Untungnya atas bantuan Nina yang sebenarnya tengah melayani pesanan pembeli, mereka menemukan satu meja kosong. Saat Saka dan yang lain menduduki kursi mereka, Nina masih menanarkan pandangannya ke belakang Saka dan teman-temannya tadi.
"Nyariin siapa kamu, Na?"
"Mbak sama Mas-mas nggak sama Kak Devano?"
"Uiih. Kita dipanggil Mas-mas giliran Devan dipanggil Kak. Kakak apaan?" Vano heboh sendiri, "kakak nemu besar?" Nina tersenyum kikuk akibat ucapan Vano. "Kakak kamu itu nggak sama kita. Bolos kuliah dia. Hobby nya tuh." Ada sepercik kecewa yang tergambar di wajah Nina.
"Ehh, ngomong -ngomong, Nin gimana Devano ngajar, bagus nggak?" Saka nimbrung ingin tahu.
"Bagus kok, Mbak. Nina yakin Kak Devano kalau jadi dosen bakal jadi dosen favorit. Ganteng terus pintar." Gadis itu menundukkan kepalanya malu-malu setelah memberikan pujian pada pria yang mencuri ciuman pertamanya kemarin malam.
"Wow nggak nyangka anak gendeng tuh punya bakat," Saka menyeletuk sambil terkekeh.
"Lo nggak diajarin yang aneh-aneh kan sama dia?"
"Aneh-aneh apa, Mas?" Nina bertanya tak paham.
"Lo taukan teman gue itu playboy? Lo nggak diapa-apain kan?" Nina menyentuh bibirnya secara refleks. Wajahnya yang putih dan hanya mengenakan bedak tabur baby nampak memerah membuat ketiga mahasiswa itu saling bertatapan.
"Mbak sama Mas-mas mau pesan apa? Biar Nina buatin," gadis itu buru-buru merubah arah pembicaraan seakan menyadari perubahan di wajahnya. Menemukan Vano yang bersiap angkat suara setelah menemukan sikap Nina, Saka segera menendang kaki sahabatnya itu. Gila saja Vano ngomongin soal Nina pasti udah di kissing Devano di tempat umum seperti ini. Itu namanya menjatuhkan harga diri Nina.
"Awww .. apaan sih lo, Ka?" Vano memprotes.
"Close your mouth. Tempat umum nih," Saka berbisik.
"Ehhh, Nina udah nungguin nih. Kamu mau pesan apa, Ka?" Vano melirik kembali pada Alfandy yang terlihat perhatian banget pada Saka beberapa waktu ini. Alfandy memang pernah memberitahukan menyukai Saka setelah mengetahui Saka dan Arjun ternyata tak memiliki hubungan apapun selain sahabat. Memang sejak masuk ke fakultas hukum dan melihat kedekatan keduanya sejak di masa orientasi mahasiswa baru- mereka semua jelas mengambil kesimpulan salah bahwa Saka dan Arjun tuh pacaran. Kekasih masa SMA. Tapi masak sih sekarang Alfandy ...
"Ehh, tuh Devano. Sama siapa tuh anak?" Pemikiran Vano terhenti saat Alfandy berteriak. Matanya menoleh bersamaan dengan mata Saka dan Nina. Cowok itu nampak berjalan bak foto model bersama seorang mahasiswi cantik yang menggandeng erat lengan Devano dengan posesif. Jelas bukan mahasiswi fakultas hukum karena wajah itu tidak familiar buat mereka. "Gandengan baru Devano cantik banget, ya," celetuk Saka membuat Nina mengalihkan tatap pada Saka walaupun hanya sekejap. Hati Saka tertampar seketika. Sebagai seorang wanita .., apalagi wanita yang juga merasakan perasaan cinta sepihak, Saka tahu luka di balik tatapan mata itu. Nina menyukai Devano. Harus Saka akui Devano punya pesona untuk membuat banyak wanita tergila-gila padanya dan kini gadis sederhana bernama Nina ini terperangkap pesona sahabatnya itu.
"Itu Dewi Arimbi. Runner up putri kampus tahun kemarin," Vano menjelaskan tanpa ada yang meminta.
"Tapi buat gue- lo jelas lebih cantik dari siapa pun, Ka."
"Uhhukk ... Uhhukk." Vano terbatuk-batuk karena mendengar ucapan Alfandy. "Gila lo sahabat sendiri lo PHP. Parah nih. Lebih parah dari Devan lo."
"Siapa yang PHP? Gue? Gue serius sama Saka." Alfandy menaikkan suara. Wajahnya menampakkan keseriusan. Berdiri dari duduknya, Alfandy meraih jemari Saka saat gadis itu bahkan belum berpikir apa-apa. "Marry with me, Saka ..."
"Apaan sih lo, Fandy." Saka mencoba menarik tangannya, tapi Alfandy memegangnya terlalu kencang. "Jangan aneh-aneh deh lo. Di sini banyak orang tau."